Semua Orang Berhak Mempunyai Mimpi
Setiap orang berhak untuk bermimpi. Setiap orang juga berhak mempunyai lebih dari satu mimpi. Tidak memandang usia, jenis kelamin, dan latar belakang seseorang, ia tetap bebas untuk mempunyai mimpi yang tinggi. Impian bisa diartikan sebagai sesuatu yang ingin kita raih, kita dapatkan, atau kita capai. Pencapaian sebuah mimpi memerlukan proses perjuangan yang tidak mudah dan lama. Terkadang, dalam proses yang panjang itulah sebagian orang cenderung berpaling dan menyerah. Memilih untuk mengambil jalan pintas yang instan dengan menghalalkan segala macam cara. Hal inilah yang mau disampaikan oleh Zulkifri Sasma dalam naskah drama “Para Jahanam”.
Secara singkat, naskah drama karya Zulkifri Sasma yang diadaptasi dari cerpen Lampor karya Joni Ariadinata ini bercerita tentang sebuh keluarga miskin yang tinggal di tepi comberan. Mereka hidup serba kekurangan. Untuk membeli makanan sehari-hari saja tidak ada uang. Sang ayah, Johari, hanya menghabiskan waktunya untuk membaca buku “Merah Delima” dan meramal angka – angka yang diperkirakannya dengan sangat matang dan penuh perhitungan. Memang hanya itulah pekerjaan yang dilakukan seorang Johari selaku kepala keluarga itu, sedangkan sang ibu, Tumiyah, ialah seroang wanita yang keras kepala, lalai dalam mendidik kedua anaknya, dan tidak mau melayani suaminya. Di tambah lagi, Tumiyah juga sering mengucapkan kata – kata yang tidak sopan dan patut dikatakan kepada suami dan anak – anaknya. Lain hal, Ros dan Ujang adalah anak – anak yang tidak berbakti pada kedua orang tuanya. Ros suka bertindak sesukanya sendiri dan egois, sedangkan adiknya, Ujang, suka mencopet. Seakan tak ada rasa kasih sayang dan perhatian yang tercurah dari tiap – tiap anggota keluarga tersebut.
Togel adalah permainan judi yang legal. Masyarakat khususnya kalangan bawah sebagian besar sangat gemar bermain togel. Bagi mereka, seakan – akan togel menjadi semua jawaban dan tempat menggantungkan seribu harapan baru untuk mewujudkan mimpi – mimpi mereka itu. Akan tetapi, secara moral dan agama, togel bukanlah permainan yang dihalalkan apalagi permainan ini mengandung kegiatan judi. Togel hanya membuat apa yang kita punyai hari ini, habis untuk hari esok. Harta dan kekayaan bisa dicari, namun tidak dengan cara yang instan. Dengan bermain togel, tidak ada perjuangan yang pasti dalam meraih mimpi – mimpi yang kita ingin wujudkan.
“Pak Johari terlihat sibuk dengan tumpukan – tumpukan kertas di ata mejanya. Ada banyak angka – angka yang tertulis di kertas itu. Ia terlihat berpikir keras, tak ubahnya seperti seorang professor yang akan menyelesaikan penelitiannya....”
Begitu juga dengan Johari. Sehari – harinya, ia hanya duduk termenung untuk meramalkan angka – angka. Menghitung estimasi angka yang sekiranya akan keluar menggunakan bantuan buku ramalan togel “Merah Delima”. Dengan angka – angka itulah Johari beserta keluarganya menggantungkan segala mimpi. Mimpi untuk hidup lebih mapan dan mimpi dapat membeli sebuah rumah dengan lampu yang besar di Griya Arta, tentunya dari hasil menang togel.
Johari : Perempuan goblok! Kau tahu apa tetang Merah Delima? Heh, kalau jadi...hem, kita akan lekas kaya! Aku akan bangun rumah dengan lampu yang lebih ` besar dari yang ada di Griya Arta sana. Biar nyahok! Kemudian, aku akan...
Tumiyah : Alah sudah! Dasar pembual!
Namun, Johari mengambil jalan pintas dalam meraih mimpi – mimpinya itu dengan cara membeli angka. Padahal untuk meraih mimpi dibutuhkan perjuangan, pengorbanan waktu, dan tenaga yang besar. Tidak semestinya, Johari sebagai kepala keluarga hanya menggantungkan impiannya itu dengan membeli angka. Hal ini membuktikan bahwa Johari lebih memilih untuk mengambil jalam instan ketimbang harus bekerja keras membanting tulang untuk mendapat uang.
Johari adalah seorang lelaki. Seorang lelaki yang memiliki mimpi yang tinggi. Mimpinya untuk dapat hidup lebih mapan dan dapat tinggal dirumah yang mewah. Tak ada yang salah dengan mimpi Johari karena semua orang dari berbagai kalangan, umur, jenis kelamin, dan latar belakang berhak untuk mempunyai mimpi. Namun yang membedakan Johari dengan kebanyakan orang yang juga mempunyai mimpi adalah lelaki tersebut tidak nampak berjuang dalam meraih mimpinya tadi. Ia cenderung berpaling dan mengambil jalan pintas dengan bermain togel.
Johari : Ya sudah, aku cuman mancing – mancing kalau kamu diam – diam masih menyembunyikan uang. Hem, kelihatannya wangsit kali ini memang benar. Coba kau bayangkan, dalam mimpi itu aku dikelilingi tiga ekor kalkun. Kalkun arab. Setelah dikutak – katik, ternyata kena pada tujuh delapan dengan ekor dua tujuh. Pokoknya untuk yang satu ini aku harus bisa. Aku akan mengandalkan si Kontan, setidaknya untuk dua kupon.
Johari bisa saja dicap sebagai seorang pembual seperti apa yang dikatakan oleh Tumiyah karena Johari hanya sekedar berucap, namun tidak ada usaha dan proses yang ia lakoni. Bisa dikonklusikan bahwa sebuah mimpi bisa saja dimiliki oleh seseorang. Semua orang berhak untuk bermimpi. Begitu juga dengan seorang bapak yang hidup dipinggir comberan bersama istri dan kedua anaknya. Namun, caranya untuk memperoleh mimpinya itu tadi bisa dikatakan susah untuk diwujudkan karena Johari tidak berjuang sedikitpun dalam meraih mimpi – mimpinya.
13 November 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H