Mohon tunggu...
Astralastra
Astralastra Mohon Tunggu... Lainnya - Daur baur

Manusia merdeka

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Soleram

20 Agustus 2024   04:12 Diperbarui: 20 Agustus 2024   04:32 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Samer Daboul: pexels.com

.

.

Hitunglah secara rapi
Ditepian itu ku pernah terluka
Sekali lagi, berpulanglah bunyi
Bersama pelukan ruang yang tak lekang warnanya
.
Yang tak lekang warnanya
Oleh waktu, terjebak bersamamu
Sekilas cahaya terperangkap
Pada bunyi yang didawamkan sunyi
.
Pada rinai, helai demi helai
Rambutmu kulukiskan sebagai ruang tunggu
Membuat diriku tetap menanti
Sesuatu pasti akan berarti kali ini
.
Sebab tak kutemui dunia seindah ruangan itu
Penuh akan kehangatan
Tetapi tetap saja tidak sesak
Membiarkan diriku bernafas diantara rimbun dan embun
.
Telah kusimak kisah hayat seorang manusia
Yang memerlukan pelukan bagai bahan bakar untuk tetap bernafas
Telah kutemukan arti pelukan yang mendalam
Pada jaring-jaring dan bayang yang berkalungkan ingatan
.
Dan tak terkira, habis seberapa banyak
Sebab kutakingin menjadi tua tanpa,
Kenangan di dalamnya
Merajut usia dan warna bersamamu, hati
.
Waktu berselang, kenangan masih berpulang
Berputar diriku pada sesuatu
Yang bernilai rindu, merangkap lagu
Kunyanyikan bersama kemungkinan, yang kupastikan akan terjadi
.
Soleram, bertautkan ungkapan yang redam
Dan tetap merekam, setiap ingatan dan pelukan
Dan juga peluang
.

Malam adalah ujung lipatan waktu
Pagi adalah awal berlangsungnya rindu,
Acep Zamzam Noor. Membaca Lambang:2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun