.
.
Hitunglah secara rapi
Ditepian itu ku pernah terluka
Sekali lagi, berpulanglah bunyi
Bersama pelukan ruang yang tak lekang warnanya
.
Yang tak lekang warnanya
Oleh waktu, terjebak bersamamu
Sekilas cahaya terperangkap
Pada bunyi yang didawamkan sunyi
.
Pada rinai, helai demi helai
Rambutmu kulukiskan sebagai ruang tunggu
Membuat diriku tetap menanti
Sesuatu pasti akan berarti kali ini
.
Sebab tak kutemui dunia seindah ruangan itu
Penuh akan kehangatan
Tetapi tetap saja tidak sesak
Membiarkan diriku bernafas diantara rimbun dan embun
.
Telah kusimak kisah hayat seorang manusia
Yang memerlukan pelukan bagai bahan bakar untuk tetap bernafas
Telah kutemukan arti pelukan yang mendalam
Pada jaring-jaring dan bayang yang berkalungkan ingatan
.
Dan tak terkira, habis seberapa banyak
Sebab kutakingin menjadi tua tanpa,
Kenangan di dalamnya
Merajut usia dan warna bersamamu, hati
.
Waktu berselang, kenangan masih berpulang
Berputar diriku pada sesuatu
Yang bernilai rindu, merangkap lagu
Kunyanyikan bersama kemungkinan, yang kupastikan akan terjadi
.
Soleram, bertautkan ungkapan yang redam
Dan tetap merekam, setiap ingatan dan pelukan
Dan juga peluang
.
Malam adalah ujung lipatan waktu
Pagi adalah awal berlangsungnya rindu, Acep Zamzam Noor. Membaca Lambang:2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H