Mohon tunggu...
Astra Priya Leksana
Astra Priya Leksana Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMP Negeri 177 jakarta

Guru bidang studi Bahasa Indonesia di SMP Negeri 177 Jakarta, saya menggemari segala macam keterkaitan dengan sastra. Sekarang aktif di dunia pendidikan semakin membuka mata saya betapa pentingnya dunia sastra untuk dikenalkan di sekolah khususnya dasar dan menengah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Esai Sebuah Cerpen "Di Bibi Laut Merah" Karya M. Shoim Anwar

1 April 2024   16:01 Diperbarui: 1 April 2024   16:45 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada cerpen seakan mebelalakan mata kita sebagai pembaca, konten eksentrik serta estetik yang berada di dalamnya menurut saya sangat menarik ketika kita dihadapkan kembali pada konteks kenyataan kehidupan yang tersaji di bumi Indonesia ini, sebab fenomena tersebut mungkin tak akan pernah kita dapati bila kita berada di negara lain. Berawal dari Tenaga Kerja Wanita di Indonesia justru menjadi komoditas yang menggiurkan bagi para cukong-cukong nakal yang ingin mengeruk keuntungan yang berlimpah atas TKW tersebut, bahkan lembaga legal yang ada di system birokrasi sekalipun seakan menutup mata terhadap berbagai serangkaian peristiwa yang dialami pemasok devisa terbesar untuk Indonesia. Sungguh ironi memang serangkaian kejadian yang dialami TKW di Indonesia, yang notabene dirinya mengabdikan diri nun jauh disana hanya untuk keluarga dan prestise semata untuk Negara tetapi tidak ada imbalan yang setimpal untuk dirinya.

Pada cerpen gubahan M. Shoim Anwar ini, hal yang paling saya soroti yakni gejala sosial yang hadir sebagai pondasi dasar di dalamnya, khususnya gejala social masyarakat Indonesia.Yang menjadi dasar saya menyoroti hal tersebut sebab hal tersebut yang tak pernah lepas, seakan amanat yang hendak disampaikan penulis yakni memang menyoroti gejala atau fenomena social yang terjadi di Indonesia. Adapun hal yang akan soroti mengenai cerpen tersebut, yakni yang pertama tentang kararteristik masyarakat Indonesia, kedua perihal hokum rimba yang tak bias lepas dari fenomena kehidupan, selanjutnya yang terakhir kewajiban suami -- isteri dalam keluarga menurut Islam.

Seperti yang telah saya paparkan pada paragraph sebelumnya, memang gejala social Indonesia sangatlah dominan yang hadir sebagai pondasi cerpen tersebut.Adapun hal tersebut pernah disampaikan jauh dari saat ini, ketika pada tahun 1977 Mochtar Lubis dengan pidatonya menyampaikan 12 butir kateristik masyarakat Indonesia yang meliputi: hipokrit atau munafik, segan dan enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, masih kental kepercayaan terhadap hal mistik, artistic, watak yang lemah, tidak hemat atau boros, malas, tukang mengerutu, cepat cemburu juga dengki, manusia sok, dan plagiat. Dan hal senada juga dilontarkan oleh Koentjaraningrat, Bapak sosiologi Indonesia, yang menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia melimiliki sifat pasca revolusi meliputi sifat mentalitas yang meremehkan mutu, sifat mentalitas yang suka menerabas, sifat takpercaya dirisendiri, dan sifat yang mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.

Selanjutnya pembahasan fakta yang menarik kedua, yaitu perihal hokum rimba yang dihadapkan manusia.Sebuah pernyataan yang diungkap kanoleh Thomas Hobbes 1660-an, yang menyatakan " HomoHominiLopus" yang berarti manusia serigala manusia sendiri. Dan kaitanya dalam novel tersebut ialah begitu kerasnya kehidupan rakyat kecil Indonesia yang musti bergulat dengan masalah batin ketika sulitnya meraih kemaslahatan dalam hukum, buktinya tertera pada kutipan cerpen yang mengatakan bahwa, bila ingin difeportasi atau dikembalikan ke Negara asal maka TKW tersebut harus membayar sejumlah uang. Namun, diperparah ketika justru yang menjadi agen tersebut malah orang yang berasal dari Negara yang sama. Sangat miris sekali ketika kekhanibalan tersebut, tidak pandang bulu.

Kemudian fakta menarik ketiga yakni, kewajiban suami-isteri dalam keluarga menurut hukum  Islam. Mengapa hal tersebut saya anggap penting untuk diulas sebabnya penulis M. Shoim Anwar dilahirkan di lingkungan mayoritas santri dengan pembekalan agamis yang kuat, meskipun biografi dirinya tidak ada kaitanya dengan kehidupan santri. Namun, hal itu yang saya pikir dicoba penulis sebagai wahana penyampaian amanat yang hendak penulis sampaikan atau bahkan pula berupa kritikan kepada laki-laki kekinian yang masih menganggap wanita sebgai obyek saja.

Hal tersebut tersingkap dalam kutipan yang menyebutkan, bahwa sang suami hanya bisa bertapa mengandalkan mursyid dari petuah keramat benda-benda pusaka yang diyakininya tanpa meperdulikan keadaan anak dan isterinya. Sehingga, akhirnya isterinya tersebut berkorban demi menyambung nafas hidup keluarga untuk bekerja sebagai TKW di negeri seribu satu malam dengan harapan yang membumbung tinggi. Tapi kenyataannya bertolak belakang, sang isteri justru bergulat dengan konflik fisik dan batin yang selalu ia hadapi di sana dan suami pun hanya bungkam akan hal tersebut.

Tak pantas hal itu terjadi sebab pada hadist riwayat Muslim dan Abu Daud, menyebutkan "Hak wanita-wanita atas kalian ( para suami ) ialah memberi nafkah dan menyediakan sandang dengan cara baik ". Bila kita merujuk pada hadist tersebut, maka perilaku yang ditampilkan sang suami sangatlah bertolak belakang terhadap hakikat serta adab dalam suami-isteri.

Kemudian pembahasan yang terakhir dalam esai ringkas ini yakni, tema yang tersaji dalam cerpen tersebut. Memang hal yang begitu dominan dalam cerpen tersebut ialah masalah social, namun saya lebih cenderung menganggap pengorbananlah yang menjadi factor implicit dalam cerpen tersebut yang menjadi pondasi dasar cerpen tersebut. Sebab dikisahkan sejak awal kemunculan Sulastri sebagai TKW dihinggapi pengorbanan yang besar dari dalam dirinya, hingga setelah menjadi TKW pun ia masih dihantui bayang-bayang majikan yang selalu memperbudak dirinya. Akhirnya pun ia musti berkorban ketika terjadi konflik batin yang maha dahsyat yang menguncang dirinya, ketika ia hendak pulang ke negeri asalnya pun sangat sulit.

Sehingga bisa ditarik amanat dari cerpen tersebut ialah suatu tindakan yang akan kita ambil hendaknya dipikrkan masak-masak dahulu, dengan melihat kenyataan atau realistis saja. Kita janganlah dikalahkan nafsu, tapi justru kita harus mengendalikannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun