Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara. Seperti yang telah dijabarkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peran penting bagi bangsa Indonesia. Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Proses belajar bukan hanya untuk memperoleh kecerdasan intelektual, tetapi juga pengembangan diri, pengendalian, kepribadian dan kecerdasan emosional.
Demi tercapainya tujuan pembelajaran tersebut bukan hanya menjadi tugas seorang guru, namun juga melibatkan peran seorang konselor. Seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada Bab 1 pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa "pendidik adalah tenaga kependidikan yang bekualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan."
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya menjabarkan rincian kegiatan tugas dan tanggung jawab guru mata pelajaran meliputi : 1) Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; 2) Menyusun silabus pembelajaran; 3) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; 4) Melaksanakan kegiatan pembelajaran; 5) Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran; 6) Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampunya; 7) Menganalisis hasil penilaian pembelajaran; 8) Melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; 9) Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional; 10) Membimbing guru pemula dalam program induksi; 11) Membimbing peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran; 12) Melaksanakan pengembangan diri; 13) Melaksanakan publikasi ilmiah; dan 14) Membuat karya inovatif.
Dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah, guru setidaknya mempu menginternalisasi empat kompetensi yang harus dikuasai, diantarnya: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Serangkaian kompetensi termaktub pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1. Selain itu untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal dan didambakan, guru juga harus mampu menjabarkan pengertian yang tertuang pada Peraturan Presiden No.87 Tahun 2017 pasal 1 aya 1 tentang definisi PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), yaitu gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan (SKPD) untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Kemudian wujud dari pengaplikasian regulasi tersebut dapat berupa Gerakan Literasi Sekolah. Hal tersebut didasari oleh masih tingkat kesadaran kalangan pelajar Indonesia akan pentingnya membaca masih sangat rendah dan memprihatinkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), Indonesia selalu menempati urutan paling bawah. Pada penelitian tahun 2015, posisi Indonesia di bawah Vietnam yang menempati urutan ke-8 dan Thailand yang menempati urutan ke-54. Hal ini menjadi persoalan sekaligus tantangan cukup serius bagi Bangsa Indonesia, karena membaca merupakan dasar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pernbentukan sikap peserta didik.
Permasalahan tersebut menuntut pemerintah untuk menciptakan strategi khusus dalam upaya rneningkatkan minat baca dan kemampuan membaca di kalangan peserta didik. Implementasi strategi tersebut yaitu dengan menciptakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gerakan Literasi Sekolah ini mempunyai tujuan untuk membiasakan dan memotivasi peserta didik agar rnau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Gerakan Literasi sekolah mernperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015.
Membaca merupakan salah satu kegiatan literasi yang sangat penting dalam tujuan pendidikan. Itulah sebabnya kegiatan literasi atau membaca tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Dengan kata lain, kegiatan membaca harus menjadi bagian dari proses pembelajaran untuk upaya mencapai keberhasilan pendidikan.
Apabila dipandang dari prespektif pada negara-negara yang sudah maju sistem pendidikannya (Jepang, misalnya), budaya membaca sudah berhasil ditanamkan sejak dini dalam proses pembelajaran. Mereka mewajibkan setiap peserta didik untuk melakukan kegiatan membaca buku sebanyak-banyaknya. Melainkan pada negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, kegiatan membaca belum tertanam atau menjadi budaya di kalangan peserta didik. Mereka belum terbiasa untuk membaca di mana pun berada dan setiap ada kesempatan atau waktu luang.
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah sebenarnya yang sudah dirancang sedemikian oleh para pemangku kebijakan di sekolah. Namun dirasakan belum berjalan dengan optimal, sebab kegiatan yang berjalan belum adanya regulasi yang bersifat baku, serta belum adanya pendampingan tindakan lanjut atas literasi yang sudah dilakukan oleh peserta didik. Secara umum hal ini dapat berdampak pada terhambatnya tujuan Gerakan Literasi Nasional yang sudah dicangkan oleh pemerintah, kemudian secara khususnya sekolahan sebagai lembaga pendidikan belum dapat berkontribusi secara aktif dalam tujuan pendidikan di Indonesia.
Hal tersebut membuat peran guru seyogyanya tergerak untuk berupaya berkontribusi positif akan keberadaan di sekolah guna meneruskan amanat bangsa, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini beberapa alternatif dalam upaya mengoptimalisasi gerakan literasi sekolah yang bisa diaplikasikan pada sekolah tempat tugas Bapak/Ibu, diantaranya:
1. Penyusunan program baku atau regulasi literasi yang berlaku di sekolah,
Tahapan awal dalam Penyusunan program baku atau regulasi literasi yang berlaku di sekolah, yakni dengan mengadakan rapat koordinasi bersama yang mengedepankan aspek komitmen untuk memajukan atau mengedepankan literasi atau budaya membaca yang menjadi identitas bangsa, merupakan implementasi dari nilai nasionalisme. Konsultasi dilakukan dengan Kepala Sekolah untuk menentukan pihak-pihak yang berkaitan langsung pada percangan, pengawasan dan pelaksanaan program gerakan literasi sekolah, yaitu seluruh guru-guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekola. Sehingga semua pemangku kebijakan memiliki visi dan misi yang sama dan selaras. Berikut ini program literasi sekolah yang sudah disusun dan dilaksanakan di Program Literasi Sekolah SMP Negeri 177 Jakarta
2. Pengadaan jurnal membaca kelas.