- Catatan Awal.
1.Salam persahabatan di hari rayaku ini justru belum aku lantunkan kepada beberapa teman, rekan, saudara (sepertimas flor, mas bowo, bang kemal, pak yuli dan isteri, dorma, imel, titiek, dwiarko, bunda anna, elisabeth, pakne thole, mas didot, agnes, alloy, chris, damianus, feliks, frans, oom john, johanes, justin, martin, octavian, victor dkk), sebab seperti diketahui bahwa menyebut nama mengandung resiko kurang berkenan bagi yang terlewatkan.
2.Sementara itu benak itu terlalu sarat untuk menanggung masukan baik dari pengalaman dan masukan baru maupun olahan lama yang belum sempat diaktualisasikan.
3.Postingan ini merupakan keputusan untuk mengakhiri kegalauan yang saya sampaikan pada tulisan sebelumnya di: http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2012/04/07/ada-itu-yang-aku-tak-dapat-%E2%80%98berbagi%E2%80%98-denganmu/. Saat itu ada keraguan dapatkah saya sharingkan pengalaman batin yang demikian mendesak selama sebulan lebih. Bagi umat katholik untuk mempersiapkan hari raya Paskah diselenggarakan aksi puasa pembangunan, mental maupun phisik. Thema tahun 2012 di Keuskupan Agung Semarang dengan thema seperti tercantum di judul. Dengan postingan ini biar sedikit tersendat-sendat saya ingin berusaha dapat berbagi dengan siapa saja yang suka membaca. Nilai-nilai universal adalah milik semua, sementara bila ada kelewatannya saya percaya kearifan pembaca.
B.Pengalaman Gladi Rohani.
Dalam rangka persiapan Perayaan Hari Paskah saya menyusun niatan acara Gladi Rohani pribadi sbb. :
·Mulai bulan februari saya belajar mengikuti ibadat missa harian. Seperti seorang muslim mulai dengan ikut sembahyang lima waktu.
·Mulai bulan maret saya lebih focus perhatikan khotbah mingguan di gereja.
·Mulai tengah bulan maret saya belajar mendalami salah satu pokok iman, dengan membaca buku kecil berjudul Salib Pusat Hidup Kristiani, oleh Dr.E.Martosujito pr. Dosen di Univ Sanata Dharma dan Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta.*)
·Selain itu mengikuti kegiatan rohani dan social dengan umat kelompok lingkungan dsb.
C.Tinggal Dalam Dia, …Berbuah….
Seperti tertera dalam judul : Tinggal dalam Dia, Berbuah dan Berbagi adala thema kegiatan yang di arahkan oleh Gereja. Untuk menulis tentang niatan itupun dengan susah apa lagi buahnya. Itu mungkin seperti disebut oleh Rekan Agil saya mengalami Hambatan Agama dan Budaya. **) Hambatan Agama sejauh ada warning agar hati-hati dengan “Kesombongan Rohani”, dan Hambatan Budaya dengan waril “Aja Adigang Adigung, Adiguna”. Setali tiga uang. Namun tergugah oleh diksi thema selanjutnya “Berbagi”,saya merasa sesama dan medan saya yang sementara ini saya cukup focus adalah rekan-rekan Kompasianers. Maka biar sekelumit ini buah yang bisa saya bagikan. Siapa tahu khususnya yang kristiani dapat memanfaatkannya :
*Belajar mengikuti, mau belajar tahu, Tuhan memberi apa dengan ibadat harian saya. Dan apa yang saya semakin rasakan ialah perbedaan antara “devosi” tertentu, dengan “ibadat resmi gerejani atau Ekaristi”. Karena ada perbedaan dari segi motivasi /motivatornya, maka tentunya berlanjut pada segi buah dan pahalanya. Memang kesemuanya dapat membawa dampak yang sama seperti kesadaran akan kedekatan dengan Tuhan dalam kesehariannya.
*Belajar dari membaca renungan Dr.E.Martosujito pr. Banyak yang dapat dipetik. Dari sekian butir yang bisa saya rasakan yang dapat disharingkan adalah jawaban terhadap Misteri Kelemahan/ Kerapuhan manusia untuk berbuat baik dan mengikuti Perintah Tuhan. Dikemukakan ada tiga sebab dan penjelasannya :
·Jawab tingkat moralistic :sebabnya ya memang kita itu lemah rapuh tidak konsisten, biarlah kita sering jatuh, agar kita tidak sombong agar kita bisa melihat realitanya sendiri. Jawaban ini sudah banyak diberikan oleh orang bijak orang saleh, orang arif.
·Jawab tingkat religius. Sikap religius itu sikap taat akan Tuhan, jadi yang utama belajar dari Al Kitab. Akan tetapi Martosujito pr menegaskan bahwa biasanya selain ada sikap teologis, ada pula sikap teleologis, yaitu berorientasi pada Tujuan. Tuhan membiarkan kerapuhan kita justru oleh iman manusia boleh mengharapkan kuasaNya yang bekerja mengisi kekurangan kita.
·Jawab tingkat iman kontemplatip, tingkat tertinggi dalam proses pemahaman akan kelemahan dan kerapuhan. Untuk mencapai makna tingkatan iman kontemplatip ini membutuhkan waktu dan doa. Mungkin boleh pinjam istilah : inilah kema’rifatan pemahaman untuk mereka yang dikasihi Tuhan. Dan tentu ini akan sangat pribadi atau eksistensial.
*Belajar dari mengikuti khotbah-khotbah ada seorang dari 3 orang pengkhotbah diparoki kami, punya gaya khotbah dan metoda pendekatan umat yang sangat menggelitik. Dibuat gambaran peristiwa, para pelaku, peran dan wataknya, posisi dalam peristiwa; selanjutnya kepada umat dipertanyakan anda waktu itu dimana…? Seandainya anda disana saat itu, anda akan berperan dimana, bagaimana ?Methoda ini sungguh menyentuh setelah gambaran peristiwa lengkap dengan dampaknya dipaparkan.
D.Tinggal dalam Dia, Berbuah … dan Berbagi.
Thema Perayaan Paskah dan persiapannya, yang dirumuskan tersebut diatas bertujuan mengajakumat semakin signifikan dan relevan dalam hidup mengikuti Sang Guru. Tinggal dalam Dia sekurangnya berarti sadar sebagai murid dan pengikutnya (Tinggal dalam Dia) seluruh hidup pengikut itu dipengaruhiNya sehingga berbuah bermanfaat hidupnya untuk sesama (berbagi). Dalam posisi tertentu orang dapat berat untuk mengatakan sekaligus berat untuk tidak mengatakan sesuatu dari isi hatinya.
Oleh aspirasi Engkong Ragile tersebut diatas saya mencoba berbagi tentang Gladi Rohani. Gladi Rohani bukan hal yang ditabukan, bukan yg disucikan, bukan yang harus dimistikkantetapi pengalaman dan praktek yang harus diterima seperti gladi raga (olah Raga) saja. Dengan motivasi “Berbagi” “Sharing” untuk sesama, niatan yang baik janganlah menjadi batu sandungan.
Selamat Paskah !
*) E.Martosudjito,Pr., Salib Pusat Hidup Kristiani. Kanisius 2004.
**) 5 Hambatan Menjadi Penulis Bermutu, oleh Rekan Ragile
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H