Meski disetiap kaki tulisan kita di Kompasiana tertulis : “Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.”, semula memang saya tidak bermaksud memikirkan itu.
Pada suatu pagi sepulang dari ibadat pagi saya terlibat pada sekilas diskusi tentang akhir hidup orang-orang atheis, komunis, seperti Stalin, Aidit dan sebagainya.
Sebagai catatan kecil dikutip ini dari tulisan berjudul : “44 tahun Ilham (anak Aidit) tak sanggup tulis “Aidit” (nama ayahnya dibelakang namanya) ….”
Ditulis disana : “Ilham menceritakan dulu setiap menulis nama, tangannya selalu berhenti dan gemetar begitu selesai menulis 'Ilham'. Dia merasa tak sanggup melanjutkan untuk menulis 'Aidit' sebagai bagian dari kepanjangan namanya.”
“Dalam testimoninya di acara yang bertajuk Forum Silaturahmi Anak Bangsa ini, Ilham (bin Aidit) mengajak semua pihak berjiwa besar agar konflik masa lalu yang kelam tidak berbuntut panjang.
"Saya selalu ingin mengajak melihat peristiwa secara lebih lengkap," kata Ilham, Jumat 1 Oktober 2010.
Peristiwa pahit G30S/PKI pada 1965 lalu, kata dia, punya ekses yang panjang. Namun sejarah hanya mencatat segelintir dari seluruh bagian kisah pedih tersebut. "Sejarah tidak pernah mencatat ratusan ribu orang yang terbunuh, ribuan orang yang dibuang ke Pulau Buru atau mereka yang tidak bisa kembali ke negaranya," kata Ilham. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/180714-44-tahun-ilham-tak-sanggup-tulis--aidit-
Dari kutipan ini saya membayangkan demikian banyak orang dalam sejarah bangsa ini tidak mempunyai alur kehidupan menuju kepada kebahagiaan. Dan semuanya menjadi bagian dari proses kehidupannya.
Jauh berbeda dengan apa yang tersirat dikutipan ini :On September 30, 2013, Pope Francis anounced that the canonisations of Pope John Paul II and Pope John XXIII would occur on April 27, 2014. The announcement of Pope John Paul II's canonisation came after the Vatican revealed that two miracles were attributed to the late pope. After a dying French nun, Sister Marie Simon-Pierre Normand, prayed to Pope John Paul II for during her battle with Parkinson's disease—the same illness that killed the pope—she was cured. The second miracle involved a 50-year-old woman, who claimed that she was cured of a brain aneurysm after a photograph of Pope John Paul II spoke to her.(http://www.biography.com/people/john-paul-ii-9355652?page=2)
Apapun alasannya diberitakan bahwa Paus Fransiskus akan menyatakan kehidupan dua paus pendahulunya bernama Yohanes Paulus II dan Yohanes XXIII, sebagai orang yang terbukti baik dan berakhir bahagia. Pengumuman itu nanti pada tanggal 27 April 2014. Gereja Katholik menerima baik hidup dua paus tersebut.
Berbeda dengan apa yang tersirat dalam hidup Aidit dan dengan dampak yang disangga oleh Ilham anaknya. Aidit tidak diterima oleh Negaranya ketika itu.
Menarik dan dapat menarik banyak pelajaran ketika kita mau membaca Biografi seseorang. Ketika saya harus menulis biografi ayah saya saya belajar dari “Ayah” biografi Buya Hamka karya Puteranya sendiri.Saya merasakan dalam proses hidup seseorang itu terdapat alur kehidupan. Alur kehidupan itu menjadi semakin jelas seperti benang merah yang selalu bersambung sepanjang hidup ini. Saya pernah menulis dengan judul “Falsafah Panggilan Hidup : Cita-cita yang dipertajam.”Bila falsafah panggilan ini seperti motivasi dan dinamika seseorang, maka Alur kehidupan menjadi sebagai visi yang secara nyata telah dibuktikan dalam kehidupan. Seperti sebagai contoh saya melihat ayah saya sendiri ternyata setia dan berkesinambungan dalam menghayati hidupnya sebagi guru dan pelopor perkembangan. Pergantian zaman tak menghambat konsistensi beliau. Setiap orang tentu lebih-lebih para pengamat social, politik, budaya, kemanusiaan, kebahagiaan, akan melihat alur kehidupan seseorang dengan jeli. Pengamatan terhadap peristiwa dan orang yang bermuara pada penulisan harus secara konsekwen dipertanggung jawabkan.
Tanggung jawab akan selalu menyelimuti alur hidup, sehingga bahkan terintegrasikan. Tanggung jawab bertambah nyata dengan komitmen, kesetiaan, konsekwen, yang berkesinambungan.
Sebenarnya memang hidup itu seperti dikatakan Rekan Arimbi : Membaca dan Menulis. Tetapi saya ingin menegaskan Caleg dan Capres seharusnya menulis dibawah setiap langkahnya peringatan :Perkataan kampanye anda didengar dicatat dan semua harus dipertanggungjawabkan, seperti kami penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H