(menyongsong hari kemerdekaan)
Teman, kau pasti senang dengan pagimu yang cerah cemerlang
atau malammu yang disinari temaramnya dian-dian
dengan alunan lagu kenangan dibawah bulan keromantisan !
Apa kau lupa, kesorean hari
dengan keteduhan peninggalan mentari yang pergi,
sore itu belum malam, dan bukan pagi,
sore itu waktunya satwa piaraan, burung diudara pulang kesarang
sore itu waktunya pulang pedagang, pekerja, dan petani,
sore itu waktunya serah terima peran bulan.dari mentari.
Yang cinta malam, sore hari menjadi datangnya harapan,
Yang cinta pagi, sore hari jadi pertanda bakal ada hari,
Sore hari hanyalah sesaat, dimana terjadi proses perubahan
dimana ada pergantian peran antar energi dan energi,
antar potensi dan potensi,
dari alam dan semesta ciptaan Tuhan,
dalam kedamaian.
Kini kalau kubaca beritamu, kubaca opini-opinimu,
kudengar dan kulihat tayanganmu,
hanya penuh gaduh, perkosaan dan kekerasan,
ceritamu dihiasi gossip, issue, intrik dan demontrasi,
si kecil ini takuut, takut, oh Indonesiaku.
Beranikah aku bertanya:
.. kapan tiba malam purnama bulanmu dihiasi bintang ??
.. kapan pagi cerah dan siang keadilan diriasi kesejahteraan ??
(dari si kecil, bukan mahasiswa apalagi pengacara.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H