Siti Swandari bersama Cinta Buku Baca Buku dan 19 lainnya pad tanggal 11 Mei pukul 13:01 · menulis di Fb demikian :“Time out bentar, gakngomongin politik, kayaknya ini lebih penting, ........Lalu mereka berkilah tentang :
1. aneka ke-ngerian-an ttg perilaku sadis berkenaan dengan seks, dan prilaku lain yg kurang baik, ada degradasi/dekadensi moral. yang melanda di mana2.
2. ... anak2 SD sudah pada jadi *cabe rawit super* dengan gaya yang seronok amat banget.... piye yo ?
3. …. (tambahan saya: ) banyak anak kost yang kehilangan kehangatan keluarga, menjadi liar…. Serasa terbuang dari kasih sayang keluarga, yang sibuk mengejar……
Rekan Ibu Siti Swandari menunjuk salah satunya pengaruh datang dari kemajuan teknologi komunikasi yang memberi peluang melihat, membaca, banyak hal. Positif untuk belajar, dan belajar kebablasan juga dimungkinkan. Disamping itu pengaruh dari Perbaikan gizi bagi anak-anak kita memberi kepesatan kematangan anak termasuk libidonya.
Ada 20 orang lebih menanggapi dan saling berbuka barbagi masukan sampai saya menulis komentar: Asyiknya para ibu berbuka hati dan pendapat.
Masalah-masalah social itu sangat serius, mendesak, dan strategis, menyangkut masa depan bangsa. Masalah ini tentu tidak kalah pentingnya daripada politik dan omongan kita.
Saya selalu merenungkan ucapan Tanusidibyo, orang kaya, mencalonkan diri bersama Wiranto. Katanya: Seorang pengusaha memasuki dunia politik, tentu ada maksudnya. Negeri kita membutuhkan pertolongan……
Ucapan itu dikemas dalam kerangka “pencitraan” untuk pencapresan.
Proses pencapresan sudah berkembang seperti ini, tetapi “Program Pencitraan” itu belum diganti….. belum diubah. Targetnya jadi kemana….?
Terjun kedunia politik kiranya tidak terbatas menjadi presiden dan wakil presiden. Wiranto menjadi kernet buskota supaya dapat merasakan “nasib penderitaan rakyat”, tetapi untuk apa untuk menjadi pejabat politik ? Tanusudibyo melihat rakyat membutuhkan pertolongan oleh seorang wapres ?
Ada pada mereka kepedulian, potensi dan sarana, Bahkan mempunyai visi dan misi….. Cuma politik menjadi presiden dan wakilpresiden ?
Saya pada tahun 1977-1987 hanya sebagai legislatip kabupaten, bersiap membangun partai dari bawah sebagai partai PDI. Pada tahun 1994 PDI kena musibah, saya berpolitik membangun negri mengalihkan perhatian dengan para petani berorganisasi dengan gaya LSM. Saya kira tetap saja saya berpolitik, kelompok tani kami saat itu dimusuhi terus oleh Pemerintah Orba Daerah karena tidak memakai pupuk urea dan pestisida kimia….. padahal FAO Internasional pun memberi izin LSM kami memakai logonya…. Kegiatan kami untuk Pangan diakui.
Kalau saja saya jadi Hari Tan…………
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H