Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Promosi dan Menghibur Diri

18 Juni 2012   02:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:51 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ini Cerita perihal Curhat seorang penulis artikel Tercuekin yang mau promosi dan menghibur diri saja. Sore itu Mas Didong datang kerumah saya terus membual. Katanya :

== :“Menulis itu mudah, yang sulit itu menghasilkan tulisan yang baik. Jangankan mengikuti petunjuk Admin, Kompasianer senior, yang mahir dan lain lain, saya mau menulis apa yang sesuai “pengetahuan sendiri” saja belum tentu berhasil baik.”

== :“Apa si pengetahuanmu itu?” tanyaku langsung. Dan dijawab:

== : “Bukan yang belum pernah ditulis rekan-rekan, atau bukan yang berbeda dengan standar nilai menurut Admin.Pokoknya ada tiga unsur dasar yang harus diperhatikan kalau saya mau menulis dengan baik yaitu: subyek, obyek, standar penulisan.

== :“Subyek itu dirimu, apa maksudmu. ?”, tanyaku lagi

== :“Ya, Itu kesiapan saya untuk menulis. Mestinya saya atur emosi, saya tengok mood, saya bangunkan rasa kegembiraan, saya pertanyakan kecerdasan saya, dan apa bekal saya membedah masalah yang saya hadapi”.

== :“Mau menulis apakah selalu membedah obyek. Obyek itu sudah ada dibenakmu tinggal mengekspresikannya bukan ?”, saya menyoal.

== :“Membedah masalah diawali dengan memilih sasaran tembak. Sasaran adalah materi bakalan topic tulisan. Kalau itu suatu peristiwa atau kejadian secepatnya saya harus bisa menganalisa. Hasil analisa bagai dijumlah tersusun rangkuman. Merangkum sasaran ( apapun itu) mengarah pada penentuan judul. Artinya substansi obyek atau peristiwa ditentukan. Demikian saya hadapi dalam kesiapan terhadap sasaran. Nah sudah begitu cermat, tetapi itulah Cuma menghasilkan tulisan Tercuekin menurut istilah Kong Ragile: Postingan terengah-engah”

(Catatan : POSTINGAN TERENGAH-ENGAH: Postingan yang sepi banget pembaca. Mungkin amat bermutu tapi apes nasibnya. Biasanya salah pilih waktu publish, judul tidak menarik, alinea pertama bikin males baca. Andaikata diangkat oleh Admin mungkin lain lagi ceritanya. Tapi wis nasib awak ya kepriben maning? (http://media.kompasiana.com/new-media/2012/06/06/5-jenis-postingan-tercuekin-oleh-admin/ )

Mendengar omongan yang meluap-luap diseling oleh endusan nafas kesal sayapun menyadari bahwa sebenarnya janganlah kita itu kepengin sama seperti penulis lain. Sebab setiap penulis punya ciri sendiri sendiri, dan temukan jatidiri, diri sendiri. Menurut saya untuk pemula menulis jangan terlalu memaksakan diri apalagi focus hanya pada masalah-masalah teknis, Belajar bertahap saja.

Kembali Mas Didong yang curhat itu masih menghibur diri, katanya :

== :“He Kawan, kau kan kawan di kompasiana. Asal saja kau mau baca kamu sendiri saja cukup, sebab kau selalu serius. Saya menabung tulisan dan aku percaya : mutiara seharusnya dicari, rumah makan yang enak, bengkel yang terpercaya, selalu dicari, disudut tempat manapun posisinya, begitu pula tulisanku saya buat seenak mungkin…belakangan akan dibaca orang. ”

Dan sayapun ikut menghibur saja :

==:“Ada peribahasa Malu bertanya sesat dijalan, untuk menulis rajinlah belajar dari artikel di kompasiana itu yang HL atau terrekomendasi. Belajarlah dari tulisan seperti artikel Kong Ragile :diksinya dan koment2 pembaca tersirat petunjuk untuk HL : dan itu tak mudah. Disamping itu belajar dari tulisan sendiri dan tanggapannya. Selain itu banyak tulisan tentang menulis, seperti Rekan Adi Supriadi, Thamrin Dahlan, Odi, OMJAY dsb. (OMJAY. Diantaranya http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/21/menulis-akses-menuju-eksistensi/)

Mas Didong, orang cerdas tetapi sedrhana itu pulang nampak lega bisa curhat kepada saya. Saya bertanya boleh tidak curhatnya saya share di tulisan di Kompasiana. Dijawab, “jangan sebut nama saya”.

(Yogyakarta, 16 Juni 2012, Diangkat dari pengalaman nyata, nama disamarkan,)

Tulisan saya perihalTulis menulis yang banyak link terkait : “Penulis Kompasiana yang signifikan”. di : http://media.kompasiana.com/new-media/2012/05/08/penulis-kompasiana-yang-signifikan/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun