Kemarin pagi saya kebetulan membaca sebuah artikel tentang pertemuan sebuah perkumpulan mondial. Dimulai dari Italia. Dan dewasa ini telah berkembang subur di Indonesia. ... “Mungkin belum terlalu banyak di antara kita di Indonesia yang mendengar nama Komunitas Sant’Egidio. Baru baru ini ...(diselenggarakan) pertemuan para sahabat Komunitas Sant’Egidio di seluruh Indonesia untuk memperingati 40 tahun berdirinya Komunitas itu. Pertemuan dihadiri oleh 10 uskup, puluhan imam, biarawati, anggota Sant’Egidio Indonesia dan 2 perwakilan dari Italia...”demikian ditulis dalam pelaporan/artikel , yang saya baca itu. (http://www.santegidio.org/pageID/64/ langID/vi/itemID/7494/PERSAHABATAN_DAN_PERSAUDARAAN.html)
Sore harinya kemarin itu pula datang susul menyusul enam orang sahabat saya kerumah. Jam 19.00 dua orang, jam 19.20 datang seorang lagi. Disusul bergantian pula tiga orang teman akrab saya. Apa yang ada dihidangkanlah oleh isteri saya : segelas lemonti dan satu stoples kue. Rupanya memang seorang teman mantan anggota polri sengaja mengajak empat orang teman dan saudaranya berramai ramai kerumah saya. Sementara saya memang menerima tamu juga seorang petani yang giat mantan kepala sekolah dan dosen di sebuah lembaga pendidikan di Jakarta. Maka terjadilah pertemuan spontandari teman-teman : mantan polisi, mantan pns, mantan kadus, mantan guru, mantan kepala sekolah, mantan karyawan rumah sakit, serta saya seorang “pengacara” (pengangguran banyak acara) dari dulu sampai sekarang. Dan terjadilah dirumah saya tadi malam acara curhat yang menarik.
Curhat pertama dari Rekan mantan Polisi. Dirasakan sampai saat ini masih galau. Dirasa ada sesuatu yang hilang, sehingga seperti kesepian dan tidak melihat target. Seakan tidak tahu harus berbuat apa. Anak-anak telah cukup dewasa, telah selesai studinya. Sementara sang isteri seorang perawat masih bertugas di Puskesmas.... Curhat berikut dari Sang Petani mantan dosen. Dari Jakarta pulang kampung di Bantul Yogyakarta. Anak tiga orang, sudah selesai pendidikan, bahkan sudah nikah dan bekerja serta sudah punya rumah sendiri. Sebagai ortu berdua sangat bersyukur tiga orang anak, tiga menantu seiman dari keluarga seiman. Semua serasa memuaskan, pantas untuk disyukuri. Namun demikian dia juga sempat frustrasi dan mengalami postpower syndrom. Selama hampir dua tahun hidup dalam rasa tertekan dan sakit- sakitan : diabetes, dan gangguan saluran kencing. Akhirnya dia dengan segala susah payah menemukan dirinya. Memilih profesi yang dia banggakan : petani organik. Petani dengan tidak menggunakan pupuk dan obat kimia. Pendek kata dia merasa hidup kembali dengan bangga menjadi PETANI, katanya dengan nada tegas. Dan dari keseimbangan hidupnya banyak hal dan potensi diri seperti kembali dan mendapatkan kesehatan, bahkan peluang serta tantangan luas.
Peda akhir pertemuan saya hanya mempertemukan peristiwa bertemunya tujuh teman ini untuk memulai membangun persahabatan menuju persaudaraan yang bermanfaat untuk kehidupan lanjut usia ini. Kami saling berjanji untuk 35 hari lagi (hitungan Jawa : selapan hari, bertemunya hari mingguan dan hari pasaran yang sama seperti hari ini) akan bertemu lagi pada jam 19.00-21.00, untuk acara Curhat, doa bersama, dan berencana sesuai dengan bisikan nurani saat nanti.
Saya berfikir bahwa apa yang saya baca dipagi hari kemarin dapat saja terjadi pada diri kami. Pertemuan dari hati kehati akan menemukan muara yang membahagianan. Persahabatan dan Persaudaraan dalam Tuhan, membangun kesejahteraan lahir batin untuk diri kami dan dengan izin dan berkat RahmatNya bisa berkembang untuk orang lain lebih luas lagi. Kami akan mulai dengan bertujuh, dan bila situasi memungkinkan nantinya masing-masing dari tujuh itu akan membawa teman dalam pertemuan yad pertemuan Doa dan Curhat saling meneguhan itu. ...
Salamku dan hormatku .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H