Sebenarnya hanya mengajak berbagi tentang perangai pembaca. Perangai maksudnya perilaku, kesukaan, minat, kebiasaan dan apalah boleh diperluas dipersempit sesuai pangamatan kita bersama. Pembaca maksudnya orang yang membaca hasil penulisan orang lain. Maka ada Pembaca dan Penulis. Sampai beberapa lama perhatian saya terfokus pada dua kutup tersebut : pembaca – penulis. Dari seting peran itu saya awalnya berpendapat bahwa niscaya penulis akan berusaha hasil karyanya dibaca orang oleh orang lain seakan sebagai pasar hasil kerjanya. Dari dua subyek itu bisa dipelajari sifat, watak, harapan segmen (pasar) pembaca.
Akan tetapi anggapan itu kurang tepat. Sebab saya belajar dari tulisan Rekan Kompasianer Yth yang sangat sering menyatakan tidak puas terhadap Admin. Yaitu mengenai pencantuman tulisan sebagai HL, terrekomendasi dsb, beserta segala persyaratannya.
Belum terlalu lama saya baca lagi (sebenarnya membuat postingan saya yang ini yang siap kirim saya revisi lagi karena) tulisan rekan Syaripudin Zuhriberjudul “Membaca di dibalik Berita” (http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/05/membaca-di-balik-berita/). Kendati saya sendiri sudah pernah menulis tulisan dengan kata awal : Marilah kita arif “memaknai setiap Peristiwa”, http://sosbud.kompasiana.com/ 2012/04/26/melongok-peristiwa-menjenguk-event/. Tetapi khususnya pada tulisan yang “berita” kita diingatkan adanya sosok penting yang namanya Penerbit /editor/ Admin. Maka setting peran tulis menulis atau dari sisi lain “bacaan”bukan hanya ada Penulis dan Pembaca tetapi ada Admin/Editor/Penerbit. Dan ini dimana mana mempunyai pengaruh besar “dibalik” berita, dibalik tulisan.
Kembali kepada Peran Admin, Editor, Penerbit signifikan sekali kalau kita belajar dari Surat Kabar. Surat Kabar “memilih” segmen pembaca, Surat Kabar mengatur juru tulis berita, Surat Kabar mengatur jenis berita, bahkan Surat Kabar akhirnya menentukan “pengaruh apa” yang mau diberikan kepada pembaca. Harian Pos Kota konon SKnya Harmoko saat itu memulai dengan Koran yang dihalaman pertama adalah “daftar” judul dan Awal berita, berita sebenarnya dihalaman dalam. Katanya justru itu Koran orang sibuk.
Saya juga mendengar teori menulis menarik adalah dari seorang rekan wartawan yang bersemboyan menulis sambil membayangkan berbicara langsung kepada pembaca.
Nah memang belajar tentang perangai pembaca itu penting agar penulis dapat menulis baik, banyak pembacanya agar pesannya diterima untuk pembaca yang dikehendaki. Pertama belajarlah dari pihak Penerbit/Editor/Admin. Apa yang dikehendaki. Diharapkan, dan disukai Penerbit, Editor, Admin itulah yang ditaruh dipasang ditulis depan.
Kalau anda tidak dapat bertemu dengan mereka tentu hanya belajar dari membaca saja terbitannya. Kompasiana ada itu HL, ada nilai actual dst. dan beberapa criteria “TER…”, tulisan macam apa yang dianggap baik, pelajari dari situ.
Masih ada lagi jendela pembelajaran yaitu sidang pembaca Kompasiana itu sendiri. Berapa banyak kali tulisan anda dikunjungi. Angka yang ada dibawah judul tulisan anda ada tertulis dibaca dan Komentar. Angka pembaca apakah itu memang jumlah pembaca diluar penulis sendiri atau termasuk kita sendiri yang harus membukanya saat akan memberi tanggapan.
Pertanyaan berikut apakah semua pembaca memberi komentar. Kalau ya tentu angka “dibaca” sama dengan “komentar”. Kalau tidak itu berarti Pembaca Kompasianer itu tidak-semua suka memberi komentar.
Menurut dugaan dan ini tidak eksak nampaknya ada kesimpulan bahwa :
1.Pembaca sangat percaya kepada penilaian Admin karena yang oleh admin di nilai baik, HL dll banyak dibaca.
2.Pembaca sesama Kompasianer mempunyai pengenalan terhadap pribadi-pribadi yang dianggap penulis baik.
3.Pembaca memang jeli minimal lewat judul dapat medeteksi tulisan yang diminati atau dianggap layak baca.
4.Pembaca rata-rata sangat hemat waktu, sehingga enggan memberi komentar kendati membaca.
5.Pembaca rata-rata memiliki jaringan pertemanan dan itu sangat menentukan jumlah kunjungan.
6.Ada Pembaca yang memang mencari tulisan-tulisan milik siapa pun itu yang ingin dibaca untuk dipelajari. (Ada pengakuan disamping beberapa kali saya sendiri suka menulis dengan mengutip tulisan teman)
Dengan mengupas fenomena tulis menulis dan baca membaca seperti ini harus menjadi jelas bahwa ada tiga pihak yang ada di setting peran tulis menulis ini yang secara timbal balik saling mempengaruhi dan memberi warna terjadinya proses transaksi informasi dan pengetahuan lewat tulisan.
Kalau anda berdiri disana secara arif harus saling belajar dari masing-masing pihak dalam seting itu. Tentu termasuk aturan main disana harus jeli dipelajari.
Salam Kompasiana...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H