Saudara-saudara kita warga Muhamadiyah hari-hari ini sedang menyelenggarakan muktamar di Yogyakarta. Disyukuri moment genap 1 abad berdirinya lembaga social keagamaan tersebut yang kini sudah menjadi semakin besar. Muktamar adalah pertemuan dimana warga dalam kelompok besar bertemu saling berkomunikasi. Agar komunikasi itu intensip dan berhasil maksimal biasanya terdapat forum-forum berjenjang dari kelompok kecil sampai forum pleno dan/atau sebaliknya.
Dalam setiap musyawarah, sarasehan, seminar, tentu terjadi komunikasi dengan basis utama penalaran. Ratiocinium atau proses penalaran membuat orang menciptakan argumen-argumen dalam berdiskusi. Tetapi akan nampak nyata bahwa argumen-argumen mereka yang berdiskusi memasukkan pengalaman-pengalaman pelbagai "peristiwa" yang melibatkan manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya meliputi baik perasaan, angan-angan, kreativitas, penglihatan, pendengaran dan penghayatan pribadi lainnya. Nalar dari akal sehat yang macam apapun belum menyelesaikan masalah yang mau menjawab tuntutan kehidupan.
Belajar dari sejarah filsafat dapat ditarik pembelajaran bagaimana arah pemikiran kefilsafatan yang cenderung mau menjawab permasalahan kehidupan dengan budi murni saja tidak pernah menemukan kepuasan. Penalaran yang berangkat dari pengalaman dan pemikiran murni akal sehat macam manapun banyak kali menemukan absurditas dan atau cara berfikir kebenaran dengan keterukuran positip yang angkuh.
Maka Kebijaksanaan Illahi memutuskan mengirim panggilan dan penawaran kepada manusia dengan Ilham, Wahyu, dan atau Roh Pencerahan melalui para Nabi. Sayangnya Pesan Illahi yang disampaikan oleh para nabi (belum lagi kalau ada nabi gadungan) akan menjadi suatu system-system yang kemudian menjadi bahan penafsiran yang disengketakan.
Maka baiklah kita melihat setiap permasalahan kehidupan dipecahkan bukan dengan keangkuhan diri, tetapi pengakuan posisi diri yang benar. Manusia dipanggil dalam pergumulan kebersamaan umat. Pengalaman akan Allah hanya diberikan kepada manusia terpilih yang mulia hati seperti Nabi Mohammad SAW, Nabi Isa. Nabi Abraham, Sang Budda, yang memposisikan diri dihadapan Allah dan sesama pada pisisi yang benar. Dan marilah kita mencoba melihat niat baik orang yang dengan kerendahan hati ingin mengaktualisasikan panggilan Allah sesuai yang mereka "alami".
Kebersamaan menghadap Allah sedang dilaksanakan oleh Keluarga besar Muhammadiyah. Dalam muktamar mereka mencoba melihat Kehendak Allah dengan berdiskusi antar sesama mereka. Dan mereka akan menelaah keterpanggilan mereka ditengah masyarakat kita semua. Semoga mereka yang sedang berdiskusi dan berkomunikasi mendapat tuntunanNya, pencerahan dariNya, sehingga berhasil dengan baik: untuk Kemuliaan Allah dan kesejahteraan manusia.
Wassalam ........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H