Pentinglah “Merenungkan” peristiwa Kamis, tanggal 20 September 2012, Pemilukada DKI, dan itu pasti dilakukan banyak orang. Bukan saja para cagub-cawagub, tim pendukung, tetapi seluruh warga DKI, bahkan kita semua pantas dan patut merenungkan untuk belajar dan menarik pembelajaran darinya. Dan kiranya masih akan banyak tulis menulis disini seputar peristiwa ini .
Pemilukada adalah perilaku politis. Terjadi diibukota, untuk, oleh warga DKI, pelaku, pelayanan dan pengamat. Media masa, komunikasi social, system, dan nilai-nilai politik dan kenegaraan ditampilkan, diuji dan dinilai, menjadi barometer politik, pantas bahkan wajib di pelajari untuk semua daerah seluruh wilyah RI.
Telah banyak lontaran gagasan, opini, yang bersifat paparan evaluatif, dll. Disini saya sekedar memandang dengan sekilas pandang dan mencoba menyelami sebuah titik sentral yaitu kekuasaan.
I. Dalam dan dengan kata kekuasaan kita bisa melihat : Kekuasaan, kekuatan, kemampuan, kewenangan, kemungkinan, peluang,Berebut peluang, Mengatur Kepentingan Umum, Kesejahteraan rakyat, Demokrasi, Pemimpin, Kepemimpinan dan tanggungjawab.
II. Apabila semua diatas telah diselami makna dan substansinya, maka kita bisa melihat situasi, tantangan dan lawan-lawan yang menghambat, manakala itu mau dilaksanakan. Situasi yang signifikan bisa di formulasikan dengan “perbedaan pemaknaan” dan “perbedaan nilai yang mendasari”, disamping kemajemukan masyarakat. Inilah yang mengarahkan kepada selalu ada Perebutan Peluang.
Berbicara tentang Pemaknaan dan aplikasi nilai perlu di lihat dalam kenyataan dan pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan mengatur kepentingan umum perlu di tinjau dan direnungkan dengan kacamata “Pelayanan Umum” pelayanan masyarakat.
Kekuasaan yang sebenarnya juga sebuah amanat, entah dipahami dari Rakyat entah amanat dari Sang Pencipta sendiri, itu sangat menentukan bagaimana dilaksanakan. Rakyat dan masyarakat DKI yang tg 20 itu menjadi pelaku penentuan alternatip itu dengan pilihan salah satu figure kepemimpinan/bakal pelaksana kekuasaan, berhasil memamerkan pilihan kepada gaya kepemimpinan/kekuasaan yang diharapkan. Banyak pengamat mengatakan bahwa isu-isu agama dan tausiyah-tausiyah politik tidak begitu laku lagi sebagai salah satu komoditi jualan. Dan bahwa agama bukan lagi menjadi suatu pertimbangan yang berarti dan nomor satu pada masyarakat saat ini dalam berperilaku politik dan soal kekuasaan.
III. Terkait kuat dengan perubahan, tidak lagi ini tidak lagi itu, sebenarnyalah semua itu berkat peran media masa dewasa ini. Pembentukan opini public menjadi sangat menentukan hamper semuanya.
Pertanyaan-pertanyaan reflektif bisa dikemukakan:
a.Pembelajaran apa yang bisa saya ambil dalam mengikuti dan memaknai selanjutnya memanfaatkannya untuk membangun diri sendiri ?
b.Pembelajaran apa saya sebagai pembelajar bisa membaca peristiwa penting actual dan untuk berikutnya menulis mungkin jurnalistik mungkin kanalisasi lain. ?
c.Dan sesungguhnya bukankah anda juga bisa berpotensi untuk ikut partisipasi membangun opini public ?
Sungguh pantas diacungi jempol masyarakat DKI yang tentu sangat majemuk dari banyak segi sosialnya, tetapi dengan sikap dewasa dapat menyelenggarakan event yang besar dan berhasil itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H