Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Janji-janji Kampanye adalah Perjanjian Hutang…..

27 Maret 2012   00:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti buah-buahan ada musimnya maka sekarang ini kita sebut saja di ibukota sedang musim pilkada. Pilkada untuk DKI.1. ibarat buah barangkali buah durian. Orang Solo saja mau menjoloknya. Dan sebagaimana hasil pemilu, demikian pula hasil pilkada dimana saja orang mempertanyakan bagaimana pelaksanaan janji-janji disaat kampanye.
Perjanjian dagang atau bisnis mungkin orang pergi kenotaris dan tanda tangan perjanjian. Disaat kampanye tak ada rakyat yang harus ikut tanda tangan perjanjian itu. Tetapi tawaran program itupun janji.  Programnya yang diumumkan saat kampanye adalah janji. Program bukan uang yang harus dihitung dan bila menerima harus tanda tangan kwitansi. Tetapi boleh Tanya juga : Apa memang janji kampanye harus hanya diwujutkan pada omongan dan kwitansi.?

Dalam dunia ini kehidupan bisa jadi suatu proses dari : Prinsip, Implementasi dan Resiko. Prinsip maksudnya adalah cita-cita, program, pokok-pokok rencana kerja, yang diawalnya telah dikehendaki. Implementasi adalah pelaksanaan termasuk semua daya upaya dan usaha untuk terlaksananya prinsip. Resiko adalah semua kemungkinan buruk yang terjadi yang memang sebelumnya tidak dapat dipastikan akan terjadi. Namun resiko harus diperhitungkan agar nantinya dapat diatasi atau mampu diterima sebagai pertanggungan jawab berani membuat rencana dan melaksanakan.

Hanya manusia yang berintegritas tinggi, utuh kepribadiannya yang mampu  melihat kedepan secara holistic melihat dan melangkah mantap penuh tanggungjawab.
Banyak sekali orang berrencana bahkan mulai melaksanakan tanpa melihat resiko sedikitpun dan ditengah jalan terhenti. Manusia yang untung-untungan seperti itu jangan berani mencalonkan diri yang berarti mempertaruhkan nasib rakyat pada keberuntungan yang tidak masuk akal.

Semoga kita dapat menemukan insan-insan yang layak menjadi pilihan dan menghargai kehidupan untuk menjadi pemimpin rakyat. Tetapi sudah waktunya pula rakyat diajak, disadarkan bahwa sebagai pemilih itu bebas dan bertanggungjawab. Mengingat rakyat banyak  tidak semua cukup memadai dalam membuat penilaian dan mudah tergiur oleh janji dengan lampiran kwitansi maka perlu ada pihak yang mengingatkan. Dan perlu ada tawaran-tawaran alternatip yang legal dan masuk akal. Seperti adanya “pengawas independent” /NGO, terhadap pelaksanaan pemungutan suara, mestinya harus ada lembaga pengawas kampanye…. dan dampaknya bagi masyarakat awam….
Ada janji ada perjanjian ada kesadaran keterlibatan dan seharusnya ada tanggungjawab bersama. Proporsi pembuat janji dan penerima janji masing-masing pada posisinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun