Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Iman yang Di'pertanggungjawab'kan

11 Februari 2015   04:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah sekolah dimana anak saya sekolah saat itu beradagium: Bebas Bertanggung Jawab. Sampai sekarang saya suka mengamalkan semboyan itu untuk anak dibawah tanggung jawab saya setelah itu.

Bagi saya mempertanggungjawabkan iman kristiani saya tidak sama dengan “kristenisasi”. Dibawah ini tidak ada kesaksian atau ajakan untuk mengikuti agama saya. Saya juga berharap mempertanggungjawabkan iman Islami tidak sama dengan ‘Islamisasi’ atau dakwah. Demikianpun untuk semua agama…

Dimedia masa terbuka ada ‘istilah’ yang mengatakan isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. Media yang mau menghindari debat agama memang baik. Namun Jurnalis tak bisa menghindar dari kenyataan kontroversi dan diskusi antar manusia berkehendak bebas dan dalam keberagaman. Masih ada lagi kecenderungan paham ‘bad news is good news’. Tetapi memang bisa ada banyak peluang kebebasan manusia dibagikan kepublik dengan dan lewat pertanggungan jawab sebagai manusia berakal budi.

Dimedia kita sudah jamak para filosof, budayawan, spiritualwan sebenarnya bicara soal iman, kepercayaan dan agama. Kendati kadangkala seperti gagal paham memberi peluang emosionalitas, namun bila berhasil rasionya mengedepan lagi tidak akan terjadi lontaran kata yang dangkal.

Beberapa tulisan semacam itu sangat sering diberi nilai : ‘inspiratif’, bahkan actual. Itu pertama memberi peluang refleksi atau adanya pencerahan, tetapi kalau dinilai actual itu berarti menyentuh realitas atau factual. Padahal refleksi terbaik itu setepaknya dilakukan oleh pemeluk kepercayaan keimanannya masing-masing.

Ketika seorang filosof disini bicara soal manusia yang seperti ini, dengan ‘bahasa filosofi atau ontologi’ akhirnya tidak terlepas bicara juga perihal agamanya. Sementara psikolog, sosiolog dan sejarawan dalam membahas peristiwa social di Indonesia ini sulit tanpa menyerempet, dan implisit bicara soal agamanya. Agama dalam Bahasa social budaya. Sebaliknya ada banyak teolog-teolog dari akhir abad lalu banyak bicara soal teologi pembebasan yang berbau politis.

Saya sering berfikir selayaknya seorang jurnalis harus mampu pada saatnya menyampaikan laporan dan atau opini yang disoroti dengan pendekatan interdiscipliner. Dan para pembaca apalagi komentator yang bijak tidak terfokus dari sudut pandang sempit. Sementara menyentuh perihal iman kepercayaan pada kesempatan terbuka hendaklah dikedepankan saling menghormati antar umat beragama dan berkepercayaan apapun. Sebab seperti saya terima dan saya bagikan memang tetap ada saja hal inti yang tak tersampaikan dalam kemauan berkomunikasi karena perbedaan.Seperti halnya kontoversi hal ucapan natal. Seharusnya tidak usah diperruncing, sebab kebahagiaan kristiani yang intipun tak terbagikan kepada yang tidak seiman. Namun yang terjadi sebelum ada ‘larangan’ ini, semua merasakan sekedar pada batas-batas pergaulan social keseharian.

Maka yang akhirnya terpenting adalah pertanggungan jawab rasional terhadap iman (dari siapa saja) yang diterima melalui tradisi dalam ketaatan pada sumber iman masing-masing. Sebuah contoh sederhana pamahaman dan pendalaman iman yang diterima dari agama orang tua melalui refleksi iman oleh manusia berakal budi dengan/dalam dialog saja kepadaNya..…..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun