Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FSC) TIGA SURAT CINTA KE SORGA.

13 Agustus 2011   14:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:49 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

1.Surat Pengantar Cinta

Kepada Yth

Malaekat Gabrieil,

Utusan Tuhan

Di Sorga.

Dengan segala hormat,

Bersama surat ini saya sertakan 2 pucuk surat cinta terlampir mohon disampaikan kepada :


  1. Theodora Siti Suisni, ibu saya
  2. Mikaeil Sumadi, bapa saya

Ya Bp. Malaekat Gabrieil yang baik anda biasanya diutus Tuhan menyampaikan berita gembira dan cinta Tuhan. Dari surga Anda pasti melihat saya diminta berkirim surat Cinta bukan oleh Malaekat Tuhan hanya oleh Admin Festval Surat Cinta Kompasiana.

Yang paling saya cinta didunia adalah ayah bunda saya yang telah dipanggil menghadap Tuhan. Adapun anak-anak saya sewaktu-waktu biasa telpon kepada saya. Sementara saya tidak tahu dimana tempatnya dan kediaman ayah bunda. Nomor HP pun mereka tidak memberi tahu.

Ya Malaekat Gabrieil, saya percaya tanpa melihat daftar penghuni surga pun saya yakin ayah saya pasti anda kenal sebab memakai nama saudara Anda, Mikaeil.

Tolong ya Malaekat Gabrieil sampaikan dua surat cinta terlampir kepada mereka. Surat ini saya taruh diatas atap rumah saya malam Minggu ini tolong Anda mengambilnya. Terima kasih atas pertolongan Anda.

Hormat saya,

Emmanuel.

2. Surat – CintaKesatu.

Kepada

Ibuku Yang ku cintai

Di Sorga.

Menulis ini aku teringat bagaimana di sekolah dahulu aku diajar oleh guru pelajaran bahasa Jawa membuat surat yang sopan kepada orang tua. Harus ada awalan (odo-ngiyah), menyapa dan bertanya serta mohon doa, dan seterusnya keperluan hingga menyebut nama sendiri.

Ibu, banyak hal ternyata aku bisa melakukan pesan ibu. Dari yang sepele, bagaimana aku harus berani menelan obat kinine yang pahit, bagaimana aku harus berupaya mencari sendiri barang hilang, sebelum bertanya.

Ibu, aku menangis engkau melihatku dari sorga. Aku merindukan usapan tanganmu dikepalaku. Aku merindukan bergayut dilehermu.

Menghadapi tantangan dan kesulitan hidup aku bisa tegar, tetapi mengingat kehangatan dan erengkuhanmu aku teteskan butiran jernih dari mataku.

Jauh atau dekat hatiku dan hati ibu bagaimana harus dikata. Kalau jauh memang aku rindu. Kalau dekat denganku, kini seperti ibu disampingku.

Karenanya biarkan aku berbangga ibu. Karena pesan dan harapan ibu saat terakhir kita berdekapan sebelum ibu menghadap Tuhan, telah kulaksanakan. Meski saat itu aku menolak harapan ibu itu dan memilih cita-citaku sendiri, tetapi bimbingan Tuhan membawa aku sesuai dengan harapan ibu. Telah terlaksanakan aku menjadi bapak cucu-cucu ibu. Dua orang lelaki perkasa kini dapat kausaksikan: cucu ibu berdampingan dengan isteri mereka dan cicit ibu pula. Restui mereka cucu-cucu ibu itu. Sebab telah kuajarkan pula bagaimana mereka harus menghormati kakek dan nenek mereka.

Sekarang, ibu, ajari lagi aku sendiri berdoa kepada Tuhan. Bolehkah aku berdoa kepada Tuhan seperti ibu mengajarkan aku berdoa setiap sebelum makan, sebelum tidur dan setelah bangun pagi. Bolehkah aku, berkenankah kiranya Tuhan bila doaku seperti anak-anak itu lagi.? Aku akan mengikut kata-kata ibu. Kadang aku hanya berdiam diri saat ibu yang berdoa. Aku merasa doa ibu sudah begitu panjang, sementara selera makanku sudah sangat mengganggu. Ibu sekarang dekat dengan Tuhan. Tolong bantu cucu-cucu ibu, karena aku sudah tidak bisa bantu mereka lagi. Mereka jauh dari aku. Setelah itu baru bantu aku dan tulang rusukku, menantu ibu. Dalam doa dan kerja dihari tuaku ini.

Seperti waktu aku harus meninggalkan ibu untuk pergi ke asrama tempat aku menuntut ilmu untuk hidup, rasanya sekarang aku harus mengakhiri surat ini untuk dikirim kepada ibu.

………………………………

Doa ibu selalu kuharap.

Putramu rindu :Datu.

3.SuratKedua

Kepada Ytc.

Bapak : Ayahku, Pembina dan Sahabatku

Di Sorga.

Hormat dan rinduku pula.

Pak, engkaulah sumber DNA-ku, asal usul hakekatku.

Mengenangmu selalu kutemukan pengembangan keteladananmu untukku. Perjuangan politik, pengabdian masyarakat dan Gereja, serta warga masyarakat yang lemah. Kerendahan hatimu, kesantunan untuk sesama mendukung pengabdianmu kepada anak sekolah dan orang yang lemah. Bahkan cucu-cucumu mewarisi darimu jiwa pembina dan pendidik bagi masyarakat lingkungan mereka.

Mengenangmu selalu terjawab pelbagai masalah hidup ini. Seperti dikala bertugas keluar daerah hingga pulang malam, engkau masih berjaga menunggu kepulanganku. Engkau dampingi hidupku sampai Tuhan memanggilmu. Engkau bertanya keselamatan perjalananku, engkau bertanya keberhasilan kerjaku. Engkau Pembina dan sahabatku selama hidupmu.

Pak, Sekarang engkau boleh melihat tugas hidupku hampir selesai. Kecemasan yang kau kilaskan kepadaku sebelum kauhembuskan nafasmu yang terakhir tentang tanggung jawabku berkeluarga, tentang tugas melanjutkan karyamu, serta tentang keutuhan kesatuan silaturahmi seluruh keluarga anak cucumu, serasa telah aku selenggarakan seluruhnya sedapatku. Semoga Bapak melihat dan puas dan bangga karenanya. Sebab engkaulah ayah, pembina dan sahabatku.

Pak, dampingi anakmu dari sorgamu, pada langkah-langkah akhir dalam sisa hidupku ini. Penerusmu adalah dua orang lelaki cucu Bapak. Restuilah mereka seperti Bapak selalu merestui setiap perjalanan peziarahanku di jalanmu dahulu.

Pak, sampaikan salamku kepada adikku, saudara-saudaraku yang telah didekatmu sekarang di sorga kediaman Tuhan kita. Doa dan restumu untuk kami yang masih berkelana dimedan kesementaraan ini. Doa dan restumu itu kami nanti penuh harapan beriring dengan :

Hormat bakti dan cintaku selalu.

Puteramu:

-datu-

No.109. Astokodatu

Untuk membaca hasil karya para peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke akun Cinta Fiksi .dengan judul postingan : Inilah Malam Perhelatan & Hasil Karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun