Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daerah Istimewa Yogyakarta: Opiniku

22 Januari 2011   05:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:18 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai orang Yogyakarta mengaku suka menulis tidak lengkap kalau tidak menulis tentang gonjang gonjing keistimewaan Yogyakarta. Kalau disuruh jawab pertanyaan setuju ditetapkan atau dipilih Kepala Daerah Istimewa ini, ya itu namanya disudutkan. Kebanggaan wong cilik terhadap peran sejarah dan peran hakiki Yogyakarta bagi Indonesia disadari oleh wong cilik tidak sekedar kesitu.

Wong cilik dimaksudkan bukan tokoh masyarakat, apalagi tokoh politik, tetapi orang biasa yang tiap hari mengkais-kais rejeki dengan bekerja sederhana semampunya, petani, pedagang, ibu rumah tangga desa, yang kesemua itu warga negara, yang secara dasar mempunyai hak berbicara. Mau dengar suara mereka, jangan duduk dibelakang meja, menanti berita atau menunggu laporan datang. (untuk pejabat) Mau tahu realita, jangan duduk dibelakang meja sekedar studi pustaka, betapa pentingnya itu bahan banding.(untuk ilmuwan)Tetapi datangi wong cilik, tanya bagaimana rasanya menjadi orang Yogya, apa yang mereka dengar, lihat, rasakan, dan apa yang mereka hayati sehari-hari. Tidak mungkin ?Susah ? Atau males ?

Wong cilik sekarang melihat merasakan realita dalam perjuangan hidup sehari-hari, tidak kalah berat dengan perjuangan untuk hidup atau mati layaknya para pejuang kemerdekaan. Perjuangan petani sekarang untuk mengatasi datang gerak alam tak menentu, seperti dahulu para pejuang mengatur siasat kapan musuh kemerdekaan datang. Para pedagang sayur pusing seribu keliling tidak berani beli lombok sekali waktu karena modalnya kurang amunisinya habis terkuras…. Para buruh kecil harus berat bertimbang rasa suami isteri mengatasi beaya pendidikan anak dan pengobatan oroknya yang sakit. Itu tidak kurang berat dari para pahlawan desa membantu dukungan makan para gerilyawan kemerdekaan yang kemudian dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Sekarang semua orang kecil seperti jaman dahulu belum merasakan kemerdekaan sejati karena orang besar mempunyai langkah besar. Kendati Presiden sekarang juga belum naik gaji, tetapi presiden tidak kenal uang receh, recehan wong cilik. Apa ungkapan ini pessimistis, atau seperti penyataan para tokoh pemimpin agama ?Tidak.

Ini ungkapan perasaan hati wong cilik, yang kenyataannya tidak pakai pandangan politis, tidak juga berkacamata ilmiah. Ini ungkapan falsafah awam hasil penelusuran pengalaman lapangan, diolah diteropong dari perspektip-perspektip kehidupan nyata wong cilik dalam keseharian.

Wong cilik Yogyakarta, tidak sempat berdiskusi membahas Kepala Daerahnya harus dipilih atau ditetapkan. Apa bedanya dua pilihan itu mereka tidak semua paham kalau tidak diberi tahu oleh Mas Lurah, Mas Kadus, atau Mas Guru SD didesanya. Mereka cuma heran kenapa Kanjeng Sultan mau digeser sama SBY…..Apa pak Sultan sekarang memberontak, kok tidak seperti Romonya dahulu, berdampingan dengan Bung Karno Bung Hatta, Pak Dirman, Tokoh2 Agama seperti Mgr Soegijopranata, mengatur rakyat dan kota Yogyakarta dijadikanpusat Republik..?Wong cilik tahu “Ngarso Dalem” (Dia, kata ganti sebutan untuk Sri Sultan) sungguh bergabung dengan Republik dan membuka ibukota Ngayogyakarta Hadiningratuntuk Republik. Wilayah-daerah kraton yang diakui berdaulat oleh Belanda bersama wilayah Pakualaman tergabung dengan Republik Indonesia.

Apa yang tersebut diatas agar dipahami sebagai salah satu perspektip saja. Akan lebih jelas dengan adanya kabar pemahaman bahwa mengapa mBah Marijan tidak mau turun dari lereng Merapi itu karena dia setia kepada titah Sultan HB IX, sebagai “juru kunci” Merapi. Opiniku berkata bahwa hal itu tidak rasional, tetapi siapa bilang wong cilik harus berubah total cara berfikir menurut ukuran anda untuk menjadi warga negara kita. Cara berfikir mereka menyeluruh, holistic, nuansa dari penderitaan, harapan, iman dan tradisi (baca : sejarah, legenda sebagai kemasan dari pesan dan ajaran moral peninggalan nenek moyang) Mareka menurut pola piker kita mencampurkan pandangan politik, agama, moral, social keseharian. Dari simpul-simpul opini mereka menemukan tokoh junjungan, kesetiaan, dan dedikasi yang cukup konsekwen.

Pesan wong cilik yang saya tangkap adalah pesan yang ditujukan tidak saja kepada SBY, pemerintah supaya arif dan bijaksana tetapi juga bagi Sri Sultan HB X, pejabat Ngayogyakarta Hadiningrat sendiri untuk mawas diri. Hal itu dikuatkan oleh pratanda-pratanda jaman. Maksud saya adalah seluruh kejadian alam, seperti meletusnya Merapi, perobahan iklim dan pemanasan global. Semua itu adalah partanda jaman yang dialami seluruh manusia penduduk bumi khususnya Yogyakarta sekitarnya dan Indonesia pada umumnya. Kejadian politis dan kemasyarakatan di Indonesia seperti perkembangan IT dan pers, yang membuat lebih nampak terkuak kejadian tak terduga seperti kekurangan pemerintahan SBY, Gayus, Mafia Hukum, dst mestinya secara keseluruhan menjadi “Pesan” tersendiri, yang perlu disikapi secara holistic. Jadikan peringatan warning untuk semakin arif.

SBY dan segenap unsur pemerintah dengarlah suara tak terdengar dari wong cilik. Bpk Sri Sultan HBX, penerus Sri Sultan HB IX, dengarlah pesan Ramanda seperti wong cilik mendengarnya. Wong cilik marilah kita berdoa untuk dapat mengamalkan pesan tak tertulis dari Bung Karno cs, Sri Sultan HB IX, Mgr Soegiyopranata dan para pemuka agama saat itu untuk Persatuan Reubik Indonesia. Permasalahan keistimewaan DIY bukan terbatas padamasalah penetapan gubernur saja …….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun