Dengan prosa yang datar saja kubuka cermin. Cermin dengan dua dimensi pula. Dimensi pertama itu apa yang terbaca. Yang Terbaca pada yang tertulis oleh orang lain. Dimensi kedua itu apa yang terrasa. Yang Terrasa terletak dalam diri pembaca.
Seorang R.M.Sosrokartono konon mengajarkan kebijaksanaan hidup diantaranya mengatakan : Sinau maca mawi kaca, sinau maos mawi raos. Maksudnya: belajarlah bercermin, dan bercerminlah dengan hati. Dan hati kita pun sedapat mungkin mampu mensiratkan kebaikan bagi sesama dengan perilaku kita. Saran nasehat itu mendorong untuk menggali makna dari yang terbaca untuk menghadapi realita lingkungannya. Membaca dengan “rasa” untuk memahami diri sendiri, orang lain dan alam semesta baik yang tampak mata maupun tidak. (Sumber :Iman Budhi Santosa, Kitab Nasehat Hidup Orang Jawa, Penerbit DIPTA, Yogyakarta, 2013.Halaman 72 )
Penulis “membaca” dari khasanah Jawa merasa banyak nasehat yang cenderung mengarahkan kepada kebijakan berorientasi pada prinsip berpanutan. Sepertinya kebaikan, keutamaan hidup itu benar dan baik bila “sesuai” dengan/ menganut pada tuntunan, arahan petunjuk dari leluhur, orang tua, dan nasehat orang bijak zaman sebelum kita. Memang nasehat itu tidak mengkerdilkan jiwa dan kepribadian orang. Tetapi Rasa tradisional lebih kuat daripada nesehat-nasehat untuk ber-innovasi.
Sehubungan “Cermin” dalam budaya Nusantara disebelah lain juga mengenal nasehat seperti : “Buruk muka Cermin dibelah”, “Buruk Tak tahu dihinanya”, “Lading tak tahu akan majalnya”,”Busuk tak tahu akan baunya”. Disitu disiratkan perlunya cermin, melihat kepada diri sendiri, untuk bersikap “pas” benar baik. Sebenarnya juga adanya “Peribahasa” kata mutiara dsb. selain merupakan nasehat juga indikasi bahwa cermin itu dibutuhkan, dan bagaimana nasehat dipandang efektif dengan memakai “perumpamaan-perumpamaan” yang itu juga sejenis “Cermin”.
Dalam perkembangan zaman dibutuhkan saran nasehat yang lebih dinamis heroic penuh perjuangan. Dan masyarakat kita mempunyai ungkapan seperti “Rawe-rawe rantas malang-malang putung” , “Merdeka atau Mati”, pada zaman sebelum itu hanya saran keberanian untuk meninggalkan desanya, berdagang atau mencari mata pencaharian diluar desanya. Atau misalnya “Sedumuk bathuk senyari bumi, di tohi pati” untuk mempertahankan batas sawah lahan garapannya.
Saya yakin dewasa ini perlu “dorongan” maju kedepan dengan pembaharuan atau innovasi. Inovasi membutuhkan kreativitas. Dari sisi daya piker perlu dicatat 4 segi berfikir ini :
1.Pemikiran original, tidak klise-klise dan latah, baru / inovatip, itu berarti ada keberanian untuk tampil beda lain dari yang lain pada umumnya.
2.Pemikiran kreatip, mampu gunakan hypothesa-hypothesa, artinya berani menciptakan hubungan-hubungan, relasi dan korelasi baru, yang mungin sebelumnya belum saling dikaitkan. Maka…perlu :
3.Pemikiran ganda, mampu menggabung pola / tata pemikiran, seperti: tata ruang dan tata suara, mampu melihat paradoks-paradoks dalam realitas sekitarnya.
4.Pemikiran holistik, mampu melihat keseluruhan dan tidak partial saja, agar buah ciptaannya tidak mengudara saja tanpa bisa didaratkan lagi.
Langkah kedepan dengan innovasi tidak selalu bisa segera terlaksana serta merta. Sangat mungkin harus dilakukan pentahapan. Maka dapat disusun suatu perencanaan:
1.Membuat Niat, menyusun daya dorong atau memotivasi diri dengan refleksi.
2.Memilih sasaran, melihat focus-fokus kerja yang dimungkinkan
3.Brainstorming, secara acak mengumpulkan ide, mungkin menemukan dari gagasan orang lain tetapi diciptakan pembaruan sehingga sumber ide tak nampak, dan menjadi ide baru kita. Sebab kita menggali lebih dalam dari sumber yang sama dan melahirkan ide baru yang original, meski bisa terkait dari ide sumber awal.
4.Mengasah kemampuan berkreativitas seperti dengan :
a.Membaca
b.Bercermin
c.Menggali, eksplorasi, menemukan barang baru.
d.Mengubah cara pendekatan lalu systematika suatu obyek pengamatan.
e.Mempelajari method dan mengaplikasikan pada hal lain.
f.Mengkritisi karya orang lain untuk diri sendiri saja.
g.Membuat suatu systematka baru dari temuan-temuan baru
5.Menguji dan menyajikan temuannya untuk menerima saran dan kritik.
Contoh Persoalan untuk Ber Cermin dan Membuat - Innovasi, misalnya dalam ber Kompasiana.:
1.Mencatat nama-nama penulis favorit dan thema tulisnya. (3-4 orang saja)
2.Membandingkan gaya tulisnya seorang dengan yang lain, cara pendekatan, penciptaan judul, outputnya, dampaknya bagi pembaca (dibaca, ditanggapi dsb)
3.Mempelajari perbendaharaan kata dan istilah yang mereka pakai.
4.Bagaimana kebiasaan anda sendiri, setelah anda bercermin.
5.Sejauh mana kreativitas anda untuk membuat innovasi, sejauh mana kita bisa pertanggung jawabkan. Apa hambatan kita untuk bersaing dengan mereka. ????
Contoh soal ini merupakan konsekwensi melengkapi artikel ini saja, kendati itu mempersempit ranah pembicaraan yang dimaksud. Artinya kesimpulan terakhir terserah kepada Pembaca artikel ini untuk memakai, mengabaikan dan atau membiarkan saja sebagai sampah Kompasiana. Yang penting : ada Innovasi dan ada Cermin.
Salamku hormatku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H