Sengaja setelah mengendapkan masukan selama semaraknya kabar berita dan opini di “Hari Buruh Internasional”, saya coba merenungkannya apa,siapa, bagaimana buruh menurut persepsiku.
1.Pengalamanku.
Mengupah dan diberi upah sudah kualami. Aku rasa tidak selalu lebih enak mengupah daripada diupah. Seingat ku pertama kali aku diupah (1965,Jakarta) : menterjemahkan tulisan bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia, dua bab saja dari sebuah buku tentang hokum, dari seorang mahasiswa. Berikutnya aku diupah untuk menyusun sebuah pidato, setelah menerima beberapa arah tujuan dari pidato dari seorang pemuka. Diupah yang enak. Yang berikut memang aku diupah sebagai karyawan pada sebuat perusahaan kecil (1965-1970,Jakarta/Surabaya). Disana aku bekerja dengan jam kerja, tetapi senang karena aku diberi kesempatan mempelajari seluk beluk perusahaan tersebut semampuku. Pasti anda akan komentar bahwa memang pekerjaanku itu bukan pekerjaan seorang buruh. Memang demikian. Tetapi aku ingin cerita bahwa pada tahun 1971-1981 di Yogyakarta, aku merasa lebih berat karenaharus mengupah 12-22 orang pada sebuah perusahaan yang kami dirikan bersama teman, dan aku harus memimpinnya.
Jam kerja dan tanggungjawab menjadi masalah yang mencuat baik diriku sebagai orang upahan maupun sebagai orang yang mengupah. Jam kerja menjadi salah satu indicator pertanggungjawaban yang bisa terukur. Apalagi bila tanggung jawab terhadap prestasi yang sulit diukur secara eksak. Pada tahun 1977 ketika seorang rekan bisnis saya mengundurkan diri dari jabatan politik sebagai anggota dprd berkilah kepadaku: “aku merasa tidak enak merangkap kerja diperusahaan kita sementara juga menerima hr sebagai anggota dewan”. Dan susahnya dalam kancah politik waktu itu akhirnya justru saya yang harus meneruskannya sebagai anggota dewan. Maka saya juga mengundurkan iri dari dunia usaha itu di tahun 1981, dan meneruskan didunia politik daerah itu. Pada saat itu saya mengajak teman-teman sefraksi saat itu untuk bekerja 8 jam untuk kepentingan Negara atau partai karena diberi honor berapapun itu besarnya saat itu. Sementara itu system target kerja dapat membantu membuat indicator keberhasilan dan capaian kerja.
Serikat Pekerja/Buruh sudah menjadi latar belakang kehidupanku karena didusun kami ada pabrik gula yang ada sejak tahun 1861, dan dibumihanguskan oleh Revolusi tahun 1949. Akan tetapi sampai surutnya Orde Lama Serikat Buruh menjadi sajian politis dari desa sampai kota. Kendati demikian organisasi pekerja kurang menjadi focus dalam kehidupanku atau karena aku kurang luas pandangan, atau karena daerahku bukan daerah industri tetapi pertanian dan kerajinan. Maka selanjutnya duniaku dan perhatianku adalah dunia pertanian dan pedesaan.
Buruh Tani di pedesaan harus sudah merasa beruntung apabila Pemda atau NGO/LSM ada yang berhasil mengumpulkan mereka dalam kelompok tani- kelompok tani. Selain itu keluarga petani (entah itu buruh entah itu pemilih lahan) sudah sejak awal biasa mempunyai kesepakatan-kesepakatan dalam pengerjaan sawah dari persiapan menanam hingga memanen, sehingga sebenarnya hak buruh cukup terjamin. Apalagi saat sekarang tenaga pertanian semakin langka sehingga petani pemilik lahan justru mengalami kesulitan memperoleh tenaga. Bekerja disawah penduduk, bukan di perusahaan, pada umumnya cukup layak diperhatikan secara adil.
2.Pembelajaran.
Tuntutan Buruh saya hayati dan lebih saya peroleh dari hasil Pembelajaran. Berdasarkan kategori buruh didasarkan pada bidang kerjanya nampaknya juga disana adanya perbedaan tuntutan. Tetapi dengan enam Tuntutan Buruh sebagaimana dapat dibaca di pemberitaan-pemberitaan memang dapat dikatakan sangat relevan untuk diperjuangkan bersama. Mudhofir dikutip mengatakan bahwa MPBI mengemban tugas memperjuangkan 6 tuntutan buruh:
a.jaminan kesehatan,
b.jaminan pensiun,
c.tolak kebijakan upah murah,
d.hapuskan tenaga alih daya (outsourcing),
e.berikan subsidi buruh,
f.peresmian 1 Mei sebagai hari libur Nasional.
Khususnya penerapan sistem outsourching yang dilakukan para pengusaha dan pemerintah menurut putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 17 Januari 2012. bertentangan dengan UUD 1945.
Belajar Sejarah kita dapat membandingkan masa kini dengan masa lalu tertentu untuk melihat dan mencoba mendapat pembelajaran apa.
Buruh mulai mecuat di Eropa dari abat 17 hingga awal abat 19 dengan :
-Penemuan Mesin uap 1769, mengarah kepada Revolusi Industri
-Adam Smih, dengan The Wealth of Nation’s 1850,
-K.Marx. dengan Das Kapital 1867medorong adanya :
-Perubahan besar dalam hal ekonomi,politik, dan social juga:
-Revololusi Rusia, Komunisme menyebar, Fasisme di Itali.
-Krisis Ekonomi 1929-1931.
-Hitler dgn Naziisme 1933
Dan beberapa pihak menandai adanya Keprihatinan yang sebobot dengan tuntutan yang dapat disampaikan seandainya seluruh Eropa itu hanya satu pemerintahan. Keprihatinan itu sebagai berikut :
1.Kelompok kecil mengontrol produksi
2.Kekayaan yang terpusat menimbulkan keserakahan. Adakekuasaan mutlak atas penanaman modal dan piutang
3.Persaingan bebas menghancurkan masyarakat
4.Kondisi kerja tidak layak : Buruh tidak punya alat produksi sendiri dan upah tidak adil.
5.Sosialisme menolak kekayaan pribadi maka hilangnya kekayaan pribadi dan Sosialisme juga mendukung pertentangan klas
6.Komunisme mencari-cari pertentangan klas untuk kepentinganpolitiknya.
7.Keadaan ekonomi yang tidak stabil membuat kehancuran moral,Orang miskin dalam kesengsaraan termasuk BURUH.
Tanggapan diberikan oleh Pimpinan agama mayoritas di Eropah dalam bentuk surat gembala kepausan berjudul : “RERUM NOVARUM” Terbit Mei 1891, oleh Sri Paus Leo xiii (1878-1903) dan berisi ajakan dan semacam tuntutan bagi masyarakat, dan pemerintahan disana. Adapun isinya kurang lebih sebagai berikut :
1.Menyatakan pentingnya batas2 kekayaan pribadi.
2.Pemilikan uang secara adil. Si Kaya membantu si Miskin.Negara mengurus kepentingan umum.
3.Jemaat agar persatukan si kaya dan si miskin.
4.Membenarkan Perserikatan buruh dan mengharapkan penggajian yang adil.
5.Hak milik pribadi sah dan bermakna sosial.
6.Hubungan setaraf modal dan kerja: hubungan kemitraan pengusaha dan pekerja
Tanggapan ulangan 40 th setelahnya, berjudul : “Quadragesimo Anno” terbit th.1931 oleh Sri Paus Pius XI (1922-39) dan berisi seruan sebagai berikut :
1.Meletakkan persaingan dibawah wewenang pemerintah.
2.Menganjurkan kerja sama ekonomi internasional
3.Upaya pembagian adil atas barang produksi, diciptakannya situasi yg memungkinkan kelimpahan dinikmati bersama.
4.Hukum keugaharian dan Cinta kasih kristiani.
5.Kerjasama dalam kepemilikan dan managemen. Kekayaan tertentu diatur Negara
6. Upah butuh adil : cukup untuk memenuhi kebutuhannya bersama keluarga
3.Kesimpulan.
Dari Pengalaman dan Pembelajaran diatas bolehlah kita menyimpulkan sekedar membuat penyederhanaan masukan atau catatan.
1.Kerja, hak dan tanggungjawab fenomena social dan eksistensial yang hakiki dalam kehidupan kita karenanya tidak adanya/kurangnya keseimbangan, yang bernama keadilan, akan menjadi masalah serius didalam wacana kehidupan kita.
2.Subyek dalam Relasi kaitan social kerja meliputi :
a.Pekerja, penerima upah
b.Pengusaha, pemberi upah
c.Masyarakat/Pemerintah sebagai pengawas
3.Filosofi, Cara memandang memahami menilai terhadap subyek relasi itu sangat menentukan hasil warna dan bentukrelasi itu sendiri.
4.Kondisi Epoleksosbud di Indonesia dalam memandang nasib buruh dewasa ini sedikit banyak berbeda dengan keadaan di Eropa, sebagaimana terpapar diatas. Disana saat itu tidak menentu bagaimana dan siapa harus bertanggung jawab sebagai pengawas terhadap relasi dari semua yang terlibat. Sekarang di sini telah ada Serikat Pekerja, Depnaker, dan Pemerintah. Sementara di Eropa saat itu terpaksa ada “campur tangan” dengan gayanya tersendiri dari Pimpinan Gereja Katholik. Mulai dengan dua Surat Gembala itu menyusul beberapa (10?) surat penuh perhatian dan kepedulian social, yang semuanya terkumpul sebagai sebuah Ajaran Sosial Gereja. Ajaran banyak dipelajari banyak pihak diluar Gereja.
5.Dimanapun peristiwa sangat berguna bila kita dapat menelaah dan mengambil pembelajaran.
Buruh, Pekerja, Karyawan, Pegawai, adalah manusia kendati dalam ilmu managemen atau ekonomi itu menjadi factor produksi, sumber daya manusia, janganlah di perlakukan dengan melupakan harkatnya sebagai manusia. Di samping pengusaha dan/atau pemilik modal buruh, pekerja, karyawan, pegawai, hendaknya diperhitungkan sebagai mitra kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H