Sore itu saya bertandang ke tetangga. Ada ribut ribut. Saya datang. Anak Bang Kemat, umur 7 tahun, terjatuh kedalam sumur. Ibu anak, neneknya, dan perempuan-perempuan tetangga pada berteriak bersautan minta tolong.
Terdengar suara nenek itu : Tobat tobat, polah kok ora karuan. Gawe geger (minta ampun, gerak langkah kok tidak menentu, Buat orang ramai)
Terdengar lain suara : La Illah, anak ini apaan.
Perempuan lain berbicara pada dirinya sendiri:Du’ illah, piye tokuwi. ?(Du’ illah bagaimana itu?) ……………………… Berkat kesigapan pemuda-pemuda, pertolongan segera dilakukan. Sementara percakapan dan pembahasan tentang kejadian itu menjadi topic hangat bahkan panas, penanganan segera berhasil. Sumur itu cukup besar, tetapi tidak terlalu dalam. Dan ketika anak Bang Kemat bisa diangkat dan ternyata setelah di tangani bapaknya dibantu beberapa lelaki tetangga dan bisa sadar dari pingsannya, terdengar hampir bersamaan : Alhamdulilah….
Redanya keributan dan para tetangga berangsur bubar. Tiba-tiba Bak Wita berteriak: Pak Datu, nanti malam ditunggu lagi di gardu. Lho?Jawabku: O, ngGih !
Malam itu saya baru keluar kegardu ronda sekitar jam satu. Meraka masih hangat dengan pembahasan peristiwa sore tadi. Tetapi saya langsung membuka wacana baru.
== Bang, saya mau Tanya apa artinya Du’illah. Kalau Alhamdullillah atau Astagafirullah saya tahu.
==Saya juga agak ragu itu. Du’illah. Apa dari Duh Allah.Apa dari La’illah.
==Itu hanya kata-kata “latah” ungkapan spontan yang sering menjadi kabur artinya.------ kata Bang Dolah.
Kembali Bang Wita Sang Pengchotbah berfatwa :
== Itu gambaran dan bukti bahwa hidup umat itu dekat dengan Allah. Sebentar-sebentar menyebut NamaNya. Dalam keadaan apapun Seperti simbah-simbah yang sering berucap Tobat-tobat hanya saat dia terheran-heran akan sesuatu dan teringat harus bertobat.
Saya mencatat saja dalam hati saya sepulang ronda :
1.Pertobatan adalah langkah kembali kepada Allah.
2.Pertobatan harus diwujutkan dalam kehidupan, budaya, dan kebiasaan dalam hidup keseharian.
3.Tapi saya ingat pesan Ibu saya : Jangan menyebut NamaNya dengan sia-sia, tanpa perlu.
Gardu Ronda bukan mesjit bukan gereja tetapi manusia yang disana bisa-bisa utusan Allah mengajar pada saya.(???) (bersambung).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H