Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menilai Orang, di Mana Baiknya?

7 April 2022   10:40 Diperbarui: 7 April 2022   10:51 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik , dinilai orang, Dinilai karena menarik. Menilai karena tertarik, Tertarik, terus menilai.  Naaah  pusing bukan, maka hati-hatilah.  Joni menilai Ani , Ani menilai Joni, itu saling menilai. Joni menarik bagi Ani dan dinilai, Ani menarik bagi Joni, dan dinilai, terjadilah saling tarik menarik dan saling nilai menilai. Di negeri kita ada juga yang menarik karena menilai sembarangan menilai. Nah jadi dinilai orang pula.!

Kalau membaca yang ini pasti tidak pusing,

"Jokowi-Luhut menarik, maka dinilai oleh Amin Rais, yang Menilai karena tertarik.  Kapitra Ampera tertarik oleh Amin Rais, yang menilai Jokowi-Luhut, maka Kapitra menilai Amin Rais, bahwa Amin Rais yang perlu tes kejiwaan.. Lengkapnya silahkan periksa. Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera menanggapi Amien Rais yang sebaiknya segera diperiksa kejiwaannya ke psikolog. "Kayaknya Pak Amien Rais, tuh, yang perlu tes kejiwaan, ada power syndrome complex yang lagi saya lihat, ya," kata Kapitra kepada JPNN.com pada Senin (4/4).

Amien Rais memang selalu memandang buruk kebijakan pemerintahan Jokowi. "Diduga dia mengalami power syndrome complex, tidak ada satupun kebijakan pemerintahan Jokowi yang baik di mata dia," ujar Kapitra. "Cara memandangnya, kalau kita sudah benci dengan seseorang, apa yang dibuat seseorang itu pasti salah. Sama juga kalau kita suka sama seseorang, apa yang dibuat orang itu pasti benar," sambung Kapitra.

Dalam kutipan ini terungkap adanya hal-hal yang dalam menilai menjadi lebih tajam dan munukik pada kepribadian yaitu: tes kejiwaan, psikolog, cara memandang baik/ buruk (positive/negative thinking), power syndrome complex.

Belajar tentang 'menilai' sangat mengesan: dikala belajar berdiskusi, disepakati kita harus setia pada pembahasan topik bukan pribadi pembicara, katanya : "Argumen ad hominem, No." Jadi sebenarnya ada aturan yang memberi kisi-kisi tentang 'menilai'. Tetapi silahkan periksa catatan berita yang lebih baru menurut rekaman saya ini :

Biodata Mayjen TNI Untung Budiharto, Mutasi Jabatannya Jadi Penyebab Jenderal Andika Perkasa Digugat  tulis Putra Dewangga Candra Seta,(SURYA.co.id.)  

Digugat, dilaporkan setelah dinilai, diminta Pengadilan memberi keputusan penilaian sesuai kesesuaian perilaku tergugat dengan aturan, yang tuntutkan dalam gugatan.

Berikut lebih rumit lagi dalam nilai menilai, dalam berita ini :

Alasan Tito Tak Larang Apdesi Menyatakan Sikap Dukung Presiden 3 Periode.  Anggi Tondi Martaon menulis :Salah satunya, status anggota Apdesi yang bukan aparatur sipil negara (ASN). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjawab kritik yang dilancarkan terhadap dirinya terkait dukungan presiden tiga periode yang disampaikan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Dia mengaku tak bisa melarang sikap tersebut.(msn.com/id-id/berita/other).

Anggi Tondi Martaon tertarik pada Mendagri, menilai lalu menulis bahwa Mendagri menjawab kritik. Yaitu kritik terhadap kebijakan Mendagri yang tidak melarang Apdesi yang menilai dan mendukung presiden tiga periode, tentu setelah Apdesi membuat perbuatan 'menilai' terhadap Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun