Ketika kau tinggalkan pantai, kau kembangkan layar, sungguh kau mengalami kuasa alam kelautan. Kaurasakan anginnya, bau asinnya, gerak perahumu di atas air yang adalah gelombang. Kau menghayati kau mengakui yang kau alami. Kau dengar pesan alam, kauakui, kau ikuti dan kau mengamalkan pesan laut bagi dirimu.
Bulan Ramadhan, bulan dunia beribadah puasa, dan rangkaian perilaku manusia memuliakan Allah. Ibadah puasa itu akan segera kau akhiri, dan kau tutup dengan rasa syukur penuh sukacita dan kegembiraan.
Serasa ingin kubuat survey apa yang kau alami semasa kau sebulan berpuasa. Serasa ingin kulukis Ibadah yang penuh dedikasi dalam menguras energi pengosongan diri Terbayang kau bertemu bersujut Sang Sesembahan Semesta. Tidak ! Ukuran nilai ibadahmu adalah hanya pas disurvey olehmu yang sudah melaksanakannya bagi dirimu sendiri itu.
Memang demikian bahwa buah peribadatan yang paling mantab dan ideal bila bisa membuat engkau berubah menjadi lebih baik. Sementara nyata-nyata kurasa: Sukacita dan kegembiraan Hari Fitri adalah fenomena yang sangat memasyarakat. Segenap warga siapa saja aneh bila tidak ikut gembira.
Rasa syukur dan sukacita adalah rasa positip yang mudah menular dan menjalar. Rasa positip yang mendalam membuat orang melihat diri sendiri dari awal hidupnya hingga saat saat kau termenung dalam syukur mendalam. Â Â
Maka tumbuh pula suatu kerinduan. Kerinduan akan keillahian sudah kau hayati selama berpuasa. Dari hari ke hari kau hayati pengosongan diri membuahkan pengheningan tubuh dalam kerinduan akan Rahmat Illahian.......
Ada pula kerinduan manusiawi yang alami. Rindu ingin hadir dan mengalami kembali atau lagi-lagi bersama dengan yang kaurindukan. Seperti nelayan ketika telah diselami dan diamalkan kehidupan kelautan, ketika ikan sudah penuh di dalam perahunya. Hasrat dan kerinduan mendarat bertemu seisi rumah yang dicintanya.
Kerinduan pulang kerumah ibu dan ayahanda, bertemu meraka yang bersama mengaji mengawali kehidupan ini, Â adalah keharusan yang hanya ada diujung lubuk hati, saudaraku, saudariku.
Mudik itu perilaku buah peribadatanmu. Mudik itu bukti bahwa peribadatan itu buah pendidikan dini keluargamu. Mudik itu budaya bangsa yang intinya sungguh mulia.
Tetapi Pandemi Covid 19, himbauan Pemerintah dan Prokes membuat kau harus menambah masa dan buah ibadah baru : puasa untuk mudik. Aku ikut merasakan. Â Amin...
Maka tolong: Mohon maaf lahir batin, kepada Yth Para Pembaca, Redaktur/Admin Kompasiana, dan semua sahabat Kompasianer. Selamat menyongsong Hari Raya Id'ul Fitri, minal aidin wal faizin.