Kata bijak para Tua-tua : Nilai kemanusiaan seseorang itu terukur oleh Lidah dan tutur kata bercakap . Sungguh suatu pernyataan yang bisa berekor panjang yang sebaiknya saya serahkan saja kepada pemahaman pembaca.
Teori Belajar yang tercatat oleh Drs H.Abu Ahmadi, dibukunya Psikologi Sosial ada tiga: ada teori menurut ilmu jiwa daya, menurut ilmu jiwa asosiasi, menurut ilmu jiwa gestalt. Saya suka yang terakhir yang melihat serba menyeluruh. Azas belajar bisa disebut a.l.:
Keseluruhan itu sinergi bukan sekedar bagian-bagian. Maka belajar itu juga proses perkembangan manusia seutuhnya. Manusia mereorganisasi pengalaman yang pernah diterima, dan belajar itu mudah bila ada minat dan suka. Belajar itu juga proses seumur hidup.Â
Awal pemikiran mengapa saya menulis ini karena beberapa kali terlibat pembicaraan di WhatsApp yang sangat sering berakhir dengan kesalah-pahaman. Setelah lama saya refleksi, saya menduga bahwa latarbelakang pendidikan, pengalaman kerja dan polapikir untuk kontekstual tertentu memang ada perbedaan diantara kami. Maka kesalahpahaman itu tidak ubahnya hanya beda pendapat, yang sebenarnya tidak diharapkan.. Hal itu saya konsultasikan kepada seorang psikolog jebolan UGM.
Saya minta kepada psikolog itu agar menulis sepatah dua patah kata saja tentang masalah saya itu. Saya tulis di WA juga kasus dan refleksi saya itu. Saya pikir ini cara murah mudah belajar seorang ayah kepada anaknya. Ternyata jawabnya, dia akan bicara per telpon saja supaya jelas, tidan tertulis di WA. Ooh Itu saya terima sebagai jawab dan masukan pertama, yaitu kendala tulis menulis di WhatsApp.
Percakapan dalam WA untuk bersama membahas masalah, tidak berbeda dengan dalam temu muka. Perlu ada semacam tata tertib sehingga tidak tumpang-tindih percakapan. Selesaikan dahulu setiap bagian dan bicara bergantian sampai selesai setiap orang. Sebab menyela dengan tanggapan membuat terputusnya keutuhan topik dan membuat pembicaraan mengarah kepada situasi pembicaraan dipasar. Di pasar beda pendapat tidak masalah, hanya berending tidak jadi ada jual beli !
Ketika saya coba membuka memori mencari contoh kasus percakapan, yang baik untuk diangkat disini, Â tidak dapat tidak mendapatkan pribadi pribadi yang akrab dan saling terbuka. Sebab memang sungguh percakapan adalah relasi dan komunikasi sosial.
Mengingat percakapan di usia SD-SMP pada umumnya spontan, tanpa beban, tak ada permusuhan selain kegembiraan kesenangan dan kenakalan humornya bocah. Kadang iri, dengki, kecemburuan dan kata-kata pemali menjadi peristiwa yang sudah terlupakan. Sementara persahabatan dari SMP/SMA masih beberapa terhubung oleh komunkasi seadanya hingga diera digital ini.
Sekali peristiwa saya dipertemukan satu percakapan menyenangkan. Suasana santai hari minggu sore antara tiga orang cendekiawan muda. Tentu saja saya yang paling merasa diuntungkan bisa menimba banyak ilmu kehidupan. Dua orang teman memang sudah serumah dengan saya, yaitu seorang wartawan yang banyak menulis dari perlawatannya keluar daerah, dan seorang lagi seniman karikaturis pengamat sosial dan budaya tamatan suatu institut senirupa Kota Gudeg Yogyakarta. Kami bertiga menerima tamu pamannya wartawan kita ini. Sang Paman pulang dari menuntut ilmu keluar negeri..Saat itu th 1967. Awal Orde Baru.
Materi Percakapan tentu seputar politik. Suasana Jakarta dari peristiwa G30S tahun 1965;Informasi daerah Indonesia Timur; pandangan luar negeri; hubungannya dengan Uni Soviet dan RRC, dan mungkin ada yang lain. . Selingan muncul pertanyaan dan tanggapan .
Percakapan santai bergantian berbicara, saling mengisi sesuai kapasitas kami masing-masing. Tidak ada yang mendominasi , tanpa perebutan waktu. Saling menghormati satu sama lain. Tukar pengalaman, tukar informasi, tidak ada sanggahan, selain menerima dan mungkin konfimasi ulang saja. Pada akhir pertemuan tidak ada yang berambisi memberi kesan dan pesan tetapi masing masing membawa pembelajaran dan saling mengucapkan terima kasih karena puas dan senang dengan percakapan itu.