Apabila kita mengalami pencerahan kita merasa seperti semuanya menjadi jelas dalam alam yang terang benderang.Tetaplah bersih dan jernih, anda akan menjadi candela untuk melihat dunia luas." bagi orang lain (Fb.27 Mei 2016, dikenangulang: Juni.1.2020)
Maka alangkah kita menyesal bila dalam suatu peristiwa dimana kita memegang peran, dari gelagat saja dinilai tidak pada kebenaran seperti yang kita kehendaki. Bahkan Negatif : kita dicurigai, disalah pahami. Â
Jadi bagaimana untuk bisa menimbulkan gelagat yang positip seperti sindiran atau metaphora yang kita ciptakan ketika kita mengkriet sesuatu dengan seni. Demikian pula seperti saya nyatakan di akhir postingan saya itu : Tetaplah jernih dan bersih maka anda akan menjadi cendela untuk melihat dunia luas, bagi anda sendiri, dan bagi orang lain kepada siapa anda berbagi.
Kejernihan dan kebersihan dimulai pada penalaran dan perasaan. Agar Semangat kita kuat dan indah. Sebab dengan begitu kita selalu juga akan mengalami pencerahan.
Penalaran pada dasarnya prinsip, dasar pertimbangan, logika, maka penuhilah hukum hukumnya dengan kecerdasan dan kemahiran profesional dahulu. Seperti ketaatan azas pikir logika, yang lurus, yang tidak dubius dan apriori, bukan generalisasi, tidak latius hos, tidak dobel standart dst.
Menurut pendapat saya masih diperlukan lebih dari itu untuk memberi Gelagat yang baik. Yaitu Pemikiran Positip dan Sikap Pikir yang sederhana. Dengan pola pikir yang positip melihat peristiwa pada sisi yang positip, nanti dengan sendirinya yang nagatip juga tampak dengan sendirinya. Tetapi pada saatnya peristiwa akan dicerahkan oleh perubahan berkat pemikiran positip yang membuka keseluruhannya.
Beberapa kali sejarah bangsa ini pada setiap peringatan peristiwa kebaikan menjadi disadarkan kembali. Sikap pimpinan bangsa yang sederhana bisa "menahan diri" memperoleh hikmah bagi bangsa ini. Pikiran positip dan Kesederhanaan akan memberi Pencerahan serta Kebijaksanaan.
Perasaan sebagai faktor kedua dari pemberi warna pada Semangat, juga menjadi bahasan berikutnya. Para Filosof kuno pengikut Aristoteles yang mengagungkan ratio sering kurang respek kepada Plato pendahulunya yang lebih berfikir intuitif. Intuisi itu lebih daripada rasa sebagai hasil kerja inderawi. Orang Jawa dengan "roso" serasa menunjuk buah kerja Roh menangkap realita. Psikologi transpersonal sekarang belajar memperhatikan aspek-aspek potensi psikologis manusia, yang sebelumnya belum cukup tajam diteliti.
Perasaan intuitif menyumbang banyak terhadap Semangat. Kita sangat menaruh perhatian pada orang yang emosional, pada orang ketakutan, atau super berani. Kita sendiri kerap  merasa sikap kita yang cenderung berambisi, tetapi kita kerap tergerak oleh belas kasihan, untuk berbelarasa.  Seperti pula dikabarkan dan masih terus dipromosikan untuk para pecinta kemanusiaan (philanthropis) untuk menyumbang dana melawan Civid-19.
Menurut pendapat saya masih diperlukan lebih lagi untuk menyumbang pada Semangat untuk memberi Gelagat yang positip. Yaitu Perasaan tulus, sepi ing pamrih, bersih dari kepentingan pribadi tersembunyi. Dan berikutnya dasar dari semua kebaikan adalah Kerendahan hati, supaya mampu "tepo-sliro".
Perasaan di tumpu oleh Penalaran yang jernih dan bersih keduanya akan melahirkan Semangat yang dinamis, bijaksana, dan membawa gelagat dan dampak damai.