Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasanan Tentang Pemilu 2014

29 Januari 2014   10:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu 2014 demi hukum “aspal”. Sah tetapi inkonstitusional. Itu kesimpulan bodoh sederhana dari saya melihat TVOne diacara debat para ahli hukum tadi malam. Lembaga hukum tertinggi memberi keputusan tentunya pasti dan menyelesaikan perkara. Terhadap penyelenggaraan Pemilu diputuskan konstitusional bila untuk pemilihan legislative “bersamaan” dengan untuk presiden/wakil presiden, “berlakunya” pada tahun 2019. Pemilu 2014 diselenggarakan tidak “bersamaan”. Itu berarti inkonstituasional, tetapi “sah”. Maaf istilah bodoh saya : aspal. (akan sah tak apa inkonstitusional).

Pada hal sepertinya sebuah lembaga keagamaan tingkat nasional Konperensi Wali Gereja Indonesia untuk umat katholik telah mendorong umatnya agar positif menghadapi Pemilu 2014 ini. Diterbitkan Surat Gembala dengan thema/judul : “Jadilah Pemilih yang Cerdas dengan Berpegang Pada Hati Nurani”, periksa berita terbaru tg 11 Januari disini: (http://www.tribunnews.com/nasional/2014/01 /11/surat-gembala-kwi-menyongsong-pemilu-2014. Surat itu mengingatkan umat untuk sadar akan hak dan mestinya terpanggil untuk ikut serta menentukan jalannya Negara dengan sikap cerdas dan menurut suarahati nuraninya. Hal itu seakan mengulang pesan Mgr Albertus Soegijopranata SJ, yang pernah mengatakan: “Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu tanpa kamu terlibat di dalamnya.” (Sigit Widiarto,1/26/2014.)

Sebenarnya Gereja Katholik telah memberikan prinsip-prinsip guna menilai rekam jejak dan pedoman kedepan dalam berpolitik, yaitu :

a.Azas Kepentingan Umum(Bonum Commune

b.Penghargaan terhadap martabat manusia

c.Solidaritas dan Subsidiaritas.

Demikian pedoman untuk “kecerdasan” mempertimbangkan dan memilih calon dan/ atau partai yang ditawarkan.

Akan tetapi mengamati medan warga yang akan terlibat dalam Pemilu itu ada rasa was-was :Sejauh mana nanti hasil itu akan sungguh seperti yang diharapkan ?

Mengamati medan local/regional, maupun kategorial yang bisa ditangkap rasanan, celoteh dan pembicaraan keseharian seperti ada nada sinis dan enteng menggelikan tetapi membuat prihatin.

Pada suatu pertemuan kelompok umat dari beberapa jenis komunitas doa pada natal bersama terlontar suara- suara sumbang dan sangsi terhadap para calon legislative pada umumnya dari partai manapun. Pada suatu pertemuan dusun dan kelompok ronda yang terdiri dari beberapa RT, terlontar nada malas dan tidak tulus terlibat dalam Pemilu selain sekedar memenuhi kewajiban. Pada suatu perjumpaan dengan rekan rekan pengusaha kecil ada celoteh sinis: Hee, ada bisnis baru, mau cari duit mudah ? Hubungi siA. Dan kalau mau lebih besar si B. Dia telah pegang 4 kecamatan. Bisnis sebagai Tim Sukses dari parpol A,B, C….. Masih Menggembirakan bertemu dengan calon pemilih pemula. Kelompok kaum muda masih ada tanda antusias untuk mau terlibat untuk pertama kali.

Dari apa yang penulis alami selama hamper sebualan bertemu dengan beberapa pihak, dapat mengambil pembelajaran dan catatan sebagai berikut:

a.Rakyat semakin cerdas, itu di perkotaan, untuk rakyat melek huruf, tetapi rakyat kecil, butahuruf, semakinCERDIK, “uangnya mau milihnya nanti dulu”. Dibanyak daerah pedesaan rakyat terlatih dengan pemilihan kepala desa,dusun,dsb. Kecerdasannya sebatas berani menerima uang tanpa banyak pemikiran. Selanjutnya belum banyak perkembangan.

b.Politik Uang dan Kondisi Para Penyelenggara Negara. Fenomena mencuat dengan tayangan tentang korupsi dan suap dan pengadilan sengketa pemilihan kepala daerah memberi penjelasan seperti apa nilai pemilihan sebagai pelaksanaan demokrasi kita. Sekali lagi Politik uang dan Citra Pemimpin, legislative dan eksekutif termasuk bidang hokum cermin besar bagi rakyat biasa.

c.Arah Perkembangan situasi politis menjelang Pemilu tidak memberi kepastian bila mendengar saling meng”hokum” dipembicaraan para ahli hokum, politisi dan negarawan kita.

Kucing dalam karung, dan nilai demokrasi kita, menjadi taruhan kita memasuki masa Pemilu 2014 ini. Yang sudah mulai hari-hari ini.. Tulisan orang buta hokum buta pulitik ini membutuhkan pencerahan. Barangkali anda berkenan memaki tulisan ini. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun