Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Biarkan Mereka Bicara Sesuai dengan Gayanya 2

24 Oktober 2012   09:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:27 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Biarkan kami insan kecil tanpa arti, Burung Berkicau sesuai suara naluri… Kepodang, Ketilang, Kenari, kicauan asal berani dan menarik hati. Lainlah gaya Beo, berani omong sama seperti manusia, sementara itu si Derkuku, Perkutut, tenang kritis tapi mendamaikan karena setuju melulu. Beda kawan Jalak dan Cocak galak berteriak bikin pekak telinga sesama, dan biarkan Merak serta Cenderawasih tenang-tenang dengan narsis mereka.
Meraka juga Belajar mencari makna, Berfilsafat, Berfikir Positip, Berfikir kreatip, Berkaryanyata, Berbagi empati, Berbagi cerita, Bercinta, Berbahagia……Kata mereka: “Kita kita kan sama sama melihat peristiwa dan bisa juga bicara sekedar menirukan kicauan manusia…. “
oh
Selalu Beo buka suara : Peristiwa demi Peristiwa kita juga amati dan ikuti, KPK dan Polri, Jokowi jadi selebriti, Parpol malu hati, Ical Lapindo maju ke Pilpres, Negara kita seperti kehabisan negarawan, dibuktikan Jendral-jendral dan tokoh lansia mau promosi dan sementara itu banyak pemuka negara jadi incaran KPK.
Kepodang tertarik juga ikut bicara : Peristiwa peristiwa itu memang masih hangat. Tetapi Negara kita kehabisan negarawan handal itu sudah cerita lama. Pada tahun 2009 seorang Ranggabumi pewawancara dengan dengan Mgr Ig Suharyo pr Uskup Agung Jakarta, telah membuat catatan perihal kerawanan dan harapan peran Generasi Muda. Penulis Kompasiana membahas soal ini di http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/ 23/disorientasi/ Pada pembahasan itu sempat dikatakan oleh Mgr I.Suharyo tiga hal:
a. Bahwa setiap zaman melahirkan generasi zamannya.
b. Generasi kini biasa “mengejutkan” generasi sebelumnya.
c. “kaum muda” selalu kaum muda dengan latarbelakang keluarga, pendidikan, budaya, dll.

Kutilang burungnya Ibu Sut, Ibu penyanyi anak-anak manusia, bernyanyi pula : Jangan mengharapkan mahasiswa zaman sekarang kala kita masih harus mendengar membaca laporan tentang tawuran. Pada tahun 2010 pun tercatat pada tulisan yang sisebut sebut Kepodang tadi ada kasus. . Kasus Gerakan Aksi mahasiswa sebagaimana ditulis Lucas Adi Prasetya dan Irene Sarwinaningrum, Kompas 17/03/2010, huruf J.; Gelanggang, berjudul “Aksi Mahasiswa dan Disorientasi Gerakan”.
Si Kenari kecil memang pinter, omong belakang biar tidak dibantah temannya : “Peristiwa boleh kita ikuti catat dan komentar. Tetapi Pembelajaran apa yang kalian terima, wahai saudara=saudaraku insan-insan kecil.? Manusia bisa kehilangan arah, kita biar terbang tinggi tak pernah kehilangan arah karena ala mini rumah kita. Manusia pada kehilangan arah karena juga dia sudah tidak tahu rumahnya. Budaya dan naluri nenek moyangnya dilupakan. Banyak orang pinter bicara untuk mensiasati sesame demi keuntungan sendiri. Kita ini insane sederhana maka pola hidup kita sederhana pula.”
“ Pola hidup meliputi kebiasaan, cara hidup, cara merasa, melihat, memahami, berfikir, cara bertindak, berkomunikasi dan beberapa yang lain. Perilaku dalam pola hidup itu menggambarkan, mengekspresikan visi, misi, pilihan akan tujuan, sasaran, target, methoda pencapaiannya dari/oleh orang, kelompok orang atau bahkan bangsa atau generasi.
Demikian luasnya aspek, dan banyaknya unsur-unsur kehidupan itu. Maka demikian banyak tulisan orang membahas banyak hal dalam kerangka pola hidup. Dan tulisan itu ada yang menyajikan sepotong-sepotong, hingga yang demikian banyak panjang lebar sekeluasan potongan kehidupan. (http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/17/pola-hidup-sederhana/) “
Dan khusus untuk kita penulis di Kompasiana, dapatkah kita ingat keberagaman, pluralitas pembaca sehingga kita menyadari dan memahami keberagaman itu dan kita tak akan naik pitam memperoleh tanggapan kritis dari pembaca tulisan kita. Kesederhanaan berfikir adalah berfikir obyektif dan benar.
Maka ikutilan cara berfikir yang benar itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun