Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batas-Batas Kesombongan

25 Oktober 2012   09:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:24 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arifin, Budiman dan Prasojo, adalah teman teman saya berbincang diwaktu senggang. Sekali waktu saya memulai membuka percakapan dengan melontar masalah tentang kesombongan dan semangat belajar.

Berujarlah saya : Aku pernah mengatakan atau menulis bahwa semakin aku banyak belajar semakin sadar masih banyak yang tidak kuketahui.

Mas Prasojo memberi tanggapan: Itu omong kosong. Itu mau bilang saja orang seperti aku itu bodoh dan malas belajar. Biasanya orang semakin banyak belajar itu semakin pinter…. Sombong yang bisa belajar.

Budiman tersenyum dan berkata tenang : Nah mulai ini, tetapi jangan konyol. Debat kusir itu bikin pusing.

Arifinpun menyambung : Biarkan saja, kita mendengar. Siaran tidak bayar kan lumayan menjadi teman berjaga dan murah meriah. Omongan seperti ini kadang banyak menyenangkan dan bisa dipetik banyak manfaat.

Sayapun mulai memutar permasalahan : Nah inilah debat kusir, kalau tidak setuju boleh tidak usah memukul orang dengan bilang sombong segala. Tetapi akupun suka bicara soal kesombongan. Sebab seperti sampeyan*) bilang aku sombong, bisa jadi sampeyan itu yang sombong, tidak pernah mau mengakui kelebihan orang lain.

Mas Budiman cepat menyahut : Awas percakapan pindah topic ini….. dan agak pakai argument ad hominem “menohok orangnya”.Tetapi memang kesombongan itu bisa halus sekali. Orang merendahkan diri cepat-cepat mengakui kalah biar sedikit gengsi sebelum dipukul KO.

Arifinpun mencari penegasan: Maksud kesombongan itu halus tu bagaimana.? Atau karena tidak mudah disadari? Atau memang orang sombong itu cerdik menyembunyikan kelemahan dan menonjolkan kelebihannya ?

Mas Budiman “berfatwa” : Semua yang mas Arifin katakana sama benernya. Itulah sombong yang lengkap, halus, cerdik, tetapi kadang melambung tak merasa dan orang lain bisa tersenyum bisa diam diam memutar bibir…..

Saya pun mau melengkapi perihal belajar tadi:Nah demikianlah, soal belajar pun demikian saya bilang saya pernah bilang atau menulis. Itu perkembangan. Terus terang waktu aku terima Hasil Belajar atau lulus terima surat kelulusan, aku merasa pinter. Tetapi semakin berumur, belajar dari pengalaman ditambah semakin majunya zaman ini, teknologi berkembang, anak muda makin banyak yang pinter, aku semakin mengakui bodoh. Itukan tidak sombong. Kenyataan yang aku rasakan.

Mas Prasojo mengiyakan dan mengamini :Iya memang kalian bicara benar, dan benar juga saya yaaa hanya seperti ini. Aku akui dan aku senang selalu semakin tahu ya apa adanya seperti nama pemberian orang tua saya : P R A S O J O.

NB : *) sampeyan = engkau

Prasojo = “mengaku(i) benar”, sederhana, simple.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun