Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tetes Keterlibatan

13 Oktober 2014   18:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:12 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekali waktu saya harus menulis tentang ayah saya. Banyak pembelajaran saya terima ketika saya sengaja menemui banyak orang yang bisa dan bersedia bercerita tentang ayah saya itu. Selain mereka memberikan kesaksian juga membangun dalam diri dan batin saya seperti mengalami kembali kehidupan masa lalu saya bersama ayah.

Dari banyak perjumpaan itu sangat sering saya justru mendapat pertanyaan pertanyaan dan sering berupa kritik terhadap satu dua peristiwa saat itu. Cukup menyenangkan bila “kritik” itu berakhir dengan pujian kepada ayah saya yang berhasil menyelesaikan satu dua persitiwa kontroversial yang mereka kisahkan itu. Tetapi menjadi keprihatinan saya bila kritik itu menjadi sebuah “penyesalan” terhadap terjadinya keputusan bersama yang bermuara pada kasus/hal yang kurang memuaskan pembicara. Sementara itu saya juga tahu bahwa pengkritik tersebut tidak pernah terlibat selain sebagai pemirsa saya.

Kritik memang penting sebagai bagian dalam proses kehidupan. Yang sangat nampak adalah kritik yang kadang kadang tak terucapkan tetapi terlaksanakan dalam perubahan dan tindakan. Itu kita bisa membaca pada setiap perubahan kepemimpinan kebijakan dan arah penyelenggaraan negara di Indonesia. Di era Penjajahan, era Kemerdekaan, era Orde Lama, era Orde Baru, era Reformasi dan sesudahnya. Dari mulut banyak pemimpin sepertinya tercurah bukan saja kritik tetapi tak kurang keras dari hojatan dan pelecehan. Bukan saja beda pendapat, arah dan kebijakan, tetapi orang dan pribadi lawan menjadi bahan dan sasaran kritik yang dilecehkan. Jadi kritik memang harus dan sudah terjadi. Sayang bila orang tidak menyadarinya.

Kritik perlu dimengerti secara tajam. Secara substansial kritik adalah “pembedaan” antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, untuk melihat mana diantara yang satu itu yang lebih sesuai dengan kenyataan. Semula obyek itu adalah sebuah ide dan dibanding dengan realita nyata. Itulah kenenaran antara ide dan kenyataan. Keaneka ragaman kenyataan dan ide yang satu dengan yang lain perlu ada ukuran dan keterukuran. Disanalah seharusnya kritik itu berada.

Tetapi ternyata semua tidak sesederhana dikatakan ketika kenyataan melibatkan orang, dengan seluruh kondisinya. Orang yang mempunyai kebebasan dan keterbatasan masing-masing. Kritik menjadi lebih sulit karena diwarnai oleh suka dan tidak suka. Situasi dan kondisi orang dalam obyek/peristiwa dan orang pemirsa yang rela membuat kritik kadangkala pun berbeda. Pemirsa yang jauh atau dekat, terlibat atau pemirsa murni, masing-masing akan membuat Kritik yang berbeda. Belum lagi kita menyebut suatu kepentingan. Maka akan nampak pula bahwa setiap data / obyek / peristiwa ada “pesan” nya yang spesifik buat kita-kita.

Kalau kita melihat sekeliling kita, orang-orangnya, peristiwanya, kita bisa membuat kritik. Ketika kita berhenti pada melihat dan bermain kritik, dan tidak berlanjut berbuat sesuatu disana, bisa jadi karena kita memang asing dengan situasi kita itu. Kritik kita bisa berbeda apabila kita masih bisa dan mau berbuat untuk dan dalam peristiwa/obyek kritik kita itu. Kritik bisa berubah menjadi selfkritik atau refleksi mana kala kita bisa menempatkan diri dalam peristiwa kita secara pas.

Belajar dari sejarah (sumber data yang boleh dikritik) pembelajaran yang saya nikmati adalah :

1.Aku harus bersyukur bisa melihat dan mengalami hidup ini.

2.Adu adalah salah sati titik dari proses panjang itu

3.Semoga saja sebagai titik ini saya bisa berbuat sesuatu sehingga titik itu menjadi sebuat “tetes-tetes” bermanfaat untuk generasi yang akan datang.

Mungkin anda juga akan membuat refleksi anda dalam berproses kehidupan anda ..... dalam Kritik, Self-kritik dan Keterlibatan? (tags)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun