Di era modern ini perempuan banyak dipekerjakan  diberbagai bidang, sehingga perlindungan perempuan dalam dunia kerja juga perlu diperhatikan. Apalagi jika secara biologis perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan sehingga tidak semua perlindungannya bisa disamakan.Â
Maka perlu adanya suatu hukum yang mengatur khusus dalam melindungi tenaga kerja perempuan agar setiap aspek hak nya diberikan dengan semestinya dan kewajibannya dapat dilaksanakan dengan baik.
Perlindungan dan Keselamatan
Dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yaitu dalam Pasal 86 ayat (1) yang isinya adalah : setiap buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) keselamatan dan kesehatan; (b) moral dan kesusilaan; dan (c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Namun, apakah UU ini berlaku untuk kekerasan seksual yang kasusnya sulit dibuktikan. Para korban sering terbentur dengan bukti agar memberikan sanksi kepada pelaku. Jika kita merekam aksi para pelaku seperti Baiq Nuril yang merekam tanpa persetujuan untuk dijadikan alat bukti, malah terjerat UU ITE. Sedangkan pelaku atasannya masih bisa bebas tanpa adanya sanksi. Lalu bagaimana para korban dapat membuktikan setiap kejadian jika tidak ada faktor pendukung dari pemerintah ?Â
Hukum seolah dapat di otak atik sedemikian rupa untuk menguntungkan beberapa pihak. Bukankah hukum bersifat netral, lalu siapakah yang bisa menegakkan hukum secara adil?. Jawaban bagi para korban kekerasan seksual "Tidak Ada". Selain secara hukum sulit ditembus, juga penanganan kasus kekerasan seksual sangatlah alot.Â
Biasanya jika tidak ditangani oleh lembaga profesional, keutamaan korban menjadi terpinggirkan. Faktor psikologis mereka tidak pernah dipikirkan, yang mereka pikirkan bahwa kasus seperti itu dianggap biasa.
Padahal dalam Pasal 87 ayat (1) : menjelaskan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Â (2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Berapa banyak perusahaan atau tempat kerja yang menciptakan manajemen keselamatan dan kesehatan untuk  tenaga kerja perempuan ?. Apalagi menyoal kasus kekerasan seksual yang sangat minim dari pandangan perusahaan bahkan pemerintah dalam penanganannya.Â
Di pasal 87 ayat dua secara gamblang bahwa manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan peraturan pemerintah, namun sejauh mana peraturan pemerintah dalam penanganan, pencegahan dalam kasus kekerasan seksual bagi para pekerja perempuan ?