Mohon tunggu...
Ria Rand
Ria Rand Mohon Tunggu... Freelancer - Copywriting

suka jalan, menulis, beban hidup berat tapi berusaha untuk santuy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Murni Kejamnya Dunia

17 Februari 2020   21:36 Diperbarui: 17 Februari 2020   21:37 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini kisah nyata. Kisah seorang teman yang sungguh malang nasibnya. Kehilangan uang 15juta secara sia-sia disaat mereka pun sedang kesulitan ekonomi. Bukan dirampok, bukan dimalingi, tapi ini murni pemerasan. Bumi seakan runtuh siang itu. Aliran darahnya membeku. Hingga Ibunya terjatuh terkujur kaku di lantai beralas keramik putih.

Oknum, pelakunya. Mereka datang setelah enam bulan menyusun rencana ini. Strategi yang sangat matang untuk menghasilkan 15juta dalam sehari. Tanpa ada rasa kasihan. Setelah memeras, ia pulang ke rumah. Memberi makan istri dan anak. Sungguh keji darah yang mengalir di dalam tubuhmu, istrimu, dan anak-anakmu karena bengisnya sikapmu.

Ini kisah Ani. Tepat satu tahun lalu. Enam bulan sebelum peristiwa ini terjadi. Kabel listrik di rumah rasa mengerikan karena letaknya yang tidak beraturan. Akhirnya Ibu Ani mengambil keputusan untuk memanggil pekerja lapangan listrik. Mereka takut karena kebakaran banyak disebabkan oleh kabel listrik yang konslet. Lagipula, sungguh tidak elok dipandang di bawah atap rumah. 

Sebut namanya Eko. Ia datang membantu keluarga Ani untuk merapikan kabel-kabel listrik itu yang letaknya tepat di bawah atap rumah. Ibu Ani sudah lega, begitu pun Ani. Mereka tidak lagi was-was atau khawatir terjadi kebakaran akibat kabel listrik yang tak beraturan. Saat itu, hanya ada Ani dan Ibu yang tidak paham sama sekali tentang listrik. Atas lelahnya, Ibu membayar upah Eko.

Tepat enam bulan kemudian. Eko kembali datang dengan menggandeng dua oknum dari kepolisian. Eko kata, "Ibu dikenakan hukuman penjara karena telah mencuri aliran listrik!"

Siang itu ada Ayah, Ibu, dan Ani. Ani keras, membangkang dan terus membalas ucapan Eko dengan emosinya. Ayah bilang, "Sabar, Nak. Jangan emosi."

Lalu, Bapak menghadap ke kantor itu. Mereka bilang, "Bapak harus bayar denda 15 Juta jika tidak mau di penjara!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun