Mohon tunggu...
Asteria Desi Kartika Sari
Asteria Desi Kartika Sari Mohon Tunggu... -

i am student of atma jaya yogyakarta, belajar di jurnalisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

“Karena Tari Jiwaku...”

13 Maret 2013   15:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:50 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berprestasi, itulah yang selalu diharapkan oleh sebagian besar orang dimana saja, termasuk mahasiswi satu ini. Mahasiswi ini sudah menaungi minat dan bakatnya di dunia seni tari sejak usia dini. Oleh karena itu, tari dan iringan gamelan menjadi unsur yang tak terpisahkan dalam hidupnya.

Seorang perempuan mungil, bersih, cantik, dan juga pandai, itulah yang tergambarkan saat bertemu dengannya. Ana Elviana namanya. Mahasiswi semester VI Pendidikan Tenik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri Yogyakarta ,ini sangat terbuka untuk bercerita tentang kecintaan dan prestasinya di dunia tari tradisional. Meskipun kuliah di jurusan teknik, hal itu tidak menjadi penghalang untuk terus mengembangkan bakatnya.

Percakapannya dibuka dengan menguak awal mula bersinggungan dengan dunia tari. Elvi masuk dan berkecimpung di dunia tari sejak Taman Kanak-kanak, berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Umumnya anak-anak seumur itu lebih suka bermain dan bermain. Elvi juga mengaku bahwa kecintaanya akan dunia tari tidak dipungkiri karena lingkungannya. Awalnya, alasan memilih tari karena waktu masih kecil ,lingkungan di sekitarnya berpengaruh buruk terhadap perkembangannya. Sejak saat itu, Elvi mencoba untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, yakni dengan menari.

Selain dari orang tuanya, Elvi juga mendapat dukungan dari sang guru untuk selalu menari. Saat melihat Elvi menari, sang guru sadar bahwa Elvi dan tari adalah satu jiwa. Keluwesan dan kelincahan saat menari mendorongnya untuk terus mengembangkan bakat tersebut. Tanpa harus pikir-pikir panjang, Elvi lalu bergabung dengan Sanggar tari Bagong Kusudiarjo Yogyakarta. Melalui itu bakat Elvi mulai diasah.

Seni tari tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan agar tidak tergerus dengan perkembangan jaman modern. Begitu juga Elvi, ia mengaku bangga dapat mengenal lebih jauh dengan dunia tari tradisional. “saya merasa bangga apabila dapat ikut berpartisipasi untuk melestarikan kebudayaan jawa khusunya melalui dunia tari”, ungkapnya. Elvi juga mengaku bahwa seni tari bisa dibilang sudah menjadi jiwanya. Seni tari baginya dapat dijadikan sebagai obat ketika sedang suntuk atau bosan.

Semangat Elvi akan dunia tari ini membawanya pada segudang prestasi. Berbicara mengenai prestasi Elvi tidak diragukan lagi. Dari pangung ke pangung, dari acara demi acara telah Elvi lakukan baik dari tingkat kota hingga nasional.  Elvi pernah juara II lomba teater itik dan ayam tingkat Nasional di Kraton Yogyakarta, pernah juga ikut  perlombaan yang sejenis   mendapat juara I. Baginya salah satu prestasi membanggakan sekaligus kesempatan yang tidak bisa didapatkan orang lain adalah menjadi penari penyambut Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung di candi Prambanan Yogyakarta. Elvi mengaku sebenarnya masih ada prestasi-prestasi lain yang tidak mungkin disebutkan satu-satu.

Tentu saja Elvi tidak hanya fokus pada dunia tari saja. Meskipun Elvi sangat menyukai tari tetap saja kuliah tidak boleh ditinggalkan. Ketika sudah bersinggungan dengan kuliah, yang pasti waktu untuk menari akan berkurang. Namun hal tersebut tetap tidak menyurutkan semangat Elvi untuk menari. Di sela-sela waktu kuliah, Elvi tetap bisa meluangkan untuk mengisi acara-acara tertentu. “Kalau sekarang ini aku sering ikutan Ballet Ramayana Prambanan dan mengisi job-job secara pribadi” tambahnya. Untuk melengkapi kecintaannya akan dunia seni, Elvi juga mencoba untuk merambah ke dunia seni lain seperti paduan suara, meskipun hal ini hanya sebagai selingan.

Percakapan kami berakhir setelah berbicara mengenai kesulitan dalam menari. Untuk menghasilkan sebuah tarian yang apik tentunya tidak sembarang menari, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menampilkan tari. Tiga hal yang tidak boleh dilupakan saat menari, yakni wirama, wirasa, wiraga. Wiraga atau raga merupakan teknik mengolah tubuh,agar terlihat  kencang, jelas, dan ada kekuatannya. Wirasa, cara untuk mendalami dan memeberikan nyawa pada tarian yang dibawakan.Sehingga penonton dapat menangkap jalan cerita tarian atau perwatakan yang  dibawakan oleh si penari. Aspek yang terakhir adalah wirama, seorang penari dituntut untuk menyatukan dan menyinkronkan suara yang ada dengan tempo gerakan yang sedang ditarikan.

“Untuk dapat menguasai ketiganya menjadi satu gerakan yang indah dan enak dilihat, butuh suatu proses yang terus diolah supaya penguasaan atas ketiga aspek itu semakin kuat.Jadi di tari ini semua tubuh yang kita miliki bekerja, dari mimik wajah, tangan, badan, hingga kaki dan jari-jarinya semua dibuat seimbang”,tandasnya menutup percakapan.


http://soundcloud.com/asteria-desi-kartika-sari/
buat-juon

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun