[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Peringatan Hari Kartini – sumber foto: Istimewa"][/caption] Hari ini, tepat 21 April 2015, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Sebuah apresiasi terhadap perjuangan seorang perempuan bernama Raden Ajeng Kartini, yang lahir di Jepara, 21 April 1879. Kartini adalah putri kelima dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Sosroningrat merupakan Bupati Jepara, sementara ibunya Ngasirah putri seorang guru agama. Ayah Kartini, layaknya priyayi masa tersebut, berpoligami dengan menikahi Worjan, seorang priyayi keturunan Raja Madura. Sebagai seorang bangsawan, Kartini dan saudara-saudaranya mendapatkan hak istimewa dibanding warga bumiputera kebanyakan. Saudara laki-laki Kartini yang bernama Sosrokartono adalah warga Bumiputera pertama yang bersekolah di Belanda. Setelah lulus, dia bekerja sebagai jurnalis di berbagai media dan kemudian bekerja sebagai juru bahasa di Liga Bangsa-Bangsa. Kartini sendiri, hingga usia 12 tahun belajar di sekolah khusus anak-anak priyayi yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantarnya. Dari sinilah Kartini mengenal berbagai pengetahuan, membaca karya sastra serta mempelajari berbagai pemikiran Barat. Salah satu yang menarik perhatian Kartini adalah pemikiran feminisme yang tengah berkembang di Eropa. Hal ini yang mempengaruhi pandangan Kartini tentang nasib perempuan di Hindia Belanda. Saat usia 12 tahun, Kartini, layaknya perempuan Jawa dari kasta priyayi dipingit. Dimana dia tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan kediaman keluarga hingga saat pernikahan. Meski berada dalam pingitan, Kartini tetap aktif belajar lewat buku dan berlangganan majalah. Selain itu, lewat kemampuan bahasa Belanda yang dikuasainya, Kartini aktif berkorespondensi dengan beberapa orang di negeri Belanda, antara lain Rosa Abendanon. Surat-surat Kartini sarat akan pemikiran dan keprihatinannya atas nasib perempuan di Nusantara. Kumpulan pemikiran inilah yang nantinya diterbitkan menjadi buku Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) oleh Mr J. H. Abendanon, Menteri Budaya, Agama dan Industri Hindia Belanda. Aktifitas ini nampaknya meresahkan pemerintah kolonial. Pada tahun 1903, atas desakan Belanda, orang tua Kartini menikahkannya dengan seorang bangsawan bernama Joyodiningrat. Suami Kartini adalah Bupati Rembang yang saat itu sudah beristri tiga. Di luar dugaan, suami Kartini ternyata mendukung perjuangan istrinya dalam emansipasi perempuan. Bahkan, Kartini diberi kesempatan mendirikan sekolah bagi perempuan di dalam komplek kantor Bupati Rembang. Sayangnya, Kartini tidak berumur panjang untuk melihat hasil perjuangannya. Pada 17 September 1904, selang beberapa hari setelah melahirkan putra pertama, Kartini meninggal. Jenazahnya dimakamkan di desa Bulu, Kabupaten Rembang. Sebagai bentuk apresiasi terhadap cita-cita dan perjuangan Raden Ajeng Kartini, Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tahun 1964 menetapkan tanggal 21 April, sebagai Hari Kartini. Sejak saat itu, kita memperingati hari lahir pejuang emansipasi perempuan ini sebagai Hari Kartini. Bagaimana publik, khususnya netizen menyambut Hari Kartini? Berikut redaksi Eveline merangkumnya untuk Anda. Pemantauan dilakukan terhadap perbincangan di media sosial, khususnya Twitter selama periode 20 – 21 April 2015. Hingga berita diturunkan pada 21 April pukul 08:30 WIB, terdapat total 50.833 tweet bicara tentang Hari Kartini. Jumlah yang sangat besar untuk perbincangan di media sosial. Dari jumlah tersebut, 9.174 tweet bicara tentang perjuangan Kartini bagi Wanita Indonesia. Sementara, 6.292 tweet menyatakan apresiasinya terhadap Kartini yang meletakkan pondasi emansipasi Perempuan Indonesia. Selain itu, netizen juga banyak membicarakan tentang buku hasil pemikiran Kartini. Netizen mencuitkan 5.223 tweet tentang buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan kumpulan surat-surat Kartini kepada sahabat penanya di negeri Belanda. Namun, yang paling menarik adalah, adanya 9.635 tweet yang disuarakan netizen Indonesia mengenai Kebaya. Memang, selama ini peringatan Hari Kartini selalu identik dengan pakaian tradisional Jawa bernama Kebaya. Hampir seluruh instansi pemerintah dan sekolah akan mengadakan berbagai aktifitas peringatan Hari Kartini dan pakaian Kebaya menjadi semacam ‘seragam’ wajib bagi peserta perempuan. Jumlah tweet tentang Kebaya jauh melebihi tweet Kartini lainnya. Semoga bukan berarti isu pakaian lebih penting daripada pemaknaan esensi perjuangan Kartini atas emansipasi perempuan di tanah air. Selamat Hari Kartini. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H