Misal, seorang laki-laki Jawa setelah menikah, bisa saja mengganti namanya dengan nama yang lebih sesuai. Begitu pula ketika dia mendapatkan sebuah posisi pekerjaan tertentu yang menyebabkan perubahan status sosialnya di masyarakat. Namanya bisa diganti dengan yang lebih pas atas posisi tersebut.
Atau, kalau seorang Jawa selesai pulang menunaikan ibadah haji--bagi yang muslim tentunya--adalah wajar menambahkan nama Islami di depan namanya, semacam Muhammad dan seterusnya.
Saya tidak tahu apakah masyarakat Indonesia dari suku selain Jawa mempunyai budaya semacam ini juga atau tidak. Namun menurut saya ini menarik. Meski, di jaman sekarang sepertinya sudah banyak luntur tergerus perubahan.
Anyway, kembali soal nama keluarga, kita mungkin punya pandangan berbeda akan perlu tidaknya menerapkan hal ini. Kalau saya pribadi memandang, nama keluarga bukan sesuatu yang terlalu penting, karena lebih penting memelihara soliditas keluarga lewat nilai dan kebersamaan nyata dibanding embel-embel nama belaka.
Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H