Salah satu alasan banyak orang datang ke Inggris selain wisata  adalah belajar bahasa. Tentunya Bahasa Inggris. Mereka yang datang ke  sini untuk belajar bahasa umumnya datang dari negara-negara Eropa dan  Asia. Hal ini nampak jelas terlihat di musim panas, ketika kota-kota di  Inggris, salah satunya Bournemouth dipadati wisatawan dan pelajar  sekolah bahasa.
Membedakan keduanya tidak terlalu susah.  Wisatawan, umumnya datang berdua atau kalau pun berkelompok tak lebih  dari 4-5 orang. Nah, kalau pelajar sekolah bahasa, bisa belasan hingga  puluhan, bergerak berkelompok, serta umumnya mengenakan atribut  identitas yang jelas, macam tas, tshirt atau topi dengan warna dan logo  sekolah bahasa bersangkutan.
Adalah umum bagi siswa sekolah  menengah pertama dari negara-negara Eropa kontinental macam Jerman,  Prancis atau Spanyol untuk menghabiskan libur musim panas mereka selama  2-3 minggu di Inggris. Tujuan utamanya belajar bahasa, namun tentunya  plus berwisata.
Belakangan, marak program belajar bahasa di  Inggris diadopsi sekolah-sekolah dari negara Asia. China serta Arab  paling banyak. Meski sekali dua kali saya temui juga pelajar sekolah  bahasa dari Asia Tenggara, seperti Thailand, Vietnam dan Indonesia,  terselip di antaranya  Â
Durasi  program bahasa yang mereka tawarkan mulai dari short course dalam  hitungan minggu, hingga beberapa bulan. Mereka juga menawarkan layanan  akomodasi, baik berupa student accomodation flat maupun homestay di  rumah warga lokal.
Harga yang mereka patok pun tak bisa dibilang  murah. Untuk kursus bahasa Inggris umum selama 20 minggu (5 bulan),  seorang siswa di-charge sampai 4,100 pound atau sekitar 72 juta rupiah.  Sementara, untuk akomodasi bisa mencapai 2,700 pound atau sekitar 48 juta  rupiah.
Jumlah tersebut tertunya bervariasi tergantung sekolah  bahasa yang dipilih, kota, jenis program kursus bahasa, akomodasi yang  dipilih serta apakah siswa menginginkan fasilitas tambahan seperti  antar-jemput dari dan ke bandara saat datang dan meninggalkan Inggris.
Menurut ICEF, sebuah lembaga nirlaba internasional di industri  pendidikan, menyebut revenue Inggris dari industri sekolah bahasa  (English Language Teaching) di tahun 2014 mencapai 1.2 milyar pound atau  sekitar 21,5 trilyun rupiah.  Industri ini membuka tak kurang dari  26.000 lapangan kerja dengan nilai ekonomi mencapai 2.4 milyar pound atau  sekitar 42,8 trilyun rupiah.  Â
Bisa dibayangkan signifikansi  sektor bisnis ini bagi ekonomi negara Inggris. Saya melihat ini adalah  bukti cerdiknya pemerintah Inggris memanfaatkan potensi yang mereka  miliki. Yaitu bahasa Inggris.Â
Sebagai bahasa  dengan jumlah  pengguna terbesar di dunia, posisinya sebagai lingua franca internasional baik di dunia pendidikan maupun bisnis, potensinya luar  biasa. Dan negara Inggris, sebagai 'pemilik sah' bahasa ini secara  efektif mendayagunakannya sebagai penyedot devisa lewat industri sekolah  bahasanya.