Mohon tunggu...
Hasto Suprayogo
Hasto Suprayogo Mohon Tunggu... Konsultan - Hasto Suprayogo

Indonesian creative designer & digital marketing consultant | astayoga@gmail.com | http://www.hastosuprayogo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Islam Tidak Sama dengan Islam

23 November 2017   04:06 Diperbarui: 23 November 2017   14:45 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik & Agama. Sumber: kalw.org

Sejak beberapa lama, saya menemukan kerancuan pikir sebagian saudara  kita sesama muslim di Indonesia. Mereka memandang, bahwa karena tokoh,  ormas atau parpol yang mereka dukung mengusung ideologi, menyerukan  slogan dan memakai atribut Islam, serta merta dianggap tokoh, ormas atau  parpol tersebut memperjuangkan Islam.

Ini adalah salah besar. Ketika seorang tokoh, ormas atau parpol  menyebut tengah memperjuangkan Islam, kita musti menyimak lapisan lebih  dalam dari pemikiran, ucapan dan tindakannya. Apakah memang Islam atau  umat muslim yang tengah mereka perjuangkan, ataukah kepentingan pribadi, kelompok atau parpol mereka sendiri.

Jika kita temukan indikasi mereka tengah memperjuangkan kepentingan  pribadi, kelompok atau parpol di sana, artinya mereka memanfaatkan Islam, atau dalam istilah saya sebelumnya--mohon maaf jika ada yang  tersinggung--menjual Islam. Hal yang diwanti-wanti secara serius oleh Kanjeng Nabi Muhammad 1400-an tahun lampau tentang banyaknya umat beliau  diakhir jaman yang menjual agama dengan sangat murah dan menukarnya  dengan dunia.

Jika perjuangan mereka ini untuk kepentingan politik,dalam artian  untuk meraih kekuasaan--entah secara langsung atau tidak untuk diri  sendiri, kelompok atau orang lain yang didukungnya--maka, mereka tengah  mempraktekkan politik Islam. Dan kita musti sama-sama awas, politik  Islam atau politisasi Islam bukanlah Islam.

Jadi memperjuangkan kepentingan politik menggunakan istilah, slogan,  lambang dan baju Islam tidak sama dengan memperjuangkan Islam itu sendiri. Menjadi politisi Islam tidak langsung menjadikan Anda pejuang  Islam atau istilah kerennya mujahiddin.

Kembali saya harus menyebut, saya bisa paham mengapa banyak yang  mempolitisasi Islam dan menggunakannya untuk meraih kuasa. Karena isu Islam, apapun konteksnya--mau politik, bisnis, ekonomi atau  apapun--masihlah seksi dan laku dijual di negeri kita yang hampir 80%  penduduknya muslim.

Namun, secara personal saya tidak sepakat dengan hal tersebut.  Menurut saya menunggangi Islam untuk kepentingan politik adalah tindakan  tidak etis. Mendegradasi dan mendiskreditkan nilai-nilai spiritual dan  moral serta muatan sosial dari Islam itu sendiri.

Jika kita tidak senang dengan Islamofobia yang menggejala di  negeri-negeri Barat belakangan, atau persekusi kaum muslim Rohingya di  Myanmar, mustinya kita lihat juga bahwa konflik-konflik tersebut dan  banyak lainnya bukan cuman perkara 'ketidaksukaan'--untuk tidak menyebut kebencian--terhadap Islam atau umat muslim, namun lebih banyak karena  faktor-faktor politik. Kelompok politik, khususnya right-wings di berbagai negara Eropa menggunakan isu Islam, imigrasi dan pengungsi dari  negara-negara muslim sebagai jualan politik.

Serupa dengan konflik Palestina dan Israel yang berlangsung sejak  deklarasi pendirian negara yahudi di 1948 itu bukanlah semata persoalan  agama, namun lebih banyak karena persoalan politik. Dan masih banyak  lagi konflik sejenis, seperti pertarungan kaum sunni-syiah di Iraq,  konflik ISIS -- Kurdi, Arab Saudi -- Qatar dan sebagainya.

So, point yang saya coba sampaikan adalah, tidak setiap yang bernama,  berbaju atau beratribut Islam adalah Islam. Tidak setiap tokoh, ormas,  parpol atau demo berlabel Islam memperjuangkan Islam. Banyak yang  memperjuangkan kepentingan sendiri. Jadi jangan lengah, jangan mudah  terpesona, jangan mudah terbuai dengan klaim apologis 'saudara seiman'.

Matur nuwun sudah bersedia meluangkan waktu membaca tulisan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun