Masih banyak sekolah & madrasah dalam mendidik anak agar baik, poin kesalahan menjadi ukuran mereka baik atau tidak.Â
Seperangkat aturan sekolah & madrasah isinya sanksi-sanksi bagi anak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran aturan.
Orang tua dipanggil ke sekolah atau madrasah karena anaknya dianggap dan dinilai tidak baik, tidak memiliki capaian belajar, bolos, tidak mengerjakan PR, tidak punya catatan belajar, merusak nama baik sekolah dan sejenisnya.Â
Jarang atau mungkin tidak ada sekolah atau madrasah mengundang orang tua datang ke sekolah untuk membicarakan strategi keren agar potensi baik anak berkembang lebih membanggakan.
Anak hebat, anak keren akan laku jika ada lomba/kompetisi saat agustusan, olimpiade sains, English speech content, MTQ dan lain-lain. Tentu saja, anak yang tingkat kesantunannya sangat baik, sense of humanity di atas rata-rata, kesalehan ritualnya bagus tidak masuk dalam nominasi yang dilombakan. Ya, memang tidak ada lomba dengan kategori ibadah paling rajin, lomba suka menolong dan lainnya.
Anak yang hebat, santun, inovatif, kreatif, suka menolong, siap menjadi pemimpin dan akhlak baik lainnya dianggap biasa saja. Mereka tidak dapat apresiasi. Padahal jika sekolah dan madrasah mau mengapresiasi, hal ini akan menjadi inspirasi bagi golongan anak yang belum hebat, santun, inovatif, kreatif, suka menolong, siap menjadi pemimpin dan akhlak baik lainnya.
Tidak tahu mengapa begitu. Konon katanya, konsep sekolah dan madrasah ramah anak itu, mengganti poin kesalahan anak menjadi poin capaian akhlak baik. Jadi, anak yang berakhlak baiklah yang dapat poin. Datang ke sekolah lebih awal dapat poin 5, baju rapi poin 3, dan seterusnya sesuai pakem yang diberlakukan oleh sekolah dan madrasah tersebut.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H