Mohon tunggu...
Astatik Bestari
Astatik Bestari Mohon Tunggu... Guru - Astatik ketua PKBM Bestari Jombang Jawa Timur

Pendiri Yayasan Bestari Indonesia. Domisili di Jombang Jawa Timur. Pengelola PKBM Bestari Jombang Jawa Timur. Guru MTs Darul Faizin Catakgayam Mojowarno Jombang Jawa Timur Ketua 2 DPP FTPKN Ketua bidang Peningkatan Mutu PTK DPW FK-PKBM Jatim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelabelan Pelaku Ghibah kepada Perempuan

31 Januari 2021   06:12 Diperbarui: 31 Januari 2021   06:55 2588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ekopangkapi.wordpress.com

Kalau menyimak behind the scenenya 'Tilik'  saya memahami bahwa pembuat film terkesan dengan budaya tilik ini. Budaya baik yang berlangsung ketika ada salah satu warga sakit, warga masyarakat lainnya berduyun duyun besuk/ tilik warga yang sakit tersebut. Terkesan kebersamaannya, dan jiwa 'neriman' menggunakan transportasi truk menuju ke rumah sakit. Film apik.

Namun ketika film tersebut sudah sampai di YouTube, tangkapan netizen berbeda. Ini saya saksikan kabar beranda sosial media saja. Netizen ternyata fokus pada penokohan yang menampilkan prilaku relasi negatif dari beberapa tokoh yang ada di film tersebit. Bahkan meme yang berkembang membahas persoalan ghibah, menggunjing, 'ngrasi' . Di mana- mana ghibah itu lebih fokus membahas ketidakbaikan orang lain. Jarang- jarang membahas kebaikan. Koreksi kalau saya salah.

Entahlah, film ini kebetulan atau full realita atau karena pelabelan, ada kesan bahwa perempuan jika berkumpul yang diomongkan tak jauh dari media ghibah. Saya terusik.

Dari film pendek ini muncul pertanyaan di benak saya.
Apakah besuk itu hanya dilakukan kaum emak-emak? Dan diperjalanan menuju rumah sakit itu 'ghibahin' kaumnya sendiri pula?
Jika ada  film pendek kaum bapak-bapak saat kumpul dengan sesamanya, kira-kira apa  yang dighibahin? Saya jadi  suuzan atau iri dengan kaum bapak yang jarang atau bebas label 'pelaku ghibah'.  Saya hanya melihat kedua kaum ini sebagai manusia saja. Kadang layak salah dan tidak bisa bebas dari dosa.

Objektif saja dengan realita. Tak jarang dalam urusan bisnis, atau urusan pelayanan publik, tidak ada bedanya kedua kaum ini menciptakan label kepada mitranya atau rival bisnisnya melalui media ghibah. Dalam kehidupan apa saja, media ghibah itu bisa saja terjadi. Entah di dunia bisnis dengan persaingan ketat, entah di dunia pendidikan dengan keelokan jargon pendidikan karakter, entah di dunia apa saja, ghibah bisa muncul bahkan saat pandemi Covid-19 yang sulit untuk berkumpul. Tidak bisa nghibah di dunia nyata, pindah ke dunia maya. Aplikasi sosial media yang objektif dalam memberi layanan, sudah mendukung munculnya ghibah.

'Tilik' mampu melempar kesan sarkastik pada netizen . Ya, saat mereka khilaf ketika berkumpul atau berdua dengan sesamanya untuk berghibah. meskipun saya lihat behind the scenenya pembuat film tidak pernah menyebutkan hal itu. Netizen lebih terkesan pada urusan ghibah daripada kebersamaan sebagaimana maksud pembuat film. Saya menyimpulkan demikian karena meme bertebaran di sosial media atas respon 'Tilik' ke arah sana.

Saya juga netizen.
Hadanallah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun