Mohon tunggu...
Astari Kelana Hanindyani
Astari Kelana Hanindyani Mohon Tunggu... -

15 yo. Laugh hard, cry harder and write hardest

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Analisis Dua Cerita Ulang Imajinatif: Asal Usul Reog Ponorogo dan Asal Usul Kediri

29 November 2014   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:30 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Asal Mula Reog Ponorogo

Dahulu kala, hidup seorang putri yang cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit. Sang Putri merupakan putri dari raja terkenal di Kediri. Banyak pangeran dan raja yang meminangnya namun ia belum ingin berumah tangga. Padahal, kedua orangtuanya sudah mendambakan kehadiran seorang cucu. Sang Raja menyampaikan keinginannya dan keinginan istrinya kepada sang Putri, sang Putri tetap belum ingin berumah tangga. Karena terus menerus dibujuk, akhirnya sang Putri bersedia untuk menikah dengan syarat calon suami yang dapat memenuhi keinginannya walaupun ia sendiri belum mengetahui apa keinginan tersebut. Sang putri meminta izin kepada ayahnya untuk bersemedi selama tiga hari tiga malam dan meminta petunjuk kepada Dewa. Sepulang dari persemediannya, ia telah mengetahui apa syarat yang ia inginkan untuk calon suaminya. Ia pun menyampaikan hal tersebut kepada sang Raja. Ia menginginkan calon suaminya untuk mempersembahkan suatu tontonan yang menarik yang belum pernah ada sebelumnya. Semacam tarian dengan iringan tabuhan atau gamelan. Dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus empat puluh ekor yang akan dijadikan sebagai iringan pengantin nantinya. Calon suami tersebut juga harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua di hadapannya. Meski syarat yang diinginkan berat, sang Raja tetap mengumumkan sayembara tersebut. Sayembara tersebut boleh diikuti oleh siapa saja, tidak pandang bulu.

Para pangeran dan raja-raja yang berniat meminang pun menciut nyalinya dan tidak sedikit dari mereka yang mengundurkan diri. Hingga hanya tersisa dua orang yang merasa mampu untuk mengikuti sayembara tersebut. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelanaswandana dari Kerajaan Bandarangin. Sang Raja terkejut mendengar kesanggupan kedua raja tersebut sebab mereka berdua memiliki perangai aneh. Raja Singabarong merupakan seorang manusia berkepala harimau yang memiliki seekor burung merak untuk memakan kutu-kutu yang ada di kepalanya. Ia juga berwatak buas dan kejam. Sedangkan, Raja Kelanaswandana memiliki ketertarikan kepada anak laki-laki bukan pada gadis-gadis cantik. Namun, semua sudah terlanjur karena sayembara dan persyaratannya telah diumumkan.

Raja Singabarong telah memerintahkan kepada patihnya untuk mencari kuda-kuda kembar, mengarahkan para seniman untuk menciptakan tontonan yang menarik dan mencari binatang berkepala dua. Karena belum semua persyaratan berhasil terpenuhi maka, ia menyarankan Patihnya untuk mengerahkan pasukan yang dapat menyusup pada kerajaan Raja Kelanaswandana dan melihat persiapan saingannya tersebut. Ternyata, Raja Kelanaswandana hampir berhasil memenuhi persyaratan dari Dewi Sanggalangit kecuali menemukan hewan berkepala dua sehingga Raja Singabarong makin gencar memerintah pasukannya untuk menjadi mata-mata di Kerajaan Raja Kelanaswandana. Raja Kelanaswandana merasakan firasat tidak nyaman sehingga, ia memerintahkan pasukannya untuk menyamar menjadi rakyat biasa untuk mengetahui apa yang terjadi. Pasukan Raja Kelanaswandana menemukan pasukan Raja Singabarong yang menyusup dan segera saja amarah Raja Kelanaswandana memuncak. Ia mengerahkan seluruh pasukannya untuk pergi ke kerajaan Raja Singabarong dan menyerangnya.

Sementara itu, Raja Singabarong sendiri sedang menikmati patukan burung merak di kepalanya yang asik menyantap kutu-kutu pengganggu. Ia terbuai, terlena dan akhirnya tertidur tanpa mengetahui diluar sana bahwa Raja Kelanaswandana semakin mendekat ke dalam istana. Raja Singabarong terbangun setelah mendengar kegaduhan yang terasa dekat dengan telinganya. Sementara, burung merak masih bertengger di kepalanya sehingga sepintas terlihat seperti hewan berkepala dua. Raja Kelanaswandana segera menyerang Raja Singabarong dengan mengeluarkan kesaktiannya kearah kepala Raja Singabarong sehingga burung merak tersebut melekat pada kepalanya. Raja Singabarong marah bukan kepalang dan mengeluarkan kerisnya serta segera melompat ke arah Raja Kelanaswandana namun, ia kurang cepat karena Raja Kelanaswandana segera mengayunkan cambuk saktinya yang dapat mengeluarkan hawa panas dan bersuara seperti halilintar. Segera saja Raja Singabarong menggelepar dan seketika tubuhnya berubah menjadi binatang berkepala dua yaitu harimau dan burung merak. Ia tidak dapat berbicara dan kehilangan akalnya. Raja Kelanaswanda pun dengan bahagia pergi menghadap Raja Kediri dengan iringan kesenian Reog, seratus empat puluh empat ekor kuda kembar, suara gendang, gamelan dan terompet ditambah kehadiran binatang berkepala dua yang menari-nari. Dewi Sanggalangit pun menikah dengan Raja Kelanaswandana dan dibawa ke Ponorogo sehingga kesenian tersebut dinamakan Reog Ponorogo.

Asal Mula Kediri

Alkisah di daerah Jawa Timur hiduplah seorang Raja dari Kerajaan Majapahit bernama Raja Brawijaya yang mempunyai seorang putri cantik jelita berkulit sehalus sutra dan senyum seterang purnama bernama Dyah Ayu Pusparani. Tentu saja sudah banyak pangeran yang datang namun belum ada satu pun yang diterima oleh Raja Brawijaya. Raja Brawijaya berniat mengadakan sayembara untuk mencarikan anaknya seorang pendamping hidup. Barang siapa yang dapat merentang busur sakti milik Kyai Garudayeksa dan mengangkat gong Kyai Sekardelima maka dia mendapat hak untuk mempersunting putrinya. Pada hari saat dilaksanakannya sayembara tersebut, semua orang yang datang tidak mampu untuk memenuhi persyaratan tersebut hingga seketika saat Raja Brawijaya hendak memukul gong untuk menutup sayembara seorang pemuda berkepala lembu meminta izin untuk mengikuti sayembara tersebut. Pemudaberkepala lembu tersebut bernama Lembu Sura. Tanpa diketahui, Lembu Sura berhasil memenuhi kedua persyaratan berat tersebut meskipun semua orang telah diam-diam berharap bahwa ia akan gagal. Sang Putri kecewa berat melihat hasil dari sayembara tersebut dan sebagai raja yang baik tentu Raja Brawijaya tidak akan mencabut sayembara tersebut. Sang Putri mengurung diri di dalam kamar selama berhari-hari, tidak makan tidak pula minum. Sang Inang pengasuh pun segera menghibur tuan putrinya. Inang pengasuh memberi saran agar sang Putri mencari jalan keluar sebelum hari pernikahan tiba. Mereka berdua berpikir keras menentukan jalan keluar. Seketika Inang pengasuh mendapatkan ide, dengan menambah syarat yang lebih berat lagi untuk Lembu Sura sebelum hari pernikahan tiba yaitu membangun sumur di puncak Gunung Kelud. Sang Putri tentu menerima saran tersebut dengan cepat dan tanpa berpikir menyampaikannya kepada Lembu Sura.

Lembu Sura masih saja menyetujui persyaratan tersebut, ia pergi ke puncak Gunung Kelud. Setibanya di Gunung Kelud, Lembu Sura mulai menggali tanah dengan sepasang tanduknya dan dalam waktu tidak berapa lama, ia mampu menggali tanah cukup dalam. Ketika malam datang, galian tersebut sudah semakin dalam dan Lembu Sura sendiri sudah tidak tampak lagi dari bibir sumur. Sang Putri semakin panik melihat Lembu Sura mampu membangun sumur sedalam itu. Raja Brawijaya tidak ingin mengecewakan putrinya untuk kedua kali sehingga ia menutup lubang tersebut dengan batu besar dibantu dengan pengawal-pengawalnya. Lembu Sura berteriak merintih meminta tolong. Dalam waktu sekejap, Lembu Sura sudah tertimbun tanah dan batu namun suaranya masih sempat terdengar. Lembu Sura mengucapkan sebuah sumpah bahwa Lembu Sura akan merusak seluruh wilayah kerajaan Majapahit selama dua windu sekali. Raja Brawijaya pun takut akan ancaman tersebut dan melakukan berbagai usaha untuk menangkal sumpah tersebut seperti melarung sesaji. Namun, sumpah yang telah terucap tetaplah sumpah. Setiap kali Gunung Kelud meletus, masyarakat sekitar akan menganggap hal tersebut merupakan pembalasan dendam atas tindakan Raja Brawijaya terhadap Lembu Sura. Masyarakat sekitar pun tetap melarung sesaji saat ini secara rutin setiap tanggal 23 Syura dan dilakukan disekitar kawah Gunung Kelud.

Analisis

Kedua cerita tersebut tentu memiliki banyak persamaan karena berasal dari daerah yang sama yaitu Kediri, Jawa Timur. Hal ini terlihat dari adanya tokoh Dewi Sanggalangit yang diceritakan sebagai putri dari Raja Kediri pada cerita Asal Usul Reog Ponorogo. Sementara itu, sumpah yang diucapkan tokoh Lembu Sura pada cerita Asal Usul Kediri berbunyi bahwa ia akan membalaskan dendamnya kepada Kediri,Blitar dan Tulungagung selama satu kali setiap dua windu. Kesamaan daerah dapat membuat dua cerita menjadi semakin mirip karena samanya adat dan budaya yang berlaku pada masyarakat setempat saat itu.

Persamaan yang pertama, kedua tersebut sama-sama menceritakan mengenai sebab-akibat yang akan kita dapatkan apabila kita melakukan hal-hal licik dan buruk. Pada cerita Asal Mula Reog Ponorogo, Raja Singabarong berusaha menyelundupkan petugasnya ke dalam kerajaan Raja Kelanaswandana untuk mengetahui persiapan Raja Kelanaswandana. Terbukti kelak setelah Raja Kelanaswandana mengetahui semuanya, Raja Singabarong diubahnya menjadi manusia berkepala harimau dan burung merak. Raja Singabarong tentu mendapat banyak kerugian akibat tindakannya, sudah tidak jadi menikah dengan Putri ditambah berubah selamanya menjadi hewan berkepala dua. Sementara itu, pada cerita Asal Usul Kediri, akibat dari Raja Brawijaya yang menimbun Lembu Sura di dalam sumur di Puncak Gunung Kelud, maka tidak jarang Gunung Kelud akan meletus dan menelan banyak korban di sekitar (di Kediri)  yang diyakini sebagai pembalasan dendam dari Lembu Sura. Kedua cerita ini membuktikan bahwa setiap hal buruk yang kita lakukan tentu akan mendapat balasan yang setimpal.

Kedua cerita tersebut juga sama-sama menceritakan mengenai kehidupan kerajaan yang sama dimana hidup sang Putri yang cantik jelita dan belum menikah sehingga diadakan sayembara dengan persyaratan sulit akan tetapi, kandidat yang berhasil dalam sayembara tersebut selalu tidak diharapkan kehadirannya dan tidak sesuai dengan keinginan sang Putri. Pada cerita Asal Mula Reog Ponorogo, Dewi Sanggalangit mendapatkan RajaSingabarong yaitu manusia berkepala harimau dan Raja Kelanaswandana penyuka laki-laki sebagai hasil dari sayembara yang ayahnya lakukan. Sementara itu, pada cerita Asal Mula Kediri, Dyah Ayu Pusparani mendapatkan Lembu Sura sebagai hasil sayembara yang membuatnya murung bukan kepalang.

Tokoh-tokoh manusia berkepala hewan juga muncul dalam kedua cerita tersebut. Dalam cerita Asal Mula Reog Ponorogo, ada tokoh Raja Singabarong yaitu manusia berkepala harimau dan pada cerita Asal Mula Kediri, ada tokoh Lembu Sura yaitu pemuda berkepala lembu.

Meskipun kedua cerita tersebut memiliki banyak persamaan, jika ditinjau dari nilai moral yang dapat kita dapatkan pada kedua cerita tersebut sangat rbrberbeda. Nilai moral yang dapat kita petik dari cerita Asal Usul Reog Ponorogo adalah jangan berbuat licik dan bersiat sportif dalam suatu kompetisi (atau sayembara pada cerita tersebut). Sementara itu, nilai moral yang dapat kita petik dari cerita Asal Usul Kediri yaitu tidak melanggar janji yang telah kita buat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun