[caption id="attachment_216331" align="aligncenter" width="300" caption="dukun-ampuh.blogspot.com"][/caption]
Mendengar kata santet, gendam dan sebagainya, saya jadi ingat obrolantetangga saya yang baru saja menjadi hot news di kalangan tetangga saya. Beberapa hari lalu, baru ada tetangga saya yang meninggal secara tidak wajar (menurut mereka). Konon katanya lagi, tetangga saya yang berinisial S, meninggal secara mendadak dan sebelum meninggal beliau sempatsakit parah yang dokter sendiri tidak bisa mendeteksi dan mendiagnosa penyakit tersebut, dan juga mengalami muntah paku, silet dan segudang benda – benda tajam nan mengerikan. Berbagai upaya dari orang pintar satu ke orang pintar yang lain sudah dilakoni, tetapi tidak berhasil menangkal penyakitnya hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Konon katanya pula, S disantet oleh lawan bisnisnya yang tidak senang melihat kesuksesan bisnis S.
Santet, gendam, sebeh dan sebagainya memang tidak asing lagi di Indonesia, apalagi di tanah Jawa. Santet atau guna – guna Memang tidak bisa dipungkiri, semakin majunya jaman, semakin banyak pula orang yang memilih jalan pintas untuk mencapai apa yang diinginkan.Padahal di Era teknologi maju, seharusnya banyak orang yang bisa berpikir menggunakan logika, bukan lagi mistik. Dan mungkinkah orang yang membunuh menggunakan santet, bisa juga dituntut dan dipenjarakan seperti pembunuhan langsung?
Sebenarnya, wacana RUU anti santet sudah lama terdengar dari tahun 2004, semenjak heboh kasus Cut memey versus mantan suaminya yang berisikan isu santet, pelet dan sebagainya. Cut Memey yang merasa telah diguna -gunai meminta perlindungan hukum dari teror santet yang dilakukukan mantan suaminya. Dan segudang pengaduan – pengaduan pidana yang berkaitan dengan santet dan sebagainya.
Santet sendiri sebenarnya sudah tertuang di rancangan undang – undang Pasal 292 ayat (1) dan ayat (2) RUU KUHP, yang berbunyi kurang lebih :
“Ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak kategori IV. Ayat berikutnya menyebutkan jika pelaku tindak pidana tadi melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah sepertiga.”
Tetapi pembuktian atas tindak pidana santet lebih kepada hubungannya dengan delik penipuan, yaitu mengaku memiliki kemampuan santet dan menyebarluaskannya. Memang sulit rasanya menjadikan RUU anti santet menjadi UU anti santet, karena santet, guna – guna dan sebagainya lebih berdasarkan mistik bukan real secara nyata yang bisa terlihat dan dibuktikan secara nyata. Coba saja kita bayangkan, jika pembunuhan dan kekerasan secara langsung pasti bisa terlihat dan bisa dikumpulkan berbagai bukti nyata yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku. Sedangkan jika santet, kita hanya mengandalkan terawangan orang pintar tentang siapa pelakunya, yang tentu saja hal itu sulit untuk dibuktikan, karena hanya berdasarkan omongan tanpa ada penjelasan yang real darimana masuknya benda – benda tajam kedalam tubuh, atau kejadian – kejadian aneh lainnya.
[caption id="attachment_216332" align="alignright" width="255" caption="www.ruanghati.com"]
Hal itulah yang menjadi pertanyaan besar berbaagai kalangan termasuk saya sendiri, bagaimana cara pembuktian pelaku kejahatan santet? Dan mungkinkah para pelaku tindak kejahatan santet bisa dipidanakan?
Mungkin hal ini sedikit sulit untuk dilakukan, Karena biasanya tindak pidana yang menjerat pelaku santet lebih menitik beratkan Perkara santet yang masuk pengadilan bukan murni masalah santet, melainkan lebih banyak pembunuhan yang dilatarbelakangi isu santet. Putusan pengadilan yang menyangkut perkara sejenis nyaris selalu mengabaikan masalah santetnya. Jaksa dan hakim lebih banyak menganggapnya sebagai delik pembunuhan berencana atau penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu. Lihat misalnya putusan Mahkamah Agung No. 2296K/Pid/1989. Delik pembunuhan dan penganiayaanlah yang mencuat, ketimbang isu santet.
Tetapi seiring perjalanan waktu, dan jika saja makin banyak kasus yang bermotif santet dan sebaginya makin banyak ditemui dan dilaporkan, mungkin saja hal ini dapat dikaji ulang dan dikaji lebih baik. Jadi hal ini tidak hanya berhenti sebagai wacana atau rancangan undang – undang saja. Karena tidak dapat dipungkiri, santet juga sangat berbahaya dan mengancam keselamatan jiwa manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H