UNISA Yogyakarta merupakan kampus berwawasan kesehatan yang berkomitmen untuk mencetak lulusan yang mampu menerapkan pendekatan berbasis teori dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan mempelajari teori Health Belief Model, diharapkan mahasiswa tidak hanya memahami konsep Health Belief Model secara teoritis, tetapi juga mampu mengimplementasikannya secara efektif untuk mendorong kesadaran dan perilaku hidup sehat di masyarakat. Health Belief Model adalah model kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan tindakan terhadap perilaku kesehatan. Pendekatan Health Belief Model memiliki 5 konsep utama yaitu, kepercayaan tentang kerentanan penyakit, kepercayaan tentang keparahan penyakit, pengorbanan yang dilakukan untuk mengubah perilaku, persepsi tentang manfaat yang dirasakan jika mengubah perilaku, dan isyarat terhadap tindakan.
1. Kepercayaan tentang kerentanan penyakit
Kepercayaan tentang kerentanan penyakit yaitu keyakinan individu tentang kemungkinan atau risiko untuk terkena suatu penyakit. Jika individu merasa lebih rentan terhadap penyakit, mereka cenderung lebih termotivasi untuk mengambil tindakan pencegahan. Dalam jurnal "Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin" dijelaskan bahwa penderita TB merasa rentan terhadap penyakit, ditandai dengan gejala batuk terus-menerus, demam, dan penurunan berat badan. Tingkat persepsi kerentanan beragam berdasarkan kondisi individu dan lingkungan sosial. Individu yang tinggal di lingkungan kumuh cenderung merasa lebih rentan dibandingkan individu yang memiliki akses ke faskes dengan mudah.
2. Kepercayaan tentang keparahan penyakit
Kepercayaan tentang keparahan penyakit yaitu keyakinan individu mengenai seberapa serius dampak dari suatu kondisi kesehatan atau penyakit. Semakin besar individu mempersepsikan keparahan suatu penyakit, semakin besar kemungkinan mereka akan mengambil tindakan untuk mencegah penyakit tersebut. Dalam jurnal "Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin" dijelaskan bahwa tingkat keparahan yang dirasakan ditunjukkan melalui persepsi penderita terhadap dampak penyakit, seperti gejala fisik (batuk darah, sesak napas) hingga risiko kematian. Keparahan ini juga dipengaruhi oleh stigma sosial yang meningkatkan tekanan emosional penderita.
3. Pengorbanan yang dilakukan untuk mengubah perilaku
Pengorbanan yang dilakukan untuk mengubah perilaku yaitu keyakinan individu mengenai hambatan, biaya, atau pengorbanan yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu perilaku kesehatan. Jika individu merasa pengorbanan terlalu besar dibandingkan manfaat yang diperoleh, mereka cenderung tidak mengambil tindakan kesehatan. Dalam jurnal "Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin" dijelaskan bahwa hambatan utamanya yaitu keterbatasan finansial, prosedur pengobatan yang rumit (antrian panjang di puskesmas), dan efek samping obat. Selain itu, stigma masyarakat juga menjadi penghalang terutama pada penderita dari keluarga miskin.
4. Persepsi tentang manfaat yang dirasakan jika mengubah perilaku
Persepsi tentang manfaat yang dirasakan jika mengubah perilaku yaitu keyakinan individu mengenai keuntungan yang akan diperoleh jika mereka mengubah perilaku untuk mengurangi ancaman penyakit. Dalam jurnal "Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin" dijelaskan bahwa manfaat pengobatan dirasakan langsung oleh penderita setelah menjalani terapi TB, seperti perbaikan kesehatan, penurunan gejala, dan peningkatan kualitas hidup. Informasi dari kader dan PMO (Pengawas Minum Obat) membantu penderita memahami keuntungan pengobatan, seperti memutus rantai penularan dan mengurangi risiko komplikasi.
5. Isyarat terhadap tindakan
Isyarat terhadap tindakan yaitu faktor yang mendorong individu untuk mengambil tindakan tertentu dalam meningkatkan kesehatan mereka. Isyarat ini berperan sebagai pemicu yang mendorong individu untuk benar-benar melakukan tindakan kesehatan. Dalam jurnal "Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin" dijelaskan bahwa isyarat yang memotivasi penderita untuk berobat datang dari dukungan keluarga, kader, dan PMO. Komunikasi persuasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan juga memberikan dorongan tambahan bagi penderita untuk menjalani pengobatan.
Referensi :
1. Syarah, M.M., Sarwoprasodjo, S., & Lumintang, R.W.E. (2014). Peran Komunikasi Kesehatan pada Kalangan Masyarakat Miskin. Makara Hubs-Asia, 18(2): 149-158.
2. Damayanti, Aulia., Chicade, Anabaena., dkk. (2022). Pendekatan Health Belief Model (HBM) untuk Menganalisis Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus dalam Menggunakan Insulin di Kota Banjarmasin. Jurnal of Pharmaceutical Care and Sciences, 2(2): 61-68.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H