Mohon tunggu...
Assyifa Firdaus
Assyifa Firdaus Mohon Tunggu... -

Surya Boarding School Scholarship - writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I Knew You Were Trouble (Catatan dari Interpretasi lagu)

6 September 2014   21:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:26 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa waktu yang lalu, saat petama kali kita dipertemukan, adalah saat yang paling kusesali seumur hidup. Andai saja semuanya bisa terulang, aku ingin sekali menghapusnya. Karena keputusan yang terlalu singkat, alhasil setelah bertemu denganmu, kesalahan demi kesalahan menimpa diriku. Kala itu, aku sedang sendiri, mencoba bangkit dalam keterpurukan. Perlahan, Kita menjadi lebih akrab di setiap moment yang membuat kita terus bersama.

Suatu hari, kamu berkata bahwa bertemu denganku adalah keindahan yang tak dapat diungkapkan, karena akhirnya kamu menemukan seseorang yang selama ini kamu cari. Saat itu, aku terpesona pada seluruh dirimu, dengan segala tingkah laku, segenap tawa dan perkataanmu. Aku tak peduli ketika kamu sibuk dengan lagumu, aku tak peduli dengan kebiasaanmu berdua dengan benda kesayanganmu, aku tak peduli saat kamu tidak bisa menemaniku dan membatalkan rencana di hari minggu denganku. Bagiku, kamu adalah milikku dengan semua kekurangan dan kelebihanmu.

Bagiku, aku hanya tak ingin mengekangmu dengan segala ocehanku. Bagimu, mungkin kebetulan sekali karena aku tak terlalu banyak berkomentar. Suatu saat kusadari, bahwa menerimamu dalam kehidupanku adalah sebuah kesalahan. Saat aku terpuruk, saat aku terjatuh, saat aku benar-benar membutuhkanmu, kamu pergi dengan mudahnya, walau kenyataannya wajahmu seringkali kulihat di setiap hari. Saat itu aku tertegun, tak menyangka bahwa semua ini akan terjadi, kamu tega memberikan luka di kehidupanku dan membiarkanku merasakan sakitnya sendirian. Semakin lama, aku semakin menyadari bahwa kamu adalah sebuah kesalahan. Karena setelah kuingat kembali, kamu tak pernah ada untukku. Dan aku dibiarkan terluka sendirian, menaggung rasa sakit dan perih, karena aku tak mendengarkan orang-orang yang dulu pernah memintaku untuk tak menerimamu di hidupku.

Kamu adalah sebuah petaka begitu memasuki hidupku. Betapa menyesalnya aku pernah melakukan hal-hal yang tak seharusnya kulakukan bersamamu. Hal yang hanya akan menjadi ingatan pahit dan kusesali seumur hidupku. Dan sekarang , hidupku hancur. Semangatku meredup, kepercayaan diriku menghilang. Kamu benar-benar masalah untukku.

Tidak perlu minta maaf, karena aku telah melakukannya, dan kamu tak peduli dengan semuanya. Kamu bahkan tak kan tahu dan mengerti jika aku menangis karenamu, karena kamu tak pernah ada saat aku menangis. Aku akan bersikap tegar di hadapanmu, seolah kamu juga tak pernah ada di hati dan kehidupanku. Meski hatiku hancur, meski tak bisa kutahan pedih ini tiap kali melihatmu. Kan kubiarkan kamu tetap menjaga egomu sebagai laki-laki, keputusan terbaikmu dengan alasan yang menurutku sangat menyakitkan itu. Agar kamu puas, agar aku dapat terus menyalahkanmu di hatiku.

Saat ini, kabar yang kudengar tentangmu tidak terlalu mengecewakan. Kamu melanjutkan hidupmu dengan baik, seperti biasanya. Masih banyak perempuan yang berseliweran di sekitarmu. Dan sebenarnya itu sangat menyakitkan. Dahulu semua hal itu sangat berarti, namun sepertinya sekarang aku benar-banar tak ada apa-apanya di hatimu, atau bahkan aku sedari dulu tak pernah dianggap ada oleh dirimu? Aku hanya sebagai lubang tambahan diikat pinggang, yang akan selalu kamu tambah semakin perutmu membesar.

Rasanya menyakitkan mengingat hubungan kita. Seperti sebuah lelucon. Kau memperjuangkanku dengan berat awalnya. Setelah kamu dapatkan diriku, kamu pergi menjauh begitu saja. Kubiarkan, kamu semakin merajalela. Tapi pada akhirnya aku aku mulai berkomentar, kamu membuangku seenaknya. Dan benar, kamu memang sudah menjadi masalah untukku sejak awal. Aku nya saja yang buta karena aku terlalu memandang polos disetiap orang yang dapat membuatku tersenyum.

Dan, hal yang paling kutakuti adalah, saat aku tahu bahwa kamu tak pernah mencintaiku sama sekali. Kau memang sejak awal hanya berniat mempermainkanku. Ketakutan itu, berimbas pada hatiku sampai sekarang, aku takut semua kisah itu akan terulang. Aku menangisinya, namun hingga saat ini kamu tetap melangkah dengan keputusanmu, tak melihat sisi lain dari segala senyum palsuku. Kau memang petaka bagiku sejak awal, dan aku menyesali itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun