NATO yang dimaksud bukan negara-negara sekutu yang menjadi musuh islam dan kaum muslimin, tapi NATO disini adalah “No Action Talk Only” yang artinya tidak bekerja hanya bicara. NATO adalah lawan dari “sedikit bicara banyak kerja” atau dalam bahasa inggris “talk less do more”. Kata NATO ini sering digunakan untuk orang-orang yang dianggap cerewet, berisik, dan banyak bicara. Jadi jika ada orang yang banyak bicara dan kita malas mendengarnya, maka ucapkan saja NATO! Begitulah kira-kira fungsi kata ini J Dari segi akhlak, mengucapkan NATO pada politisi-politisi busuk yang setiap kampanyenya mengucapkan janji-janji adalah sangat cocok. Tapi sangat tidak berakhlak jika ini diucapkan pada orang-orang yang memberi nasihat. Bisa kita bayangkan ketika di pengajian, ustadz sedang menyampaikan nasihat-nasihat lalu kita teriakin “ah cuma NATO bisanya”, atau ketika dosen kita sedang berbusa-busa menerangkan materi, lalu kita ucapkan “NATO!”, tentu perbuatan ini sangat tidak beradab. Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daaryradhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab,“Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan rakyatnya”.(HR. Muslim) Disini saya akan membahas tentang seringnya muncul kata NATO pada diskusi, terutama diskusi di dumay (dunia maya). Biasanya kata ini akan muncul dari kalangan liberalis jika seorang aktivis islam menerangkan bagaimana solusi islam dalam mengatasi berbagai masalah di negri ini. Misalnya, bagaimana islam mengentaskan kemiskinan, bahwa SDA itu termasuk kepemilikan umum dan tidak boleh diberikan ke asing, tapi harus dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat. Maka biasanya liberalis akan langsung membalas dengan kata ”NATO”. Barangkali dalam pikiran mereka bahwa yang diterangkan oleh aktivis islam itu hanya teori, tidak pernah dipraktekkan, bahkan oleh di aktivis itu sendiri, sehingga mereka merasa pantas menjuluki aktivis islam itu dengan NATO. Padahal jelas solusi islam tidak mungkin diterapkan secara total di sistem yang bukan sistem islam seperti sekarang ini, tetapi akan bisa diterapkan jika sistem negara kita diubah menjadi sistem islam (khilafah islamiyyah). Lain lagi jika yang berdiskusi antar aktivis islam sendiri. Maka yang sering menyebut NATO, adalah mereka yang merasa partainya sudah berbuat banyak, sementara kelompok yang disebut NATO (biasanya kelompok yang berinisial H.T.I) hanya bisa teriak-teriak dan tidak ada hasil. Aktivis islam dari partai yang berinisial P.K.S ini merasa dirinya sudah berbuat tidak lain karena mereka merasa sudah didalam pemerintah, sudah menjadi anggota legislatif dan juga menjadi beberapa mentri. Karena partai ini sudah “punya kuasa” jadi bisa berbuat apa saja, sementara kelompok diluar mereka dianggap “tidak bisa berbuat apa-apa”, jadi jika kelompok extrapemerintah menasihatinya, misalnya tentang mengapa mereka koalisi dengan sekuler dan menerima anggota non-muslim, dia akan mengatakan “NATO!”. Saya bisa mengatakan bahwa ucapan NATO yang diucapkan para aktivis partai yang berinisial P.K.S itu tidak lain karena yang satu berada “di dalam parlemen dan pemerintahan”, dan yang satunya berada “di luar parlemen dan pemerintahan”. Bukan karena alasan lain. Karena kita lihat kedua aktivis ini jika diluar pemerintahan hampir melakukan aktivitas yang sama, misal, mereka menggelar pengajian, membentuk kelompok halaqah, berdakwah baik di kampung, kampus dan sekolah. Mereka pun terkadang terlibat di organisasi yang sama dalam kampusnya seperti BEM ataupun Lembaga Dakwah Kampus. Jadi jelas alasan mengatakan NATO bukan karena mereka tidak “bekerja” diluar pemerintah. Ketika datang bencana alam pun sebenarnya aktivitas keduanya sama, yaitu membentuk kelompok relawan, keduanya tidak bisa disebut NATO jika NATO dinilai dari ini. Jadi jelas, bahwa maksud NATO yang dilayangkan oleh aktivis P.K.S ini tidak lain karena aktivis H.T.I berada diluar parlemen dan pemerintahan. Kalau dilihat lebih mendalam, sebenarnya P.K.S yang menjadi bagian Ikhwanul Muslimin dan H.T.I yang menjadi bagian dari Hizbut Tahrir, memiliki teori perubahan yang berbeda, meski pada awalnya keduanya memperjuangkan hal yang sama, yaitu tegaknya khilafah. Ikhwanul Muslimin memulai perubahan harus dimulai dari individu yang baik, kemudian keluarga yang baik, baru kemudian negara islam (khilafah) akan tegak. Sementara hizbut tahrir memulai perubahan dari pembinaan, kemudian binaan tadi diterjunkan ke masyarakat untuk berdakwah, kemudian dengan meningkatnya dukungan umat dan pemilik kekuatan, maka negara islam (khilafah) akan didirikan. Karena ketidakjelasan metode perubahan ikhwanul muslimin, maka seiring waktu karakteristik ikhwanul muslimin berubah. Jika dulu berdakwah dan dimusuhi para thaghut, namun kini justru dekat dengan thaghut bahkan menjadi thaghut itu sendiri. Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap Hasan Al-Banna (pendiri ikhwanul muslimin), saya mengatakan bahwa metode yang digunakan ikhwanul muslimin salah, seharusnya ikhwanul muslimin mengadobsi perubahan seperti yang dilakukan rasulullah SAW, sehingga seberapa lamapun perjuangan tidak akan bergeser sedikit pun dari garis perjuangan. Karena metode yang digunakan tidak tepat, maka itu merembet pada masalah yang lain. Misal menerima kader darinon-muslim, menerima pemimpin perempuan, berkoalisi dengan partai sekuler, iklankufur (seperti membuka aurat dan mengajak pada ashabiyah nasionalisme dan demokrasi), bahkan berubahnya tujuan perjuangan dari mendirikan khilafah islam, menjadi menegakkan substansi islam(?). Para aktivis P.K.S ini harus memahami, bahwa sejarah membuktikan perubahan selalu terjadi dari luar pemerintah. Dimana-mana revolusi itu dimulai dari rakyat yang paham dan menuntut perubahan, dibantu dengan pemilik kekuatan (seperti militer yang mensuport revolusi). Keberadaan P.K.S di parlemen itu jika benar-benar berbuat baik justru itu menunda revolusi, serta menutup kebobrokan demokrasi yang seharusnya kita ganti dengan khilafah, seperti yang dicita-citakan Hasan Al-banna dan Sayyid Qutb. Maka saya menyeru pada aktivis P.K.S untuk beribadah pada Allah saja dan menjauhi para thaghut, memperjuangkan islam saja, dan menjauhkan dari sistem syirik demokrasi dan nasionalisme. Mari bergerak bersama-sama untuk meruntuhkan sistem demokrasi kufur ini dan menggantinya dengan sistem khilafah. Allahuakbar! (Zulfahmi.net, 18-September-2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H