Mohon tunggu...
ali assyadath
ali assyadath Mohon Tunggu... -

Acheh's resident for a life time..a lover of Acheh's culinary..hater of dirrty and filthy politics which ongoing in Acheh recently

Selanjutnya

Tutup

Politik

Referendum Bendera Aceh dan Dendam Politik Abdullah Saleh

14 Agustus 2013   13:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:19 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13764563462067206621

[caption id="attachment_280791" align="alignnone" width="591" caption="Abdullah Saleh menantang Mendagri Gamawan Fauzi untuk melakukan referendum terkait bendera Aceh (Sumber: http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=297012:anggota-dpra-tantang-mendagri-soal-bendera&catid=13:aceh&Itemid=26)"][/caption]

Anggota komisi A dari fraksi Partai Aceh, Abdullah Saleh, S.H menyatakan bahwa persoalan bendera Aceh sebenarnya sudah selesai. Namun persoalan tersebut menjadi semakin berkepanjangan akibat Mendagri sendiri yang selama ini meragukan kebulatan tekad rakyat Aceh untuk memilih bendera GAM menjadi bendera Aceh. Oleh karenanya ia menantang Mendagri untuk melakukan referendum terkait bendera Aceh untuk mencari kebenarannya.

Sebagai orang Aceh yang lama berkutat dan mengamati perkembangan sosial budaya dan politik di negeri syariah ini, saya meragukan tantangan Abdullah Saleh tersebut akan disambut oleh Mendagri. Bukan persoalan takut atau tidak takut, namun lebih dari kematangannya dalam berpolitik dan bertata negara serta etika dalam demokrasi. Selain daripada itu, sebagai pejabat negara ia tentu menyadari posisinya sebagai pengemban amanah undang-undang, yang senang ataupun tidak senang akan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Sebagaimana diketahui, Mendagri masih bersikukuh berpedoman pada UUPA dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah, terutama  Pasal 6 Ayat 4 yang menyebutkan bahwa penggunaan lambang daerah tidak boleh berbau separatis, bendera organisasi terlarang dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Yang menggelitik di benak saya adalah mengapa Abdullah Saleh begitu ngotot dalam memperjuangkan bendera GAM untuk menjadi bendera Aceh? meskipun (mungkin) dalam hati kecilnya ia menyadari sepenuhnya bahwa ia akan menabrak UU dan peraturan yang berlaku di wilayah RI? Lalu, strategi apakah yang telah disiapkan oleh Partai Aceh (PA) dan Abdullah Saleh untuk menggolkan bendera GAM menjadi bendera Aceh? Mengapa Abdullah Saleh merasa begitu yakin bahwa rakyat Aceh akan mendukung bendera GAM menjadi bendera Aceh? apakah teror dan intimidasi masih menjadi bagian dari strategi untuk mengentaskan tujuannya sebagaimana yang terjadi jelang pemilukada lalu? sementara penolakan bendera GAM untuk menjadi bendera Aceh ditolak dimana-mana, khususnya di wilayah-wilayah yang "jauh" dari pengaruh GAM di masa konflik lalu. Dan bagaimana pemerintah Jakarta menyikapi tantangan Abdullah Saleh ini?

Kita semua di Aceh tentu tahu betul siapa Abdullah Saleh. Mantan pengacara ini, adalah politisi berpengalaman yang menjadi anggota DPRA selama 3 periode sejak tahun 1999. Ia adalah satu-satunya anggota DPRA yang menjabat hingga 3 periode. Pada periode 1999-2004 dan 2004-2009 ia menjadi anggota DPRA dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Karena terbentur peraturan partai dimana setiap anggotanya hanya berkesempatan menjabat sebagai wakil rakyat paling banyak 2 periode, maka ia "meloncat" ke Partai tempat para eks kombatan GAM bernaung PA, setelah menyambut ajakan tokoh GAM senior, Malek Mahmud Al Haytar, Wali Nanggroe sekarang. Selain karena ajakan Malek Mahmud, bergabungnya Abdullah Saleh tersebut bisa jadi bermotif dendam politik, yang mana ia merupakan adik sepupu dari Teungku Bantaqiah yang menjadi korban pelanggaran HAM TNI di masa konflik pada tahun 1999 yang kronologisnya hingga saat ini masih simpang siur dan misterius. Dendam politik inilah yang diduga menyemangati dan melatarbelakangi Abdullah Saleh untuk  membela mati-matian memperjuangkan baik Malek Mahmud maupun GAM dan berbagai simbol-simbolnya.

Selanjutnya, referendum bendera Aceh yang diangkat oleh Abdullah Saleh ini, apabila terlaksana maka sudah hampir dipastikan bahwa teror dan intimidasi akan mewarnai jalannya referendum untuk meyakinkan tercapainya tujuan para eks kombatan GAM ini. Pernyataan ini bukan tanpa dasar, merunut kejadian di belakang hari yang penuh kekerasan seperti pemilukada Aceh 2012 lalu. Belasan orang tewas terbunuh, dan puluhan lainnya luka tembak. Jangankan referendum bendera Aceh yang digadang-gadang Abdullah Saleh, jelang pemilu legislatif yang masih tahun 2014 mendatang saja, teror dan intimidasi sudah menjadi konsumsi rakyat Aceh sehari-hari. Apakah para penolak bendera GAM akan mengalami nasib yang sama?

Sikap pemerintah Jakarta sendiri hampir dipastikan akan mengabaikan tantangan Abdullah Saleh tersebut. Karena di samping bukan menjadi level pemerintah pusat untuk menanggapi pernyataan itu, tidak satupun peraturan pemerintah dan UU yang mengatur pelaksanaan referendum dalam menentukan lambang dan bendera suatu daerah. Selain itu juga, pertimbangan biaya yang besar yang dibebankan pada APBA juga luar biasa besarnya. Untuk diketahui saja, pada pemilukada 2012 Aceh besar saja menelan biaya hingga 34 milyar rupiah. Sementara di Aceh terdapat 17 kabupaten, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk "memperjuangkan" bendera GAM itu? bagaimana jika dana itu dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat Aceh, seperti peningkatan ekonomi dan pendidikan yang luar biasa acak-acakannya di Aceh?

Buat saya pribadi, persoalan lambang dan identitas Aceh tidak seharusnya dilakukan melalui proses referendum, hanya karena memaksakan kehendak kelompok dengan mengatasnamakan rakyat Aceh.Itu adalah sikap yang tidak etis dan bermartabat, sebuah penipuan terstruktur dan terencana dengan objek penderita rakyta Aceh. Identitas keacehan saya dan mungkin orang Aceh lainnya tidak akan hilang jika bendera Aceh ataupun simbol yang diambil bukanlah bendera dan simbol GAM. Saya tetap orang Aceh yang cerdas, lugas, pragmatis dan terkadang emosional namun tetap islami. Masalah identitas bukanlah harus dipilih-pilih namun hal itu sudah melekat semenjak orang Aceh pertama lahir. Jadi akhirnya, saya berpendapat Abdullah Saleh seharusnya berkaca dan bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia memperjuangkan simbol dan bendera GAM atau simbol dan bendera Aceh?

(AA)

Permendagri No. 44/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lahir sebagai pelaksanaan  UU No. UU No.  22/ 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum khususnya Pasal 114 ayat (5). Pasal ini menyebutkan “Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD”. - See more at: http://atjeh.co/readsaleum/2012/01/09/479/3/3/Anggaran-Pilkada-Aceh#sthash.p2kD77Ju.dpuf Permendagri No. 44/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lahir sebagai pelaksanaan  UU No. UU No.  22/ 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum khususnya Pasal 114 ayat (5). Pasal ini menyebutkan “Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam APBD”. - See more at: http://atjeh.co/readsaleum/2012/01/09/479/3/3/Anggaran-Pilkada-Aceh#sthash.p2kD77Ju.dpuf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun