Pernah suatu hari, saya singgah di masjid fakultas Farmasi di sebuah perguruan tinggi negeri yang cukup terkemuka di kawasan timur Indonesia. Saat itu saya berniat melaksanakan salat Duhur. Saat akan mengambil air wudu, di salah satu sudut gedung yang dekat dengan masjid tersebut, saya melihat seorang anak perempuan terbaring meringkuk di lantai sambil memegangi perutnya.
Di sekitar anak perempuan itu banyak orang yang berlalu-lalang. Tetapi anehnya, tak ada seorangpun dari mereka yang singgah untuk sekadar bertanya mengapa anak perempuan itu terbaring disana. Saat itu, karena waktu salat sudah akan dilaksanakan, saya pun segera memasuki masjid dan meninggalkan pemandangan itu.
Setelah salat, kulihat anak perempuan itu masih terbaring di tempat yang sama. Kebetulan saat itu ada seseorang di dekatku, lalu kutanyakanlah kepada orang itu mengapa kira-kira anak itu terbaring disana. Lalu orang yang disebelahku itu menjawab,
'Tak usah diperhatikan, dia cuma pura-pura'.
'Mungkin orang itu sudah sering melihat anak perempuan itu terbaring seperti itu, makanya dia berkata begitu', begitu pikirku saat itu. Tetapi entah mengapa, saya masih belum puas setelah mendengar jawaban itu. Lalu kuputuskanlah mendekati anak itu untuk mencari tahu.
Setelah mendekat, baru kusadari bahwa rupanya anak itu adalah pemulung. Di dekat tempatnya berbaring, kulihat ada sebuah karung lusuh berukuran besar yang sudah terisi beberapa botol bekas.
Ketika kudekati, anak itu menyembunyikan wajahnya seperti sedang ketakutan. Lalu kutanya mengapa ia terbaring disana. Awalnya ia tak mau menjawab. Setelah kutanya beberapa kali, akhirnya ia mau menjawab. Ia kelaparan, begitu pengakuannya. Akhirnya, kuberikan uang padanya untuk membeli makanan. Setelah mendapatkan uang, anak itu bangkit lalu pergi.
Setelah menyerahkan uang kepada anak itu, seorang yang tak kukenal mendekatiku lalu berkata
'anak itu sudah menipumu. Dia sudah beberapa kali melakukan itu. Terbaring disini dan pura-pura sedang lapar'
Saya pun cuma tersenyum mendengat kalimat itu. Juga tak ada rasa kecewa mendengar pernyataan itu. Lagipula saya melakukan itu dengan niat melakukan kebaikan. Tentang bagaimana anak itu memperlakukan kebaikan saya, ya itu terserah dia.