Saat senja menjingga di ufuk cakrawala
Udara dipenuhi lantunan doa-doa yang berserak dari corong pengeras suara
Seperti sedang memanggil jiwa-jiwa yang sedang berjuang melawan hawa nafsunya
Tercenung di mulut pintu sepasang mata lelah sehabis bekerja
Peluh menghiasi dahinya dan rasa pahit sudah terasa di ujung lidahnya
Di depannya, hanya ada segelas air putih tanpa pendamping apa-apa
Dari jauh, dilihatnya segerombolan manusia berpakaian rapi beraroma wangi bergegas menjawab panggilan lantunan doa-doa itu
Entah mengapa, dadanya tiba-tiba terasa sesak dan rasa malu dalam dirinya menyeruak
Terpikir olehnya, tak pernah sekalipun ia mendatangi panggilan itu dengan tubuh wangi dan pakaian rapi seperti itu
Bukannya enggan melakukannya, hanya saja
Cuma pakaian usang saja yang dimilikinya
Tak mampu ia membeli pakaian yang sedap dipandang mata
Hasil peluhnya bekerja pun cuma cukup untuk meredakan bunyi perutnya saja
Pertanyaan pun muncul dalam hatinya
"Pantaskah aku kembali Fitri kelak? jika yang kupunya untuk menghadap-Mu nanti hanya selembar pakaian usang ini saja."
Azan pun bergema memecah udara, lamunannya seketika buyar
Diteguknya segelas air putih yang ada di hadapannya
Selepas itu, dengan pakaian yang tadi digunakannya bekerja, ia lalu melangkahkan kaki untuk menghadap-Nya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H