Di luar tema tentang toleransi yang selalu dikaitkan dengan polemik warung. Sebenarnya ada tujuan baik yang ingin dicapai melalui perda penutupan warung makan selama Ramadan, yaitu menciptakan suasana yang dapat mendukung umat muslim berpuasa dengan lancar. Sederhananya meminimalisir godaan bagi yang sedang berpuasa.
Namun, jika sasaran kebijakan perda ini hanya ditujukan kepada warung-warung kecil di pinggir jalan saja dan tetap membiarkan warung makan raksasa cepat saji dibiarkan tetap terbuka, rasanya sungguh tak berkeadilan. Lagipula, godaan terbesar bagi orang yang berpuasa tak hanya datang dari warung makan saja.
Tayangan-tayangan televisi yang tak bermanfaat juga dapat mengganggu kenyamanan orang yang berpuasa. Mengapa tak sekalian saja, pemerintah menertibkan segala hal-hal yang dapat mengganggu kenyamanan orang yang berpuasa. Jangan sampai kebijakan pemerintah mengenai warung hanya diannggap sebagai alat untuk mendongkrak popularitas semata. Agar pemerintah dianggap mendukung masyarakat mayoritas.
Terakhir, sebelum membicarakan tentang boleh tidaknya warung buka saat Ramadan apalagi menerbitkan peraturan tentangnya. Penting rasanya untuk melihat polemik ini sesuai pada tempatnya, yaitu tentang warung, masyarakat dan puasa.
Oleh karena itu, kajian empiris mengenai apakah warung berasosiasi dengan kualitas puasa masyarakat yang tiba-tiba menjadi rendah mungkin perlu dilakukan. Juga apakah beroperasinya warung di siang hari berpotensi menimbulkan masalah bagi orang yang berpuasa juga perlu dibuktikan.
Dan juga  dampak ekonomi pemilik warung jika mereka dilarang berjualan juga perlu dipertimbangkan agar pemerintah sebagai pengayom masyarakat dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.  .
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H