Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam lebih sedikit waktu Indonesia bagian Timur, sebentar lagi adzan isya akan berkumandang. Di depan rumahku, sudah terlihat beberapa remaja tanggung berjalan menuju satu-satunya mushallah di kampung kami, Haqqul Yaqin namanya.Â
Di dalam rumah, ibuku juga sudah menyiapkan mukenah dan sajadahnya. Aku sendiri masih memilih untuk duduk menikmati hidangan manis buka puasa buatan ibuku. Es Buah, sajian andalan ibuku setiap berbuka puasa di bulan Ramadan.
Tentang es buah itu, sebenarnya aku tak begitu setuju dengan nama itu. Setiap tahun di bulan Ramadan, hidangan itu hampir selalu menemani buka puasaku. Jadi aku tahu betul hidangan itu.Â
Sungguh, bertahun-tahun kuamati hidangan itu, tak ada satu buah pun di dalamnya. Jangankan irisan daging buah, daun buah pun tak ada. Bentuk hidangannya pun tak menyerupai buah, hanya ada potongan agar-agar berbentuk kotak dengan siraman sirup DHT di dalamnya. Anehnya, seisi kampungku sepakat menamai hidangan semacam itu dengan sebutan es buah.
![Es Buah (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/05/22/whatsapp-image-2018-05-22-at-17-39-42-5b03f935cf01b4422319fce2.jpeg?t=o&v=770)
"Buka puasa apa hari ini di mushallah, pak?"
"Es buah pak" jawab pak Amir dengan mantap dan  tersenyum ramah.
Kebetulan aku sedang berjalan pelan di samping jamaah tamu itu. Mendengar jawaban itu, kuperhatikan air muka pak Ismail terlihat gembira.
Memasuki mushallah, pak Ismail dan rombongannya tak lupa menebar senyum ramah ke seluruh warga. Pak Ismail lalu duduk di salah satu tempat dimana hidangan buka puasa telah berjajar rapi. Sebelum duduk, kulihat perhatian pak Ismail telah tertuju kepada hidangan di depannya.
Setelah merasa nyaman dengan tempat duduknya, pak Ismail meraih hidangan di hadapannya, diaduk-aduk hidangan itu seperti sedang mencari sesuatu. Raut wajahnya pun kemudian berubah, kini menjadi kebingungan. Setelah lelah mengaduk, senyum kembali mengembang di wajahnya, sambil tertawa pak Ismail kulihat menceritakan kejadian aneh yang baru saja dialaminya kepada teman rombongan di sebelahnya. Aku yang melihat kejadian itu hanya tertawa dari jauh.
***