Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.
Adagium di atas mungkin dapat mewakili misi yang diemban klub asal Italia, AS Roma kala menjamu Liverpool FC dalam ajang semifinal leg-2 liga Champion dini hari tadi di stadion Olympico, Roma. Bukan tentang mencetak minimal 3 gol ke gawang Liverpool yang menjadi bagian tersulit dari laga dini hari tadi. Tapi tentang mengulang kejadian ketika AS Roma berhasil menjungkalkan langkah klub raksasa asal Spanyol, Barcelona pada laga perempat final sebelumnya.
Fallacy of Dramatic Instance, beberapa orang sepertinya terjebak dalam kesalahan berpikir yang satu ini. Menyamaratakan suatu kejadian dengan berlandaskan pada sebuah kejadian yang kebetulan sama di masa lalu. Karena AS Roma berhasil membalikkan keadaan melawan Barcelona di kandangnya sendiri meskipun telah ketinggalan skor yang cukup telak maka hal itu juga akan terjadi ketika melawan liverpool, kurang lebih begitu. Celakanya beberapa analisis sepakbola menggunakan argumen tersebut sebagai dasar untuk membedah pertandingan dini hari tadi, sofismekah atau paralogisme? entahlah.
Sayangnya, untuk menciptakan keajaiban yang sama, AS Roma tak sepenuhnya berada dalam performa terbaiknya. Klub besutan Di Franceso itu terpaksa harus kehilangan dua pilar utamanya yang tak bisa ikut bertanding akibat cedera yang dialaminya pada pertandingan leg-1. Mereka adalah Kevin Strootman dan Diego Perotti. Sedangkan klub penantangnya berada dalam performa terbaiknya. Tak ayal, misi untuk membalikkan keadaan dan mengulang keajaiban yang sama agak sulit dibayangkan untuk terealisasi.
Hasil Pertandingan
AS Roma yang memerlukan minimal 3 gol untuk membalik keadaan dituntut untuk tancap gas sejak menit awal pertandingan. Sayangnya, tak diduga justru The reds lah yang memberikan sengatan pertama kepada klub yang bermarkas di ibukota Italia itu. Sadio mane, pesebakbola asal senegal yang menjadi aktor pencetak gol pertama bagi liverpool di menit ke-9.
Tersentak oleh gol cepat itu, AS Roma meningkatkan tensi permainannya. Pada menit ke-15, berawal dari kesalahan menyapu bola yang dilakukan oleh Dejan Lovren. Bola yang seharusnya dibuang ke tengah lapangan malah mengenai kepala salah satu pemain Liverpool, James Milner yang menyebabkan bola mental dan masuk ke dalam gawang Liverpool sendiri, 1-1 skor menjadi imbang.
![egyptchnews.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/05/03/gelandang-as-roma-cengiz-under-20180419-061724-5aea27e2bde57569a304cab2.jpg?t=o&v=770)
Pemain asal Belanda itu menyundul bola ke gawang sekaligus mengecoh Alisson. Skor 1-2. Â Hingga menit-menit akhir babak pertama tak ada gol tambahan dari kedua tim, hanya ada kesempatan yang dihasilkan oleh Stephan El Shaarawy yang hampir mencetak gol namun terhalang oleh tiang gawang sebelah kanan..
Pada babak kedua, AS Roma masih berusaha mewujudkan misi tampil pertama kali di babak final liga Champion dengan menggempur pertahanan Liverpool. Pada menit ke-52 mereka berhasil menambahkan gol melalui sepakan Dzeko. 2-2, skor menjadi imbang.Â
Liverpool yang sudah unggul agrerat gol nampak sedikit menurunkan intensitas serangannya. Sepanjang babak kedua, mereka tak mampu menambahkan gol. Justru pada menit-menit akhir, Klopp sepertinya sudah yakin akan memenangkan pertandingan dini hari tadi sehingga beberapa pemain utamanya seperti Mane dan Firminho digantikan menjelang pertandingan berakhir. Justru AS Roma yang kian mengganas dan berhasil menyarangkan 2 gol tambahan melalui tendangan luar kotak pinalti dan tendangan pinalti yang dihasilkan oleh pemain berketurunan Indonesia, Nainggolan, masing-masing pada menit ke-86 dan menit ke-90+4. AS Roma berhasil unggul 4-2.