Mohon tunggu...
Muhammad Asroruddin
Muhammad Asroruddin Mohon Tunggu... -

Ophthalmology trainee | Bioethics and medical professionalism enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hubungan Dokter - Pasien

6 Juni 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:25 1908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dear all kompasioner, ijinkan saya berbagi tentang Hubungan Dokter-Pasien plus sejarahnya yang saya sarikan dari berbagai sumber. Semoga bisa bermanfaat ya..

Sebagai pembuka, mari kita simak ilustrasi cerita pasien tentang dokternya, dan sebaliknya.

Pasien 1, "Dokter di RS A jutek banget ya, kalo lagi konsul nggak pernah kontak mata dengan pasien. Cek-cek sebentar langsung kasi resep."

Pasien 2, “Gue seneng berobat ke dokter C, periksanya teliti, enak diajak ngobrol, selalu senyum, empatiny bagus. Walaupun sakit gue berat, tapi penjelasannya bikin hati ikhlas dan rela ngikutin apapun anjuran dokter.”

Pasien 3, "Saya pusing berobat di RS Z, suruh periksa ini itu tapi sakitnya belum jelas. Dokterny belum bicara apapun."

Dokter 1, "Pasien saya sangat teratur minum obat, dia ngikutin semua yang dianjurkan. Sekarang sudah sembuh.”

Dokter 2, "Pasien saya bandel banget. Sudah dibilang stop merokok, tetap saja ngeyel. Bronkitisnya kambuh sekarang."

Dari ilustrasi di atas, hubungan dokter-pasien terlihat baik-baik saja ataupun buruk. Hubungan baik karena dokter menerapkan hubungan berbasis nilai (virtue-based). Hubungan buruk karena dokter menerapkan pendekatan yang sebaliknya, cenderung paternalistik, dan ketidaktahuan masyarakat tentang hubungan yang seharusnya.

Sebelum tahun 1970-an, hubungan dokter pasien bersifat paternalistik sehingga dokter bebas menentukan tindakan tanpa pasien ikut serta memutuskan. Saat itu hubungan dokter-pasien menjadi seperti atasan-bawahan, ordinat-subordinat, yang didasarkan pada prinsip beneficence saja. Namun, hubungan dokter-pasien yang paternalistik dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien & dianggap tidak sesuai dengan moral Barat yang liberal. Lalu hubungan dokter-pasien berkembang sesuai teori kontrak sosial di bidang politik Barat sejak tahun 1972-1975.

Veatch pada tahun 1972 menyatakan bahwa dokter dan pasien merupakan pihak-pihak yang bebas, saling menghargai walau berbeda kapasitas dalam membuat keputusan. Dokter mengemban tanggung jawab segala keputusan teknis, sedangkan pasien memegang kendali keputusan penting, terutama hal yang terkait nilai moral dan gaya hidup.

Teori kontrak sosial pada hubungan ini mengharuskan terjadi pertukaran informasi dan negosiasi sebelum ada kesepakatan, tetapi tetap memberi peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter. Dokter maupun pasien harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan pasien.

Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini hubungan dokter-pasien masih ada yang paternalistik, karena dokter belum paham kaidah autonomy pasien, dan pasien tidak paham haknya. Akibatnya, bila pasien merugi, tuduhan malpraktik menjadi marak hanya karena kurangnya komunikasi yang buruk. Hubungan dokter-pasien yang bersifat kontraktual akan menimbulkan hak-hak pasien, yaitu rights to health care dan right to self determination. Sedangkan selain menuntut hak, dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP.

Hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang akan memberikan rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang dalam prinsip-prinsip moral profesi atau yang sekarang lazim disebut kaidah bioetika kedokteran, yang meliputi beneficence, nonmaleficence, autonomy, dan justice.

Hubungan dokter-pasien mencakup dokter sebagai profesional, dan pasien sebagai manusia. Hubungan ini akan berjalan baik jika bersifat setara (equal). Dokter sebagai profesional punya kompetensi, akuntabilitas, tanggung jawab, solidaritas, etika & altruisme yang akan diterapkan ke pasien. Pasien sebagai manusia mempunyai body, mind, spirit, dan socioculture yang harus dihormati dalam hubungan dokter-pasien, sehingga akan timbul hak dan kewajiban masing-masing.

Banyak dokter yang paham kaidah beneficence dan nonmaleficence, namun banyak juga yang tak paham atau melanggar kaidah autonomy dan justice. Beneficence mencakup altruisme dalam berpraktik. Nonmaleficence berarti do no harm, primum non nocere. Autonomy artinya otonomi pasien dalam berbagai situasi. Justice artinya prinsip keadilan dalam konteks hubungan dokter-pasien. Prinsip autonomy termasuk tidak mengintervensi pasien dalam mbuat kputusan (saat elektif), berterus terang termasuk delivering bad news tentang kondisi pasien, menjaga rahasia pasien, dan melaksanakan informed consent (persetujuan tindakan medis). Justice mencakup memberlakukan segala sesuatu secara universal, tidak membedakan pelayanan pasien atas SARA, status social, dkk, dan menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality).

Keempat prinsip bioetika tersebut menurut Beauchamp dan Childress (1994) mendasari hubungan dokter-pasien, terutama dalam membuat keputusan etis, plus kaidah derivatnya, yang meliputi veracity (berbicara benar, jujur & terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) & fidelity (loyalitas & promise keeping). Panduan lain dalam hubungan dokter-pasien agar profesional adalah sumpah dokter, kode etik kedokteran, dan UU Praktik Kedokteran. Keputusan klinis dan etis oleh dokter dalam hubungan dokter-pasien sebaiknya juga didasarkan pada kaidah lain menurut Jonsen dan Siegler (2002), yaitu medical indication, patient preference, quality of life, dan contextual features.

Demikianlah kaidah-kaidah dan aturan dalam membina hubungan dokter-pasien agar berjalan baik dalam bingkai profesionalisme. Jadilah pasien yang cerdas dan dokter yang bijak. Dokter dan pasien sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.

Semoga bermanfaat ya..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun