SEBELUM KAU HEBAT
Tahukah kau?
   Ayahmu mengadzanimu begitu pertama kali kau lahir di dunia ini. Ibumu menyusuimu dengan ASI agar kau menjadi anak yang kuat, sehat, dan tahan dari segala penyakit. Saat kau menangis ibumu juga menina bobokan agar segera berhenti menangis. Dan saat masih menangis terus, disitulah ayah ibumu mulai menerka apa yang membuatmu masih menangis. Mungkin popoknya basah, digigit semut, kepanasan, kedinginan, atau haus? Ketika masih menangis terus, kedua orang tuamu sampai sampai bertanya kepada kakek nenekmu-apa gerangan masih menangis terus. Panik?
 Sudah pasti. Was was? Apalagi itu. Bingung? Sudah jelas dan saat itulah pikiran kedua orang tuamu kemana-mana. Hingga larut walau orang tuamu ngantuk, capek, sudah pasti itu nggak digubris sama sekali. Diterjang semuanya. Yang ada dibenaknya hanya : gimana sang jabang bayi dalam kondisi nyaman tidak nangis terus.
   Kemudian saat kau mencret, suhu tubuhmu panas, rewel, tanpa dikomando pasti pikiran orang tuamu langsung ke dokter atau ke puskesmas. Bayangkan itu terjadi saat tengah malam dan hujan turun. Apa dikata, mau tidak mau kamu harus diperiksa ke dokter. Perlu siap uang? Itu sudah tidak perlu ditanya lagi. Kalau pas ada ya alhamduliillah. Pikirkan kala pas nggak ada. Pinjam ke tetangga jelas pilihan yang logis walau mesti bejibaku merayu tetangga yang kebetulan pelit. Dan itu sang tetangga wajib mau tidak mau bersedia meminjamin uang secukupnya.
   Permasalahan kebutuhan harian juga sangat dipikrkan bagaimana caranya agar selalu ada pampers, bedak, sabun bayi, samphoo, minyak telon, persediaan obat, susu tambahan dan minyak kayu putih. Terlihat sepele tapi akan terasa berat saat kerjaan orang tuamu lagi sepi atau malah kena PHK. Mau tidak mau harus banting setir cari duit lewat usah jualan atau nguli ke orang. Makin faham kan? Betapa orang tuamu memikirkan lebih buah hatinya ketiimbang kebutuhannya?
   Menginjak usia kamu tertatih-tatih ngotot jalan, orang tuamu sebenarnya diposisi enak nggak enak. Enaknya beban gendong berkurang. Nggak enaknya pas bisa jalan ibumu pasti kewalahan mengikuti kemanapun kau jalan. Takut jalan sendiri nyasar ke jalan raya lah? Nyebur ke got lah? Atau tertarik tetangga bakar sampah terus kamu main api.
   Menginjak kamu mengenal rasa, disitulah kebutuhan ekstra yang dipikirkan kedua orang tuamu agar tidak malu-maluin tetangga saat kau ngeyel minta jajan ke warung atau penjual jajan keliling. Pasti kamu nangis kala kamu nggak dibeliin. Itu pasti dan tidak bisa disangkal.
   Masa saat dimana kamu mengenyam bangku pendidikan, orang tuamu juga nggak mungkin membiarkanmu tidak menerima hak itu. Bagaimapun caranya, kamu harus sekolah yang terbaik. Uang bisa dicari. Titik! Begitu semboyan kedua orang tuamu untuk menyekolahkanmu ke bangku sekolah yang terbaik. Walau kenyataannya, semboyan orang tuamu untuk menyekolahkanmu ke sekolah yang terbaik, harus banting tulang kuras keringat juga nahan letih untuk giat bekerja cari nilai lebih pendapatan. Panas nggak dirasa. Hujanpun dianggap hal lumrah. Sakit sedikit nggak digubris sama sekali. Yang terpenting sang anak bisa sekolah yang terbaik. Tuuh,...dengerin dengan seksama tekad semangat empat lima kedua orang tuamu.
   Dan hingga menjadi kau saat ini, lulus sekolah, bisa kuliah, terus kerja mapan, menjadi orang terpandang, dan sebagainya dan sebagainya. Itu jelas perjuangan, ikhtiar dan do'a hebat kedua orag tuamu. Jangan kau anggap enteng usaha dan kerja keras kedua orang tuamu untuk menjadikanmu menjadi posisi hebat seperti ini. Minta bayaran? Orang tuamu tidak butuh itu. Berharap balas budi?Â
Orang tuamu juga nggak ngotot diwilayah itu. Pasti yang diharapkan kedua orang tuamu, kamu menjadi anak yang tidak melupakan jasa kedua orang tuamu. Sebab sebelum kau menjadi hebat, yang tidak kau sadari, kamu pernah didalam Rahim ibumu. Lahir dan dirawat sedemikian rupa. Dibesarkan sehebat yang tidak kau tahu. Dididik sekuat yang tanpa kau sadari.